Bagi Anda yang ingin memilih guru yang tepat, penting kiranya untuk mendengarkan nasihat dari Raden Mas Subadya atau Ingkang Sinuhun Sri Suhuhunan Pakubuwono IV yang memerintah pada tahun 1788-1820 dari Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Melalui karyanya yang sangat terkenal, yakni Serat Wulangreh.
Serat ini sendiri merupakan karya Jawa klasik dalam bentuk puisi 13 macam tembang (pupuh) macapat, yakni Dhandhanggula, Kinanthi, Gambuh, Pangkur, Maskumambang, Megatruh, Durma, Wirangrong, Pocung, Mijil, Asmaradana, Sinom, dan Girisa.
Ketigabelas macam tembang ini berisi ajaran-ajaran moral kehidupan ditulis pada saat Pakubuwono IV bertahkta. Adapun istilah ‘Wulang’ sama artinya dengan ‘pitutur’, yang bermakna ajaran. Sedangkan ‘Reh’ berasal dari bahasa Jawa kuno yang artinya jalan, aturan, atau lelaku untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, Wulangreh dimaksudkan sebagai ajaran hidup untuk mencapai kehidupan yang harmonis.
Sebagai kitab atau serat yang berisi ajaran moral kehidupan, tentu Pakubuwono IV dalam karyanya ini memiliki pandangan yang begitu khas terkait sosok seorang guru yang harus diteladani. Sebagaimana yang dikatakannya dalam bait Dhandangggula;
“Sasmitaning ngaurip puniki // mapan ewuh yen ora wruh // tan jumeneng uripe // akeh kang ngaku-ngaku // pangrasane sampun udani // tur during weruh ing rasa // rasa kang satuhu // rasaning rasa punika // upayane darapon sampurna ugi // ing kauripan.”
(Rahasia kehidupan sesungguhnya // memang sulit jika tidak mengetahuinya // sehingga tidak tegak dalam hidupnya // banyak yang mengaku-aku // merasa bahwa telah memahami // namun belum memahami tentang rasa // atas rasa yang sebenarnya // rasa dari rasa itu juga // carilah hingga juga hingga sempurna // di dalam hidupnya)
“Nanging yen sira ngguguru kaki // amilliha manungsa kang nyata // ingkang becik martabate // sarta kang wruh ing kukum // kang ngibadah lan kang wirangi // sokur oleh wong tapa // ingkang wus amungkul // tan mikir pawewehing liyan // iku pantes sira guronana // sartane kawruhana.”
(Namun jika berguru wahai anakku // pilihlah manusia yang sudah nyata // yang baik akhlaknya // serta yang memahami hukum // yang ahli ibadah dan ahli mengendalikan diri // sangat beruntung jika mendapatkan ahli tafakur // yang telah meninggalkan urusan dunia // sehingga sudah tidak memikirkan pemberian orang lain // itu yang pantas tempat engkau berguru // serta syarat dan rukun berguru pun harus kau ketahui)
Dari nasehat Pakubuwono IV dalam Serat Wulangreh mengenai sosok guru di atas, setidaknya terdapat 4 kriteria guru yang patut diteladani, yakni:
Pertama, seorang guru harus baik akhlaknya, hal ini penting ditempatkan sebagai urutan pertama dalam mencari sosok seorang guru. Karena sejatinya tugas guru adalah membangun peradaban suatu masyarakat yang peran dan posisinya diharapkan dapat membenahi dan membimbing umat dengan santun dan bijak.
Kedua, sosok seorang guru yang paham akan hukum-hukum atau ilmu. Sehingga di dalam membimbing umat tidak mendustakan antara perkataan dan perbuatan.
Ketiga, sosok guru yang ahli ibadah, dan
Keempat, sosok guru yang alim serta tidak terlena pada perkara-perkara dunia seperti jabatan politik dan uang.
Namun, jika tidak menemukan sosok yang diharapkan seperti di atas, Pakubuwono IV pun memberikan peringatan untuk tetap bersikap hati-hati dalam memilih sosok seorang guru. Sebagaimana nasehatnya:
“Lamun ana wong micareng ngelmi // tan mupakat ing patang prakara // aja sira age-age // anganggep nyatanipun // saringana dipun baresih // limbangen lan kang patang prakara rumuhun // dalil kadis lan ijemak // lan kiyase papat iku salah siji // anaa kang mupakat.”
(Jika ada seseorang ahli ilmu // jika tidak sesuai dengan empat hal // janganlah engkau segera // mempercayai kebenarannya // telitilah dengan benar // pertimbangkan dahulu kebenarannya dengan empat perkara // yaitu dengan dalil khadits, ijma // dan kiyas, di antara yang empat itu salah satunya // harus ada yang mendasarinya)
Itulah beberapa nasehat Pakubuwono IV mengenai sosok seorang guru yang dewasa ini sangat penting direnungi. Di tengah-tengah sikap para pemuka agama yang mengaku sebagai guru dengan seenaknya berbicara tanpa dasar melalui kemudahan yang diberikan teknologi seperti youtube.
“ngelmu iku kalakone kanthi laku, lekase lawan kas, tegese kas nyantosani, setya budya pangekese dur angkara” (Ilmu itu bisa dipahami harus dengan cara, cara pencapaiannya dengan cara kas, artinya kas berusaha keras memperkokoh karakter, kokoh budi akan menjauhkan diri dari watak angkara).
Wallahu a’lam.