Nuzulul Qur’an dan Perubahan Sosial

Nuzulul Qur’an dan Perubahan Sosial

Nuzulul Qur’an dan Perubahan Sosial

Misi kerasulan Nabi Muhammad Saw. yang membawa perubahan besar dalam kehidupan umat manusia tidak dibekali dengan ideologi politik tertentu. Sang Nabi tidak tergesa menjawab kegelisahan atas kondisi masyarakatnya dengan aksi-aksi nyata, yang justru bisa menemui kegagalan besar. Ia benar-benar ingin berhasil. Butuh waktu panjang untuk berpikir, mempertimbangka segala sesuatunya, sampai harus butuh tempat khusus-Gua Hira.

Belum ada gambaran sama sekali apa yang mesti dilakukan. Akhirnya, malam itu tiba, Allah melalui Jibril menjawab. Wahyu pertama yang turun memberi bekal mendasar kepada Muhammad Saw untuk mewujudkan cita-citanya memperbaiki kondisi masyarakatnya. Ada beberapa hal mendasar yang harus dipahami. Pertama, harus yakin bahwa semua kejadian di alam semesta ini tidak muncul begitu saja, tetapi ada yang menghendaki, ialah Sang Pencipta. “Bacalah (Muhammad) dengan nama Tuhanmu yang menciptakan”. Prinsip ini sedari awal mengingatkan bahwa peran Tuhan adalah prima causa. Manusia boleh berkehendak dan berusaha, tetapi Tuhanlah sang penentu.

Kedua, perubahan yang hendak dilakukan obyek dan subyeknya adalah manusia. Sekali lagi Tuhan mengingatkan, “Tuhanlah yang juga menciptakan manusia dari segumpal darah.” Dua prinsip ini adalah fondasi keimanan. Perubahan hendaknya didasari prinsip keimanan semacam ini. Nabi Muhammad diingatkan bahwa sebelum merubah obyek, manusia,maka manusia sebagai subyek harus mampu berubah dulu. Selain itu pemahaman mendalam akan manusia yang nantinya dirubah,diajak berubah harus dikenalnya, mengenal diri sebagai bagian dari manusia pada umumnya akan sangat membantu kelak dalam tugas kerasulan. Bagaimana mungkin seseorang akan mengajak berubah orang lain sementara dia tidak mengenal yang diajak? Mengenal asal adalah prinsip. Semua manusia itu asalnya sama, maka juga punya potensi sama. Tugas dakwah tidak boleh tutup mata atau tidak mau tahu terhadap siapa yang dijadikan sasarannya.

Ketiga, sehebat apapun perubahan kelak yang dihasilkan manusia harus tetap memuliakan Tuhan,sebab Dia lah yang Mahamenentukan. Yang hebat, yang mulia tetaplah Tuhan. “Bacalah dan Tuhanmulah yang Mahamulia” . Prinsip ini mengajarkan bahwa akhlak, menjunjung Tinggi Allah adalah mutlak. Tidak boleh dakwah justru dilakukan dengan penghinaan, merendahkan martabat kemanusiaan. Tidak boleh.

Keempat, bahwa upaya perubahan membutuhkan media, metode, biaya dan lainnya. “Tuhan lah yang mengajar manusia melalui (perantara) Qalam”. Upaya perubahan bukan perkara sim salabim, seperti sihir. Ia butuh banyak hal. Sebab Tuhan akan merubah juga akan ada proses di dalamnya.

Tetapi, Tuhan tetap punya cara misterius yang tidak diketahui dan disadari manusia. “Tuhanlah yang mengajar manusia apa-apa yang tak diketahuinya”. Inspirasi, ide bisa digali dan diupayakan, tetapi selalu saja ada cara Tuhan yang bekerja secara misterius. Manusia harus percaya itu, tetap rendah diri, sebab upaya manusia bukan satu-satunya faktor keberhasilan.

Nah, apakah anda mau melakukan revolusi mental? Sudahkah anda kenal yang membolak-balikkan mental anda? Sudahkah anda mengenal mental anda sendiri, yang nanti sebagai agen perubahan? Jika tidak, revolusi itu hanya akan menjadi monster pemaksa perubahan dan kelak akan melumatkan diri anda sendiri.

*) Sururi Arumbani, redaktur TV9 Surabaya