Para Pecinta Maulid di Britania Raya

Para Pecinta Maulid di Britania Raya

Jadwal maulid di Britania Raya diatur sedemikian rupa agar tidak bertabrakan dengan jadwal siaran bola.

Para Pecinta Maulid di Britania Raya

Ketika menerima undangan perayaan Maulid di sebuah masjid di Southampton, United Kingdom (UK), saya sangat antusias. Bukan karena tertarik dengan peristiwanya, tapi rasa keingintahuan saya yang besar tentang bagaimana komunitas-komunitas Muslim di Inggris merawat tradisinya, menjaga kulturnya.

Kebetulan, Pakdhe Didiek Wiyono, sesepuh PCI Nahdlatul Ulama Inggris sedang semangat, mengajak berangkat bareng. Pada Sabtu (8/12/2018) yang sendu, gelap yang merayap, kami berangkat menuju Masjid Abu Bakr, di Saint Mary, Southampton, untuk merayakan Maulid.

Kami berangkat setelah menuntaskan laga seru Chelsea verus Manchester City. Untungnya, acara Maulid diselenggarakan pas setelah jam tayang sepakbola. Di negeri sepakbola ini, acara-acara keagamaan, atau perayaan komunitas, biasanya diatur jadwalnya agar tidak bertabrakan dengan jadwal siaran sepak bola.

Ya, di Inggris, sepakbola sudah seperti agama. Orang datang berduyun-duyun ke stadion bola pada akhir pekan, untuk mendukung tim kesayangan. Bisa dipastikan, akhir pekan merupakan hari dimana sepakbola dan olahraga menjadi ritual. Stadion sepakbola dibangun megah layaknya gedung teater untuk menampilkan pesona dari masing-masing bintang sepakbola.

Seusai pertandingan sepakbola, komunitas muslim masjid Abu Bakr baru datang satu persatu. Perayaan maulid dimulai setelah shalat Isya, atau jam 19.00 PM. Waktu shalat memang bergeser bergantung musim. Siang yang pendek dan malam menjadi panjang, pertanda musim berganti.

Ini musim menjelang Winter, musim gugur hampir berlalu. Pepohonan di sepanjang jalan University Road atau di Avenue Park, Southampton, sudah kehilangan mahkotanya. Daun-daun yang menguning dan kemerahan sudah rontok. Sendu, meski bukan kelabu.

Merayakan Maulid Nabi Muhammad dengan saudara-saudara dari Pakistan, India, Bangladesh, Iran, Afghanistan, Sudan, dan beberapa negara Asia Tenggara, tentu sebuah kemewahan. Sebagian besar muslim di Inggris memang dari imigran, dengan orang-orang dari Pakistan dan India dengan populasi yang besar.

Komunitas muslim Pakistan dan India yang bermukim di Inggris sangat kuat. Mereka berjejaring dengan antar komunitas, yang biasanya berbasis masjid. Di antara masjid-masjid, meski memiliki tradisi, aliran, dan basis massa yang berbeda, mereka saling mendukung, saling menguatkan.

Meski komunitas muslim dengan basis penduduk Pakistan dan India sangat dominan, orang-orang muslim dari kawasan Afrika dan Timur Tengah juga memberi warna. Mereka biasanya keturunan dari keluarga migran dari negara-negara bekas jajahan Inggris, atau negara common wealth. Di antaranya, Ceylon, Afrika Selatan, hingga Malaysia.

Perayaan Maulid di komunitas-komunitas muslim di Inggris diselenggarakan dengan cara berbeda. Ada yang melantunkan shalawat dengan model dziba’i, puji-pujian dalam bahasa Urdu, atau berceramah mengulas teladan Nabi.

Di masjid Abu Bakr,  Syaikh Khaleed Hossein memberi ceramah. Syaikh Khaleed ini lahir di Pakistan dan besar di Inggris. Sejak usia 8 tahun, ia bersama orang tuanya bermigrasi ke Britania Raya. Ia belajar Islam di masjid dekat kediamannya, serta mengaji dan menghapal al-Qur’an dari seorang Imam.

Dalam ceramahnya, ia berkata betapa beruntung menjadi kaum muslim di Inggris, negeri yang jauh dari kota kelahiran Nabi Muhammad. “Sudah ada jutaan umat manusia pasca kenabian Muhammad, kita beruntung menjadi di antara orang-orang yang mengamalkan Islam, menjadi muslim,” ungkap Syaikh Khaleed.

“Perayaan Maulid itu istimewa. Jika perayaan peristiwa besar agama-agama lain hanya sebatas selebrasi, tidak dengan tradisi muslim. Kita mencintai Muhammad, dengan meneladaninya, dengan belajar darinya,” jelas Syaikh Khaleed Hossein. Tidak ada caci maki dalam ceramahnya, yang ada hanya ajakan untuk saling mengasihi dan berbuat kebaikan.

Di Inggris, komunitas muslim tumbuh pesat. Orang-orang imigran menyumbangkan porsi besar dari pertumbuhan ini. Dibandingkan dengan orang-orang British, Irish, maupun penduduk di kawasan Wales. Tapi, ekosistem politik Inggris, memberi orang kesempatan yang sama untuk mengekspresikan pikiran dan ritual kepercayaannya, apapun agama dan latar belakang etnisnya.

Bahkan, Shadiq Khan, seorang muslim keturunan Pakistan berhasil menjadi Walikota London. Shadiq Khan banyak diapreasi atas prestasi dan kinerjanya mengelola pemerintahan di London.

Populasi muslim di Inggris tumbuh pesat dalam beberapa dekade terakhir. Bahkan, Islam menjadi agama kedua terbesar di Inggris. Agama Kristen (Christian, dari berbagai ordo), menjadi agama pengikut paling banyak. Kemudian, Islam menempati populasi dengan jumlah sekitar 3 juta orang, atau 5 persen dari seluruh penduduk United Kingdom (data Office for National Statistics, 2018). Disusul kemudian pemeluk Hindu, Singh dan Yahudi.

Berbagi kehangatan di tengah Maulid dengan sesama muslim di Inggris, sangat menyenangkan. Maulid menjadi silaturahmi, jembatan cinta dan kasih sayang  bagi para pecinta Muhammad, Baginda Nabi kita.

Perayaan Maulid di masjid Abu Bakr dipungkasi dengan menyantap masakan biryani. Aroma daging kambing dan sapi yang menyembul dari olahan nasi Basmati, khas komunitas Pakistan-India. Dari kelezatan nasi biryani, kami sesama pecinta Kanjeng Nabi Muhammad, berbagi kerinduan (*)