Saya mau share tentang obrolan Abah Ahmad Mustofa Bisri dan Pak Quraish Shihab tentang ikatan batin antara kyai/mursyid dengan santrinya.
Salah satu keistimewaan pesantren yang dikagumi Pak Quraish adalah adanya ikatan batin yang kuat antara kyai/mursyid, dengan santrinya. “Keikhlasan” menjadi kunci utama terbentuknya ikatan batin itu. Baik keikhlasan kyai/mursyid untuk mengajar, berbagi ilmu. Juga keikhlasan santri untuk belajar, menimba ilmu dari kyai/mursyidnya.
Seperti yang diceritakan oleh mbak Najelaa Shihab, Pak Quraish pernah nyantri di Darul Hadits, Malang, selama dua tahun. Pengalaman berguru pada Habib Abdul Kadir Bilfaqih selama nyantri di Malang itu sangat berkesan, dan membekas terus sepanjang hayat.
Malam itu Pak Quraish bercerita, seringkali di saat-saat menemui kesulitan, tanpa dinyana sang guru “hadir”, melalui mimpi, atau cara lain. “Yang tidak pernah belajar tasawuf pasti nggak percaya hal-hal seperti ini. Tapi saya percaya, karena mengalami sendiri,” kata Pak Quraish.
Kemudian beliau menceritakan pengalamannya saat menulis disertasi di Universitas AlAzhar, Kairo, Mesir. Saat itu Pak Quraish kesulitan melacak sumber asli suatu pendapat yang akan dikutip. Sampai putus asa nyari buku referensi, nggak ketemu. Sampai akhirnya beliau lapor ke dosen pembimbing, dan diminta memberi catatan “lam ajidhum” (saya ngga nemu).
Beberapa hari kemudian, ketika sudah beralih ke bab berikutnya, beliau berkunjung ke perpustakaan. Tiba-tiba langkah kaki terhenti di satu tempat.
Beliau lalu meraih buku yang tepat berada di depannya. Ketika dibuka, ketemulah apa yang selama ini beliau cari. Ajib.
Keajaiban seperti itu, seperti juga kehadiran mimpi yang mencerahkan di saat gundah, menurut Pak Quraish bukanlah kebetulan semata. Melainkan karena berkah dari para guru/mursyid beliau, karena ikatan batin yang tetap terjaga hingga akhir hayat.
*) Ienas Tsuroiya, puteri Gus Mus. Artikel ini disarikan dari catatan Facebooknya terkait kunjungan Dr Quraish Shihab ke kediaman Gus Mus 24 Desember lalu.