Puluhan tahun silam, Indonesia telah menuai kemerdekaan. Saat itu bulan Oktober tahun 1945, beberapa bulan setelah Proklamasi digaungkan, ancaman kemerdekaan terus berdatangan. Sekutu masih belum puas menggempur Bumi Pertiwi. Banyak daerah kembali didatangi untuk dikuasai.
Tentu saja seluruh masyarakat Indonesia tidak menyerah. Mereka bahu-membahu melawan penjajah, terlebih di beberapa daerah yang dijadikan incaran. Di antaranya ialah kalangan santri. Banyak tokoh pesantren turut ikut melawan. KH. Hasyim Asy’ari (1871-1947), KH. Wahab Hasbullah (1888-1971), dan kyai-kyai pesantren lainnya memerintahkan santri-santri agar turut menghadang Sekutu.
Seruan tersebut tertuang dalam Resolusi Jihad. Fatwa ini memantik semangat bela negara. Jiwa dan raga dipertaruhkan. Berhari-hari, Surabaya menjadi medan juang. Peristiwa ini memakan korban hingga 16.000 orang Indonesia. Sedangkan tentara lawan lebih dari 2.000 orang tewas. Perjuangan heroik dan patriotik ini memuncak pada tanggal 10 November 1945. Semua masyarakat sepakat tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Pahlawan bagi Indonesia, hingga saat ini.
Dari tahun ke tahun, Hari Pahlawan hadir sebagai pengingat bahwa jasa pahlawan bagi Indonesia begitu besar. Sekolah-sekolah mengajak siswa-siswinya untuk ziarah ke makam pahlawan. Stasiun TV menayangkan acara sejarah yang merujuk pada perjuangan bangsa. Media siber gencar mengenalkan para pejuang mulai dari profil para pahlawan, peristiwa perlawanan bangsa, hingga informasi-informasi mendalam terkait dengan kepahlawanan. Tidak ketinggalan, akun-akun media sosial mengunggah ucapan Hari Pahlawan.
Tidak lain adalah untuk mengingatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya pemuda untuk senantiasa mengingat dan merenungkan makna hari tersebut. Lalu, apakah harus berhenti di situ?
Melanjutkan Cita-Cita Pahlawan
Di satu sisi, pahlawan memiliki arti yang tidak satu. Pahlawan belum tentu hanya merujuk pada seseorang yang ikut berperang demi membela bangsa. Pada hakikatnya, pahlawan merupakan orang yang berani berkorban membela kebenaran. Karena itu, setiap orang tua adalah pahlawan, karena mereka membesarkan anak-anaknya. Memberikan kebutuhan yang cukup agar anak-anaknya bisa tumbuh dengan sehat. Setiap guru adalah pahlawan, karena mereka senantiasa memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi semua muridnya.
Setiap petani adalah pahlawan, karena terus memproduksi padi sebagai bahan pangan utama seluruh masyarakat. Setiap dokter adalah pahlawan, karena selalu siap siaga membantu orang yang sakit. Setiap tim SAR (search and rescue) adalah pahlawan, karena menyelamatkan korban yang sedang tertimpa bencana. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Hermawan anggota Banser Mamuju yang meninggal saat bertugas membantu penanganan dampak gempa Palu dan Donggala awal bulan yang lalu. Syahrul Anto penyelam relawan yang bergabung dengan Basarnas gugur saat menjalankan tugas mulia mengevakuasi korban pesawat Lion Air JT 610 pada 2 November 2018.
Adalah keniscayaan bagi generasi muda untuk melanjutkan ruh perjuangan. Meskipun tantangan dan bentuknya berbeda, akan tetapi semangat pengorbanannya sama. Memberikan sumbangsih bagi bangsa dan negara. Dalam banyak riwayat hadis, Nabi Muhammad saw menegaskan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia lain.
Dalam kitab al-Mu’jam al-Kabir, karya Imam al-Thabrani (260-360 H), diceritakan dari Sayidina Ibnu Umar ra, bahwa suatu ketika ada seorang sahabat yang mendatangi Nabi Muhammad saw. Sahabat ini menanyakan dua hal. Pertama, siapa orang yang paling dicintai Allah ta’ala. Kedua, amal baik apa yang paling disukai Allah swt. Mendengar pertanyaan ini, Rasulullah saw menjawab bahwa orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain. Sedangkan amal yang paling dicintai Allah adalah memberikan kegembiraan pada sesama. Meringankan beban dan kesulitannya.
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ وَأَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ (رَوَاهُ الطَبْرَانِي)
Artinya: Rasulullah saw bersabda: “Paling dicintainya manusia di sisi Allah adalah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia lain. Dan paling disukainya amal adalah memberikan kegembiraan kepada sesama muslim.” (H.R. al-Thabrani)
Pahlawan adalah salah seseorang yang mengorbankan kepentingannya untuk orang lain. Jika di masa pergerakkan kemerdekaan, pahlawan berjuang melawan penjajah, maka generasi muda mesti dapat melanjutkannya. Hanya saja dalam bentuk yang berbeda. Sekarang, Indonesia bukan negara konflik. Bukan negara yang harus melawan berhadapan langsung dengan penjajah. Saat ini, Indonesia ditantang untuk terus mempertahankan kesatuan dan persatuan. Caranya adalah dengan meredam konflik horizontal yang terjadi. Menjunjung tinggi perdamaian. Serta saling percaya dengan sesama anak bangsa.
Pemuda Harapan Bangsa
Jika waktu diputar hingga 73 tahun silam, di saat golongan muda memaksa golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, maka secara tidak langsung pemuda memiliki peran besar dalam kemerdekaan negeri ini. Ketika itu, pemuda telah memiliki kesadaran yang penuh bahwa kemerdekaan harus dilaksanakan secara mandiri, tanpa ikut campur tangan Jepang.
Pemuda memiliki peran yang cukup signifikan di sini. Pemuda lagi-lagi menunjukkan kekuatannya demi membela bangsa dan negara. Pemuda dalam peristiwa ini merupakan pahlawan negara. Terlepas bahwa terdapat banyak peran orang-orang yang lebih senior di belakangnya, namun kobaran semangat pemuda-lah yang mendorong terciptanya kemerdekaan.
Kini, kobaran semangat tersebut bisa dilanjutkan dalam bentuk merawat kesatuan bangsa. Pemuda harus aktif dan kreatif merawat kemajemukan Indonesia. Perbedaan suku, agama, ras, dan antar golongan harus disikapi dengan bijak. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Indonesia akan menjadi negara yang maju jika persatuan dikokohkan. Perbedaan tidak harus dijadikan sebagai benih perpecahan. Akan tetapi dijadikan sebagai modal sosial. Bergandeng tangan bekerjasama. Bertukar ide dan gagasan untuk kemajuan.
Islam sangat mendorong umatnya untuk senantiasa berpikir maju menebar kebaikan. Sebaliknya, Islam mengecam orang yang berbuat kerusakan. Rasulullah saw menjanjikan barang siapa yang memelopori kebaikan, maka orang tersebut akan mendapatkan pahala setara dengan orang yang mengerjakan kebaikan tersebut. Begitu juga, orang yang mengajak pada keburukan dan kerusakan, maka ia akan mendapatkan dosa orang yang mengikuti kerusakan itu.
Di tengah pesatnya kemajuan teknologi dan sarana informasi, pemuda harus tampil di garda terdepan. Memaksimalkan potensi teknologi untuk kebaikan bersama. Bukan turut andil ikut arus sebaran berita bohong ataupun ujaran permusuhan. Pemuda muslim harus kreatif mengejawantahkan nilai-nilai luhur Islam. Bentuk dan artikulasinya bisa beragam sesuai dengan perkembangan, akan tetapi subtansinya sama. Sebagai misal mendakwahkan Islam yang ramah dalam media sosial. Islam adalah agama cinta dan kedamaian. Akar kata Islam sendiri merujuk pada kata keselamatan. Maka dari itu, menampilkan wajah Islam yang rahmatan lil alamin di era sekarang adalah bentuk tantangan tersendiri.
Jangan sampai wajah Islam tertutup oleh amarah, Bahkan tertimbun oleh kepentingan golongan ataupun kelompok tertentu. Adalah contoh yang kasat mata, di mana wajah Islam dibajak oleh gerakan-gerakan radikalisme dan terorisme. Sebagai misal ialah ISIS dan tindak bom bunuh diri. Rasulullah saw, para sahabat, dan salafusshalih mendakwahkan Islam secara arif dan bijak.
Dalam kontek dakwah Islam di Nusantara, Walisongo mengenalkan Islam tanpa disertai peperangan. Tetapi melalui jalur kebudayaan. Sehingga tanpa disadari, Islam dapat diterima dan mengakar di masyarakat.
Hari ini, pemuda memiliki pilihannya sendiri untuk menjadi pahlawan. Pemuda tidak boleh apatis. Pemuda harus optimis dan aktif. Di antaranya ialah menjaga keutuhan negeri, dari serangan apapun dan siapapun. Memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk kemajuan. Memaksimalkan teknologi untuk sinergi dan kolaborasi. Di titik inilah medan juang generasi muda terbentang. Mari kita bergandeng tangan. Menghidupkan ruh semangat para pahlawan.
Tulisan ini juga dimuat dalam: Buletin Muslim Muda Indonesia, Edisi 43/Jum’at, 9 November 2018