Obituari: Gus Mus dan Cintanya Kepada Bu Nyai Fatma

Obituari: Gus Mus dan Cintanya Kepada Bu Nyai Fatma

Obituari: Gus Mus dan Cintanya Kepada Bu Nyai Fatma

Ketika berbicara tentang cinta, Gus Mus selalu menyunggingkan senyum dan mata yang berkaca-kaca. Hal itu terlihat ketika ia ditanya oleh Najwa Sihab di Mata Najwa dalam episode ‘Panggung Gus Mus’ tentang sajak-sajak yang dibikin pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin itu.

“Sajak cinta saya hanya untuk dia (istri) dan untuk Dia (menunjuk ke atas) yang ‘mu’ kecil itu istri dan Mu besar itu yang di atas,” tutur Gus Mus.

Sajak yang dimaksud adalah sebuah puisi yang ditulis di Rembang tahun 1995 bertajuk ‘Sajak Cinta’. Coba kita simak beberapa bait puisi ini:

cintaku kepadamu belum pernah ada contohnya

cinta romeo kepada juliet si majnun qais kepada laila

belum apa-apa

temu pisah kita lebih bermakna

dibandingkan temu-pisah Yusuf dan Zulaikha

rindu-dendam kita melebihi rindu-dendam Adam

dan Hawa

Jika kita melihat pemilahan kata bait puisi di atas terlihat jelas bagaimana beliau memang penyair, yang mampu mengotak-atik kata dan memilih padanan untuk dijadikan kalimat yang bagus dan kuat.  Lebih dari itu,  kalimat itu juga menunjukkan begitu dalamnya cinta Gus Mus kepada istrinya, begitu kuat dan mengena.

Kita kerap mendengar kisah Romeo-Juliet bikinan Shakespeare dan kita tahu bahwa mereka juga dipisahkan oleh maut, begitu halnya kisah Qais dan Laila. Yusuf dan Zulaikha juga menyimpan bara yang luar biasa, maupun kisah Adam-Hawa yang dipisahkan oleh jarak dan waktu.

Sisi romantis Gus Mus ini pula yang membuat Bu Nyai Fatma jatuh hati. Bahkan menurutnya hal itu sudah dilakukan  sejak masih muda. Hal itu kerap dilakukannya, apalagi mereka berdua adalah tetangga dan sejak kecil. Jatuh cinta kerena biasa berjumpa.

“Katanya sih sudah ngincer sejak SD,” tutur Bu Nyai Siti Fatma.

Mungkin itu adalah cinta monyet, tapi waktu membuktikan sebaliknya. Saya menduga, Bu Nyai fatma adalah cinta pertama Gus Mus, begitu pula sebaliknya. Tapi, berhubung masih kecil, tentu saja hal itu tidak mungkin terjadi. Bu Nyai Fatma juga menolak.   Hingga keduanya beranjak remaja dan berpindah kota untuk nyantri dan sekolah di kota yang berbeda.

Gus Mus nyantri dan sekolah lagi sampai ke Kairo (Mesir). Perjuangan Gus Mus untuk mendapatkan beliau juga tidak gampang. Dari Al Azhar (Mesir) beliau kerap mengirimkan surat-surat cinta kepada Bu Nyai. Dan,  hal itu yang membuat Bu Nyai akhirnya luluh. Gus Mus pun mempersunting putri Kiai Basyuni ini pada 19 September 1971.

“(Bapak) memang romantis. Kemarin pas ulang tahun dibuatkan sajak juga,” tambahnya.

Romantisme keduanya itu yang membuat kita patut iri.  Apalagi, ia membuat sajak sederhana yang begitu manis. “Waktu dia ulang tahun saya tulis, ‘tetaplah muda bersamaku, wahai istriku’,” tutur Gus Mus.

581226_3573446870367_1359989046_n

Ya, ungkapan yang begitu sederhana dan penuh dengan cinta. Tumbuh, dewasa, menjadi tua dan kembali menjadi muda bersama-sama. Beginilah cinta sejati. Tetaplah muda bersamaku, wahai istriku.

Dan hari ini, Kamis (30/6) di RSUD Rembang, istri yang begitu dicintai oleh Gus Mus itu berpulang ke Rahmatullah. Tentunya kita semua bersedih, namun kisah keduanya akan tetap abadi seperti halnya sajak beliau bertajuk Sajak Putih Buat Kekasih (I998) begini:

Aku datang pergi berharap dan kecewa

Tapi biarlah

Kasih,

Biar kebersamaan kita dengan demikian

Abadi.

Selamat jalan, Bu Nyai …