Peneliti Beberkan Kesalahan Fahri Hamzah Mengenai Gerakan Anti Islam

Peneliti Beberkan Kesalahan Fahri Hamzah Mengenai Gerakan Anti Islam

Peneliti Wahid Foundation menjelaskan hasil riset tentang anti islam, di Indonesia cuma 12,75 %

Peneliti Beberkan Kesalahan Fahri Hamzah Mengenai Gerakan Anti Islam
Fahri Hamzah keliru tentang gerakan anti islam, ini beberapa faktanya.

Fahri Hamzah kembali melakukan kontroversi yang menyebut adanya gerakan anti Islam di lingkaran Jokowi. Lewat cuitannya di akun @fahrihamzah, Wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat tersebut juga secara gamblang menuduh jika elemen anti Islam semakin berkembangbiak saat ini. Bahkan, tanpa segan ia menyebutnya sebagai bagian dari dosa-dosa Jokowi.

“Di antara #Dosa2Jokowi yang besar adalah karena membiarkan berkembangbiaknya elemen #AntiIslam dan #Islamophobia melalui medium konflik ideologi,” cuit @fahrihamzah.

Cuitan tersebut sontak menimbulkan berbagai tanggapan. Salah satunya dari peneliti Wahid Foundation, Alamsyah M. Dja’far,  yang menjelaskan kepada islami.co beberapa hal yang tidak berdasarkan data. Menurut Alam, faktanya tak bisa dipungkiri kubu oposisi memang memainkan peranan penting dalam sistem politik yakni sebagai penyeimbang roda pemerintahan.

Oleh karena itu, tambah Alam, kritik atas kebijakan kerap mereka tujukan kepada pihak penguasa sebagai lawan politik. Namun menjadi masalah ketika narasi negatif seperti isu agama dan pelintiran kebencian digunakan sebagai alat untuk menyerang.

Alamsyah menuturkan, politisasi agama memang menjadi salah satu tantangan berat di Indonesia, karena ia menjadi bagian dari faktor tumbuhnya sikap intoleransi.

Baca juga: Kata Fahri Hamzah ada Elemen Anti Islam Berkembang Biak, Benarkah?

Kata Siapa Jokowi Anti Islam dan Ulama?

Menurutnya, stigma rezim anti Islam kembali digulirkan karena terdapat perasaan terancam, sama halnya terjadi pada kelompok intoleransi yang merasa terancam dengan kehadiran kelompok lain. Lalu ada usaha untuk membenturkan antara kepentingan politik dan agama, karena pada pengalaman kontestasi politik sebelumnya, penggunaan isu tersebut cukup berhasil, yaitu di Pilkada Jakarta.

“Namun saya kira masyarakat sudah banyak belajar dari kasus masa lalu di Pilkada Jakarta, yang ternyata belakangan lebih bermuatan politis. Tuduhan anti Islam untuk Jokowi barangkali tidak akan berdampak besar seperti sebelumnya,” papar penulis buku (In)toleransi – Memahami Kebencian & Kekerasan Atas Nama Agama tersebut.

Alamsyah juga membeberkan hasil survei dari Wahid Foundation yang meriset tentang kedekatan antara pemerintahan Jokowi dengan Islam. Hasilnya, sebanyak 73% responden mengakui bahwa pemerintah di bawah kepemimpinan Jokowi memiliki kedekatan dengan Islam. Hanya 12,75% responden yang menjawab jika pemerintah saat ini jauh dengan Islam.

“Jadi dia (Fahri Hamzah) hanya bagian kecil dari 12,75% tersebut,” tutupnya.