Nilai Kemanusiaan Ramadhan di Negeri Dua Niel

Nilai Kemanusiaan Ramadhan di Negeri Dua Niel

Nilai Kemanusiaan Ramadhan di Negeri Dua Niel

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang selalu dinanti oleh umat muslim di dunia, tak terkecuali umat muslim yang ada di Negeri Dua Niel (sebutan untuk negara Sudan), negara miskin yang  gersang dengan ibu kota yang berada di Khartoum. sampe saat negara ini masih menerima sanksi embargo dari Amerika Serikat. Sudan merupakan negara islam yang berada di Afrika Tengah dengan mayoritas penduduknya memeluk agama Islam Sunni-Sufi.

Berpuasa di Sudan merupakan tantangan tersendiri, khususnya bagi para pelajar dari Negara Asia Tenggara, karena puasa di Sudan selalu jatuh di musim panas, yang suhunya bisa mencapai 45 derajat dan waktu puasanya pun lumayan agak lama yaitu sekitar 14,30 jam (Imsak 04.42, Maghrib 19,16). Bisa menikmati puasa di Negeri Dua Niel ini adalah suatu kenikmatan tersendiri, karena jika bisa merasakan bagaimana panasnya sudan, ditambah dengan puasa sebulan penuh, bisa dibayangkan betapa nikmat dunia ini, bagi mereka yang ada di Indonesia.

Namun ada yang unik ketika bulan ramadhan tiba, dan ini sangat jarang kita temukan ketika berada di Indonesia, ya,,, Ramadhan di Sudan mungkin seperti di negara negara arab lainnya seperti Saudi, Mesir dan negara negara arab lainnya, yang penuh dengan suasana sangat harmonis, dan saling berbagi, baik kesesama warga negara ataupun warga negara asing yang ada di Sudan, bagi orang sudan ramadhan adalah bulan untuk berbagi keberkahan dan berbagi kesesama, maka janganlah heran jika bulan ramadhan tiba, kita akan menemui sebuah pemandangan yang beda dengan hari hari biasanya ketika di luar bulan ramadhan.

Jika kita bercerita tentang kota Madinah, bahwa setiap kali menjelang berbuka puasa, kita mendekat ke komplek-komplek masjid, maka kita akan diperebutkan oleh orang-orang sekitar untuk dijamu dengan hidangan-hidangan berbuka yang sangat banyak, namun jika di lihat dari negara Saudi Arabia  sendiri, yang kaya raya akan minyak, maka hal seperti ini bisa dan bisa dikatakan lumrah, karena penduduk setempat sangatlah kaya, tentu shadaqah mereka berimbang dengan harta yang mereka miliki, tapi bagaimana jika kejadian di atas terjadi di sebuah negara miskin, yang kena embargo seperti sudan??

Suasana Ramadhan di Sudan berbeda dengan negara negara islam lainnya di dunia, daerah daerah yang ada di sudan baik itu di ibu kota Khartoum ataupun di luar ibu kota, baik di daerah plosok ataupun pinggiran sungai niel, ketika ramadhan tiba, ada sebuah adat yang dilaksanakan oleh masyarakat sudan selama sebulan penuh selain sholat trawih 8 rokaat, adat tersebut adalah mengadakan buka bersama untuk khalayak umum, baik itu berada di komplek komplek masjid ataupun di pinggiran jalan raya, dengan menu khas sudan. budaya ini dilakukan di sudan sejak turun temurun setua sudan itu sendiri,  oleh karena itu ramadhan di sudan terasa istimewa sekali, karena rasa untuk saling berbagi di sudan sangat terasa sekali pada bulan ramadhan.

Sudan yang biasanya bising di sore hari, padat merayap, macet, sampe tidak ada angkutan yang kosong setiap lewat, seolah tersulap menjadi negara yang tentram, tanpa kemacetan di sore hari dan tanpa kepadatan penumpang yang menunggu angkutan kosong, keadaan seperti ini muncul hanya pada bulan ramadhan, masyarakat sudan yang ramah dan selalu menyediakan banyak makanan berbuka, namun  bukan hanya takjil buka puasa tapi makanan untuk buka puasa, mereka menjajakan makanannya di pinggiran jalan, di depan halaman agar orang yang berlalu lalang di jalan bisa melaksanakan buka puasa pada waktu adzan tiba, mereka berbagi makanan dengan kenalan, tetangga, juga orang yang tidak mampu serta orang yang lewat di depan mereka. Silahkan singgah ke sudan, untuk merasakan nikmatnya ramadhan di negeri para sufi ini. []