Negara Berpenduduk Islam Hendaknya Melakukan Reformasi Hukum Keluarga

Negara Berpenduduk Islam Hendaknya Melakukan Reformasi Hukum Keluarga

Negara Berpenduduk Islam Hendaknya Melakukan Reformasi Hukum Keluarga

Akademisi Ziba Mir Hosseini mengatakan negara-negara mayoritas berpenduduk Islam sangat berkepentingan melakukan reformasi hukum keluarga. Hal ini akan menjadi titik tolak bagi keadilan terhadap perempuan.

“Dalam hukum keluarga, hak-hak perempuan di ruang domestik ditentukan dan berpengaruh kepada peran-peran sosial dan politiknya di ruang publik mereka,” kata Ziba Mir Hosseini dalam peluncuran buku”Reformasi Hukum Keluarga Islam” di Gedung LIPI, Jakarta, Rabu. Ia menambahkan bahwa kepentingan perempuan sudah seharusnya menjadi perhatian dalam ranah keluarga.

Hal senada dikemukakan oleh Lies Marcoes, Direktur Rumah Kita Bersama. Ia mendorong agar isu-isu kesetaraan gender bagi perempuan selalu diperhatikan seiring dengan tumbuhnya demokrasi di suatu negara. Menurutnya semakin demokratis sebuah negara seharusnya semakin adil terhadap relasi antara lelaki dan perempuan di dalam keluarga. “Tapi untuk mewujudkannya tidak mudah karena kerap posisi perempuan yang tidak setara di ranah keluarga kerap terganjal norma-norma agama. Perempuan di keluarga kerap ada di rumpun ibadah sehingga hukum yang mengaturnya sulit berubah. Maka, reformasi hukum keluarga merupakan keniscayaan untuk mewujudkan keadilan itu sendiri,” katanya seperti dilansir kantor berita Antara.

Lena Larsen yang juga penyunting buku “Reformasi Hukum Keluarga Islam” mengatakan bahwa Indonesia merupakan contoh bagaimana reformasi hukum keluarga bisa terwujud. Di Indonesia, hukum Islam mampu bersanding dengan selaras bersama hukum Barat dan hukum adat sehingga membentuk hukum nasional. Ia memberikan contoh Peraturan Mahkamah Agung No 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Perma itu menjadi bukti Indonesia menjadi negara berpenduduk Islam yang terdepan dalam mengembangkan analisis gender. Perma 3/ 2017 mendorong perlunya sensitivitas gender dalam mengadili perkara yang melibatkan perempuan sebagai pencari keadilan.

Larsen juga mengapresiasi Indonesia dengan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang berhasil melahirkan fatwa kewajiban negara melakukan pencegahan perkawinan anak, pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan pencegahan kerusakan lingkungan karena berdampak langsung pada anak dan perempuan.