Pengalamanku Shalat di Musala Mall: Shalat Tidak Sah Bila Wudhu Tidak Sempurna

Pengalamanku Shalat di Musala Mall: Shalat Tidak Sah Bila Wudhu Tidak Sempurna

Pengalamanku Shalat di Musala Mall: Shalat Tidak Sah Bila Wudhu Tidak Sempurna

Waktu shalat maghrib telah tiba, saat itu aku sedang bersama teman-temanku pergi ke suatu pusat perbelanjaan di daerah Jakarta Selatan (Mall). Lalu, segera aku pergi ke musala yang ada di Mall tersebut. Waktu untuk menunaikan shalat maghrib memang lebih sedikit dibandingkan dengan waktu shalat lainnya. Sehingga, musala di Mall sangat ramai. Antrian untuk mengambil wudhu pun sangat panjang.

Setelah sampai giliranku untuk mengambil wudhu, segera aku rapihkan pakainku supaya tidak terkena basuhan air wudhu. Untung saja tempat wudhu di Mall terpisah antara laki-laki dan perempuan. Sehingga aku lebih merasa nyaman. Saat aku membasuh kedua tanganku, mataku justru tertuju pada perempuan separuh baya yang juga berwudhu di sebelahku. Hatiku menjerit lirih “yaAllah berikanlah kami petunjuk”.

Iya, perempuan separuh baya tersebut mengenakan baju lengan panjang, dan ia tidak sempurna membasuh tangannya sampai ke siku. Aku tidak menghukumi apalagi menghakimi wudhunya “Salah”, aku hanya berbaik sangka bahwa “mungkin perempuan tersebut sedang tergesa-gesa, atau memang lengan baju tersebut sangat sempit untuk disisingkan sampai di atas siku, tapikan, tetap saja tidak sah, tetap saja tidak sempurna, lalu bagaimana dengan shalatnya? Allahu…”

Dear saudaraku, berwudhu adalah syarat sahnya shalat. Jika wudhu sebagai kunci sahnya shalat, kita juga harus melakukannya dengan khidmat, sempurna dan sesuai dengan tata cara yang benar. Mengetahui apa saja rukun wudhu karena rukun wudhu harus dilaksanakan secara berurut dan komplit, jika salah satu rukun tertinggal maka wudhu tidak sah. Termasuk juga membasuh kedua tangan sampai ke siku dan kedua kaki sampai mati kaki. Karena hal tersebut termasuk dalam rukun wudhu.

Hatiku masih saja bergejolak, aku masih saja menyalahkan diriku sendiri karena segan menegur, dalih-dalih nanti menyakiti hatinya, takut jika cenderung bersikap menggurui karena terlihat ia lebih berumur. Ah dasar aku yang masih begini-begini saja. Aku malu dengan diriku sendiri karena hanya mampu menegur dan amar ma’ruf nahi munkar pada tingkat sedangkal ini.  Lalu, aku berdoa dalam hati “ya Allah berikan kami hidayah”.