Jokowi terus-menerus mencobai para pendukungnya. Jika kemarin dengan cara memilih KMA sebagai cawapresnya, kini giliran Abu Bakar Baasyir (ABB) yang dipakainya.
Oleh Jokowi, kakek dengan reputasi sangat mengagumkan di bidang penegakan Negara Islam garis keras ini dibebaskan tanpa syarat. Padahal ABB enggan mengajukan grasi meskipun Jokowi-JK dikabarkan telah memberi sinyal hijau saat dilobi ketua umum MUI yang kini jadi pendampingnya.
Kenapa Pak Dhe melakukan ini? Aku juga bingung. Tak ada jaminan langkah ini akan menambah suaranya dari kelompok sebelah.
Aku juga tidak yakin ABB akan menunjukkan akhlak yang baik, misalnya, dengan sekedar mengucapkan terima kasih secara tulus, apalagi berharap ABB akan mengurangi intensitasnya menegakkan dar al-Islam di bumi NKRI
Terlalu banyak korban jatuh karena ulah ABB selama 20 tahun terakhir ini. Itu sebabnya, Jokowi terasa sangat tidak sensitif dengan mereka. Jokowi juga terkesan diskriminatif dengan berbagai persekusi yang kerapkali menerjang teman-teman Kristen, atau Korban HAM masa lalu.
Sesungguhnya, ia sedang berada dalam sebuah situasi politik yang “sudah jatuh tertimpa tangga pula,” Pendukungnya telah siap angkat koper. Asupan suara dari kelompok sebelah belum pasti didapatnya.
Lalu apa yang ingin dibuktikan Jokowi?
Sederhana. Ia sedang mendemonstrasikan level tertinggi dari apapun sumber spiritualitasnya, sangat mungkin agama. Saya percaya Jokowi setulus GD. Ia tak silau dengan harta. Jabatan akan digunakannya untuk melakukan hal-hal yang terbaik menurutnya.
Termasuk melakukan hal menantang yang hampir tidak mungkin dilakukan orang lain. Emoh korupsi dan implementasi proyek infrastruktur yang ambisius adalah bukti konkritnya.
Membebaskan Baasyir lebih awal dari yang seharusnya, dengan alasan, kemanusiaan adalah hal yang paling berat, seberat ia datang menjenguk Arifin Ilham maupun aksi Gus Dur yang mendatangi Pak Harto sesaat setelah ia dilantik menjadi presiden.
Kata “rahim” dalam tulisan “bismillah” diterjemahkan “merciful” dalam bahasa Inggris. Artinya, kemampuan memaafkan yang dimiliki seseorang padahal ia punya segalanya untuk menghukumnya secara keras. Jokowi melakukan itu.
Ia senyatanya juga telah menunjukkan kualitas keislamannya dengan menerapkan aspek paling berat untuk mendapatkan mencapai kebaikan (al-birr); mempertaruhkan hal penting dalam politik elektoral, yakni hilangnya dukungan dan luapan kemarahan, demi hal ini.
Mereka marah karena Jokowi tengah menerapkan kemanusiaan (humanity) ilmu tertinggi dalam keterbatasanku menjumputi remahan dari segudang kebajikan Gus Dur.
ABB bisa jadi akan memimpin rapat untuk menyusun rencana aksi merongrong negeri ini dengan prilaku makarnya, setelah keluar penjara. Jika betul, ia pasti akan digelandang lagi ke pengadilan. Namun tugas semua orang, termasuk Jokowi, adalah tetap memercayai; bahwa pada dasarnya setiap orang adalah baik karena hal itu adalah pilar utama kemanusiaan.
Tak jadi presiden pun, aku tetap akan mengagumi Jokowi atas upayanya menerapkan slogan agung “Suro diro jayaningrat. Lebur dening pangastuti,”
Teruslah berbuat baik, Pak Jokowi.
Namun jujur saja, hatiku masih sakit.