Neno Warisman, Perang Badar Pilpres 2019 dan Lele Mabuk

Neno Warisman, Perang Badar Pilpres 2019 dan Lele Mabuk

Kisah Neno Warisman dengan doa mengancam ini membuat kita bertanya-tanya tentang Perang Badar yang dipolisikan

Neno Warisman, Perang Badar Pilpres 2019 dan Lele Mabuk

Air laut mulai keruh dengan datangnya hujan tiada henti. Angin sepoi sepoi dan seekor gagak jawa terbangun dari tempat tidurnya, menggaungkan suaranya. Sedangkan lele lele tak berdaya, diterjang lumpur dan sampah sampah plastik hibahan manusia.

Lantas, lele pun segera memanjatkan doa demi keselamatannya. Ya Allah, tolonglah kami, seluruh penghuni dusun lele, dari cobaan ini, jika tidak Kau tolong kami, saya khawatir pecinta dan pedagang pecel lele akan mati kelaparan. Saya juga khawatir imam besar masjid sebelah tak mau makan ikan lainnya dan kemudian mati keracunan. Dan jika mereka mati, saya khawatir tidak akan ada yang menyembahMu.

Setelah memanjatkan doa tersebut, si lele dan kroninya mati terhempas lumpur keruh ke timur menjauhi arah kabah. Jutaan lele mabok dan mati menepi ke pinggir laut. Lele yang mabok dan mati itu menjadi berkah bagi para nelayan, pemulung, penjual pecel lele, hingga bapak presiden.

Sudah, lupakan lele yang mabuk agama dan mabuk air keruh tadi. Mari menuju kisah di seberang laut sana. Kisah perang badar di Indonesia 2019.

Perang badar tahun ini, sangatlah berbeda dengan perang badar abad kedua hijriah. Ini menjadi perang terkonyol sepanjang peradaban ikan salmon, mujaer, cupang, hiu dan lumba lumba. Perang tanpa senjata, dengan kesaktian 212, dan mengabaikan kapak wiro sableng.

Perang badar kali ini penuh dengan munajat cinta, kayak lagunya Ahmad Deny. Berbunyi, “Malam ini kusendiri, tiada Tuhan yang menemani, seperti malam malam, yang sungguh petang. Hati ini selalu sepi tak ada Tuhan yang menghiasi. Seperti suket teki yang selalu mati. Tuhan kirimkan lah aku, Presiden yang baik hati, yang berhektar hektar tanah untuk tidak dibagi.”

Aneh memang seorang Neno dari kubu 212 pun berdoa bak Nabi (palsu) yang mengharapkan kemenangan capres idolanya. Jika tidak menang, Neno khawatir dia (eh, orang-orang) tidak akan menyembahNya lagi. Weleh weleh, galak amat ya bu Neno. Tuhannya dihardik dengan kekhawatiran yang tidak beralasan.

Puisi, doa atau ocehan Neno ini membuahkan reaksi yang luar biasa di jagat maya. Tidak hanya di media sosial, ocehan Neno juga menjadi perbincangan banyak orang. Dari pencopet, tukang salon hingga tukang gali kubur.

Tukang gali kubur pun menjadi khawatir dengan ucapan Neno, serta berpikir keras dengan pilihan politik. Karena, itu menentukan keberlangsungan hajat hidupnya dan keluarga. Jika, kubu 212 kalah, maka tidak akan ada yang menyembah Allah. Jika tidak ada yang menyembah Allah, maka banyak orang kafir. Kalau sudah kafir, banyak orang tidak perlu dikuburkan.

Tukang gali kubur pun bingung tidak kepalang. Hajatnya akan terenggut oleh euforia pemilu tahun ini. Sebelum ia menerima nasib buruk, ia lantas menguburkan diri ke dalam tanah, agar tak lagi terniang oleh omongan Neno. Karena, ia khawatir jika kubu 212 menang, ia tidak akan kebagian tanah.

Kekhawatiran kekhawatiran itu segera diluruskan oleh Pak Kiai. Bahwa perang badar sesungguhnya bukanlah perang merebutkan kursi politik atau jabatan tertentu. Perang badar adalah perang kaum muslimin menghadapi kaum kafir Quraisy yang gemar merampok dan membunuh. Perang tersebut dengan komposisi pasukan muslim 313 orang dan pasukan Quraisy 1000 orang.

Dengan komposisi umat islam yang sedikit itulah, nabi lantas berdoa mengharap pertolongan Allah, “Ya Allah, menangkanlah kaum muslimin dalam peperangan ini, jika kami tidak menang, kami khawatir tidak akan ada lagi yang menyembahMu.”

Doa nabi tentu dalam ketakutan yang luar biasa saat perang besar pertama kalinya, dengan jumlah pasukan yanh sedikit. Di mana nabi utusan Allah untuk menyempurnakan akhlak manusia inilah sebagai pimpinan perang. Seorang nabi bukan seorang Neno, apalagi seekor Lele.

Mabuknya manusia akan agama yang dikaitkan dengan politik seperti mabuknya ikan lele yang terkena serangan lumpur tadi, bahkan lebih parah dari dewa mabuk usai menghabiskan anggur 100 botol. Doa atau ocehan Neno saat munajat 212 sangat dikecewakan.

Ia memanjatkan doa sebagaimana doa nabi saat perang badar abad kedua hijriah dalam konteks politik elektoral republik ini. Dukungan dengan mengatasnamakan Tuhan dan merendahkan Tuhan dengan mengkhawatirkan “Allah tidak akan disembah oleh hambanya, jika timnya kalah.”

Apakah itu sekedar ketakutan Neno dan kawan kawan. Jika timnya kalah, tim 212 tidak akan menyembahNya. Apa mungkin seperti itu. Hanya isi hati Neno dan Tuhan yang tahu.

Agama sangatlah suci, islam sangatlah ramah, Allah pun sangatlah penyayang dan pengasih. Tidaklah ada sedikitpun kekhawatiran bagiNya untuk tidak disembah. Allah tidak butuh kasih dan belas kasihan manusia agar diriNya disembah. Allah adalah dzat Yang Maha Kuasa.

Gus Dur dalam bukunya islam tidak perlu dibela menyatakan sebagai berikut; Tuhan tidak perlu dibela, Dia sudah Maha Segalanya, belalah mereka yang diperlakukan tidak adil. Tuhan tidak perlu dikhawatirkan, Dia sudah Maha Segalanya, khawatirkan mereka yang tanahnya dirampas oleh si dia, dia dan dia lagi.

Dalam doa sejuta umatnya Jason Ranti pun didendangkan, “Ya Tuhan lindungi aku selalu, ya Tuhan jagalah aku selalu. Dari nabi-nabi palsu, jualan yang menipu, isi ceramah yang jauh. Karena Gusti ada dihati, Kurasi Gusti tinggal dihati.”

Akhir kata, semoga kita terhindar dari ocehan nabi-nabi palsu, dan ustadz ustadzah abal abal yang akhir ini berseliweran jadi tim kampanya. Dan semoga mereka mendapat hidayah dan pengampunanNya. []