NU-Muhammadiyah Minta Pilkada Serentak Diundur Saat Covid-19, Tapi Pemerintah Ogah

NU-Muhammadiyah Minta Pilkada Serentak Diundur Saat Covid-19, Tapi Pemerintah Ogah

NU-Muhammadiyah Minta Pilkada Serentak Diundur Saat Covid-19, Tapi Pemerintah Ogah

Pandemi corona telah menginjak satu semester, terhitung sejak diumumkannya kasus positif covid-19 di Indonesia oleh Presiden Jokowi Maret silam. Tidak saja mengguncang sektor ekonomi dan menyancam nyawa jutaan warga Indonesia, tetapi pandemi ini, ditengarai, akan berdampak juga pada masa depan demokrasi. Telak, Pilkada serentak yang sedianya dijadwalkan Desember 2020 mendatang menjadi sorotan publik.

Dua Ormas Islam terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah, kompak menyatakan agar Pilkada ditunda. Dan, ditunda bukan berarti ditiadakan. Ini semata-mata untuk alasan keselamatan banyak orang.

“Nahdlatul Ulama meminta kepada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk menunda pelaksanaan tahapan Pilkada serentak tahun 2020 hingga tahap darurat kesehatan terlewati. Pelaksanaan Pilkada, sungguh pun dengan protokol kesehatan yang diperketat, sulit terhindar dari konsentrasi orang dalam jumlah banyak dalam seluruh tahapannya,” demikian pernyataan sikap PBNU, dilansir NU Online.

Lebih jauh, menurut pernyataan sikap tersebut, perhelatan politik di Indonesia pada umumnya selalu identik dengan pengerahan massa dalam jumlah besar yang memungkinkan terjadinya penyebaran virus dalam jumlah yang masif.

“Sebagaimana lazimnya perhelatan politik, momentum pesta demokrasi selalu identik dengan mobilisasi massa. Kendatipun ada pengetatan regulasi terkait pengerahan massa, telah terbukti dalam pendaftaran paslon terjadi konsentrasi massa yang rawan menjadi klaster penularan.”

Senada dengan itu, PP Muhammadiyah meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan DPR untuk meninjau kembali pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di masa pandemi Covid-19. ini seperti dikatakan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti dalam konferensi persnya, Senin (21/9/2020).

“Kami sampaikan bahwa usulan Muhammadiyah agar pelaksanaan Pilkada 2020 dipertimbangkan dengan seksama untuk ditunda pelaksanaannya,” kata Mu’ti, dikutip Kompas.com.

Terpisah, lewat Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman, Istana menyatakan bahwa Pilkada Serentak 2020 tak akan ditunda demi menjaga hak konstitusi rakyat.

“Penyelenggaraan Pilkada 2020 tetap sesuai jadwal, 9 Desember, demi menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih dan hak memilih,” ujar Fadjroel, dalam keterangan tertulis, Senin (21/9/2020).

Lebih lanjut, ia menambahkan bilamana Presiden Joko Widodo juga menyatakan bahwa penyelenggaraan Pilkada tidak bisa menunggu pandemi berakhir. Sebab, tidak ada satu pun yang mengetahui kapan pandemi Covid-19 berakhir.

Menurut Fadjroel, Pilkada di masa pandemi bukan mustahil. Hal itu juga dilakukan negara-negara lain seperti Singapura, Jerman, Perancis, dan Korea Selatan, yang menggelar Pemilu di masa pandemi dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Karenanya, demikian Fadjroel, berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020, pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 harus menerapkan protokol kesehatan tanpa mengenal warna zonasi wilayah.

Yah, gimana ya, dilema memang. Tapi, sekali lagi, ya gimana ya, KPU-nya sendiri nyatanya telah dinyatakan sebagai positif Covid-19, dan terbaru, Menag Fachrul Razi juga menyusul og. Padahal, ekhm, kurang ketat apa lagi protokol kesehatan seorang menteri dan pejabat KPU?