Salah satu persoalan zaman now yang cukup menarik perhatian adalah status shalat seseorang yang sedang melakukan perjalanan menggunakan pesawat. Terlebih lagi jika yang bersangkutan sedang dalam perjalanan melakukan haji atau umrah.
Telah banyak para ulama kekinian yang membahas tatacara shalat semacam ini. Sebagian ada yang menganjurkan untuk berwudhu sebisanya, atau bertayammum menggunakan debu yang menempel di sandaran kursi, shalat dengan duduk, menghadap ke arah kepergian pesawat, ada juga yang berpendapat salat dengan cara berdiri dengan mencari tempat yang memungkinkan, biasanya di sebelah toilet pesawat, dan menghadap ke arah kiblat.
Jika disederhanakan, ada dua macam persoalan terkait hal ini, yakni status bersuci dan tatacara shalat. Persoalan pertama tentang bersuci, sepertinya agak tidak memungkinkan untuk melakukan wudhu di dalam pesawat mengingat penggunaan air di dalam pesawat yang sangat dibatasi dan dikhawatirkan membahayakan penerbangan. Demikian juga dengan bertayammum, sebagaimana kita tahu bahwa tayammum wajib menggunakan debu yang berasal dari tanah, dan sepertinya agak mustahil dan membuat ragu apakah di sandaran kursi terdapat debu yang mencukupi untuk tayammum.
Persoalan selanjutnya adalah tatacara shalat. Sebagaimana kita ketahui bahwa ada perbedaan antara tatacara shalat sunnah dan fardhu bagi seorang musafir. Musafir yang melakukan shalat sunnah boleh melakukan shalat dengan tidak berdiri dan tidak menghadap kiblat, artinya menghadap ke arah perjalanan kendaraan. Lain halnya dengan salat fardhu, tetap mensyaratkan berdiri dan menghadap kiblat. Sehingga, dengan mengasumsikan penumpang pesawat tersebut masih dalam kondisi tidak batal wudhunya, dia bisa melakukan salat fardhu dengan berusaha berdiri dan menghadap kiblat, dengan mengambil tempat di sebelah toilet pesawat atau tempat lainnya yang memungkinkan. Dia juga bisa melakukan shalat sunnah dengan duduk di kursi pesawat menghadap ke arah perjalanan.
Meski demikian, tetap agak riskan juga perihal diatas, terutama dalam hal menjaga tetap suci selama di pesawat dan apakah jika kita melakukan salat di tempat sebelah toilet, hal itu akan diizinkan oleh kru pesawat?.
Jika memang sederet tatacara diatas tidak memungkinkan, maka yang perlu dilakukan oleh penumpang pesawat saat waktu shalat tiba ialah melakukan salat fardhu meski tanpa bersuci, dalam posisi duduk dan menghadap ke arah perjalanan pesawat, dengan konsekuensi nanti jika sudah sampai di bandara, ia wajib mengulang (i’adah) salatnya. Salat demikian ini disebut sebagai salat li hurmatil waqti (salat menghormati waktu). Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Imam Abu Ishak Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Syirazi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Kairo: Dar al-Hadits, 2000, juz I, hal. 392:
وَيُعِيدُ مَنْ لَمْ يَجِدْ مَاءً وَلَا تُرَابًا فَالصَّلَاةُ لِحُرْمَةِ الْوَقْتِ
Artinya: “Dan melakukan pengulangan salat bagi orang yang (salat) tidak menemukan air (untuk berwudlu), tidak pula debu (untuk tayammum). Maka salat yang ia lakukan untuk menghormati waktu.”