Pelajaran dari “Layangan Putus”: Ditinggal Pergi Suami, Apakah Harus Mendendam?

Pelajaran dari “Layangan Putus”: Ditinggal Pergi Suami, Apakah Harus Mendendam?

Media sosial diramaikan oleh kisah haru mommy ASF dengan lika-liku hidupnya bersama empat orang anak dalam catatan “layangan putus”,

Pelajaran dari “Layangan Putus”: Ditinggal Pergi Suami, Apakah Harus Mendendam?

Dalam beberapa minggu terakhir, media sosial diramaikan oleh kisah haru dua orang wanita tangguh yang ditinggalkan oleh suaminya. Pertama, mommy ASF dengan lika-liku hidupnya bersama empat orang anak dalam catatan “layangan putus”, dan kedua, driver ojek online bernama Wa Ode Siti Zuhro Badia yang terpaksa membawa kedua anak kecilnya ketika bekerja.

Ketika kisah mereka berdua silih berganti mewarnai laman timeline dari Facebook hingga Instagram, banyak netizen terenyuh oleh betapa kuatnya mereka menghadapi cobaan hidup tersebut. Bahkan ada beberapa yang mengungkapkan betapa kecewanya mereka terhadap perilaku pasangan mereka yang tidak bertanggungjawab. Namun yang terpenting dari kesemuanya, berbagai ucapan motivasi dan pemacu semangat bermunculan, mengharapkan mereka tetap sabar dan kuat menghadapi ujian berat itu.

Terlepas dari respon mantan pasangan mereka, ketegaran dua ibu perkasa ini mengingatkan kita bahwa seperti halnya bentuk rezeki lain, pasangan kita adalah titipan atau amanah, yang suatu saat bisa saja memilih untuk menghilang, berpindah ke lain hati, atau juga meninggal.

Ketika hal itu terjadi memang wajar saja kita sedih dan gundah-gulana, bahkan kecewa berat. Seluruhnya tentu manusiawi, karena secara hakikat manusia diciptakan sebagai makhluk yang lemah tak berdaya. Namun, berlarut-larut dalam kesedihan dan hanya meratapi nasib, pastinya tidak akan mengubah keadaan.

Saat jatuh, kita boleh saja sedih dan menangis, tapi tetap menyemangati diri bahwa tiap ujian yang diberikan adalah cara Allah menunjukkan kasih sayangnya. Bahkan Nabi SAW bersabda, “Sungguh, besarnya pahala bersamaan dengan besarnya cobaan. Apabila Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Barangsiapa yang rela, maka baginya ridha-Nya, dan barang siapa yang benci, maka ia akan mendapatkan kebencian-Nya,” (HR. At Tirmidzi).

Dari hadis tersebut, kita dapat mengambil hikmah bahwa ujian adalah wujud cinta Allah pada hambaNya. Betapa sedih kita melihat bahwa haru biru jatuh bangun dua wanita tadi, di balik itu semua, mungkin ini cara Allah SWT untuk menaikkan derajat mereka.

Sama halnya ketika guru memberikan soal ujian kepada murid-muridnya, tentu guru tersebut tahu bahwa siswanya mampu. Tujuannya tidak lain adalah menguji kemampuan mereka, yang kemudian hasilnya dijadikan indikator apakah pelajar ini naik kelas atau tidak.

Selain berpikir positif bahwa ujian adalah salah satu bentuk perhatian Allah SWT pada hambanya, dari dua ibu tegar ini, kita belajar juga bahwa mendendam pada mantan suami adalah perbuatan sia-sia belaka. Kekecewaan berat yang mereka tanggung justru makin memacu mereka untuk terus berjuang menghidupi putra-putri mereka yang masih kecil.

Mungkin inilah yang disebut oleh psikolog sebagai the power of disappointment, kemarahan dan kekecewaan yang selanjutnya direduksi ulang menjadi energi positif untuk melanjutkan perjuangan menyongsong hari-hari ke depan. Bahkan dalam potongan kisahnya, mommy ASF juga menyampaikan bahwa ia tetap mendoakan ayah anak-anaknya meski mereka kini tidak lagi sejalan.

Sikap ini mengingatkan kita akan teladan Rasul yang juga mendoakan penduduk Thaif yang melemparinya dengan batu. Alih-alih terpacu amarahnya, Rasul justru menolak tawaran malaikat yang akan membalas keburukan mereka, dan malah mendoakan kebaikan bagi mereka dan berharap keturunan selanjutnya menjadi umat yang bertaqwa.

Merujuk teladan nabi tadi, kita juga seharusnya tetap yakin bahwa balas dendam terbaik, bukan membalas keburukan dengan keburukan, tapi justru dengan menawarkan kebaikan, bahkan doa keselamatan. Terlebih, buah berbuat baik akan menguntungkan kita sendiri, bukan orang lain. Jadi, seburuk apapun orang memberlakukan kita, kemarahan dan emosi hanya akan menyisakan penyesalan.

Dan ingat, betapapun rapuhnya kita atas gelombang cobaan yang kita terima, seperti mommy ASF dan Ibu Wa Ode, alangkah lebih baik bila kita terus berpikir positif karena tentu akan ada kemudahan yang mengiringi. Bukankah Allah sendiri sudah berjanji dalam Q.S Al-Insyirah ayat 6 bahwa sesungguhnya bersamaan dengan kesusahan itu terdapat kelapangan? Sebab, seperti nasihat Ali bin Abi Thalib, “yakinlah, ada sesuatu yang menantimu setelah sekian banyak kesabaran (yang kau jalani), yang akan membuatmu terpana hingga kau lupa betapa pedihnya rasa sakit.”

Jadi bila kita merasa kita sudah di posisi paling ambyar ketika ditinggal pergi sang suami/istri maupun kekasih, percayalah dibalik itu semua, Allah sedang menyiapkan takdir terbaik yang bisa jadi menghapus segala memori buruk yang pernah kita lewati sebelumnya.

Wallahu a’lam.