Penolakan Gereja di Cilegon: Maarif Institut Kirim Surat Terbuka, Gusdurian Himbau Minta Maaf

Penolakan Gereja di Cilegon: Maarif Institut Kirim Surat Terbuka, Gusdurian Himbau Minta Maaf

Penolakan pembangunan gereja di Cilegon memantik kontra dari Maarif Instutut dan Jaringan Gusdurian

Penolakan Gereja di Cilegon: Maarif Institut Kirim Surat Terbuka, Gusdurian Himbau Minta Maaf

Penolakan rencana pendirian Gereja HKBP Maranatha di Cikuasa, Gerem, Kota Cilegon yang ikut ditandatangani oleh Wali Kota Cilegon Helldy Agustian dan Wakil Wali Kota Sanuji Pentamarta memantik respon dari banyak pihak. Salah satunya dari Maarif Institut, lembaga yang didirikan oleh Almarhum Buya Syafii Maarif, mantan ketua umum PP Muhammadiyah.

Abd Rohim Ghazali, Direktur Eksekutif Maarif Institut mengingatkan dalam surat terbukanya, bahwa keikutsertaan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon merupakan pelanggaran atas Pasal 29 ayat 2 Undang-undang Dasar Republik Indonesia yang menjamin pemeluk agama dalam melaksanakan ibadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing.

Maarif Institut juga menyebutkan bahwa tempat ibadah adalah bagian yang tak terpisahkan dari pelaksanaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tersebut. Bahkan menjadi sebuah keniscayaan yang tak bisa dihindarkan.

“Menghalangi pendirian rumah ibadah sama artinya dengan menghalangi warga negara untuk beribadah,” tulis Maarif Institut.

Selain melanggar pasal 29 ayat 2 UUD RI, perlakuan Walkot dan Wakil Walkot tersebut juga bertetangan dengan Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah Pasal (334) ayat (2) poin (g) mengenai asas penyelenggaraan publik, yakni persamaan/perlakuan tidak diskriminatif.

Maarif Institut menghimbau kepada Walkot dan Wakil Walkot Cilegon untuk memberi kebebasan kepada warga di daerahnya untuk melaksanakan ibadah sesuai perintah agamanya masing-masing dan tidak bertindak diskriminatif.

Jaringan Gusdurian Himbau Wali Kota Cilegon Minta Maaf

Selain Maarif Institut, Jaringan Gusdurian juga meminta kepada wali kota Cilegon untuk meminta maaf. Menurut Alissa Wahid, kordinator Jaringan Gusdurian, selain bertentangan dengan UUD RI, perlakuan Wali Kota Cilegon tersebut juga bertentangan dengan prinsip pemenuhan, perlindungan, dan penghormatan hak kebebasan beragama.

“Perlakuan pemerintah tersebut jelas bertentangan dengan prinsip pemenuhan, perlindungan, dan penghormatan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan,” kata Alissa dalam keterangannya, Jumat, 9 September 2022, sebagaimana dikutip dari Tempo.co.

Alissa juga meminta kepada Wali Kota Cilegon beserta wakilnya untuk mengakhiri diskriminasi kepada warga dan melindungi semua warga Cilegon sebagaimana diamanatkan konstitusi.

Terhitung sejak tahun 2006 pemerintah kota Cilegon telah menolak sebanyak izin pembangunan gereja HKBP Maranatha sebanyak 4 kali. Sementara pengajuan Gereja Baptis Indonesia Cilegon telah ditolak sebanyak 5 kali sejak 1995.

Baca juga: Rasulullah Membantu Pembangunan Gereja di Madinah?