Naskah Pidato Buya Siradjuddin Abbas: PERTI dan Revolusi [Bag-5]

Naskah Pidato Buya Siradjuddin Abbas: PERTI dan Revolusi [Bag-5]

PERTI tidak pernah absen mewujudkan sesuatu persatuan yang berfaidah untuk agama dan negara, baik yang bersifat nasional dan maupun yang bersifat internasional.

Naskah Pidato Buya Siradjuddin Abbas: PERTI dan Revolusi [Bag-5]
Buya Siradjuddin Abbas (Sumber poto Wikipedia)

Tulisan ini lanjutan dari bagian sebelumnya, silahkan klik linknya di sini untuk membaca naskah pidato sebelumnya. 

Saudara-Saudara

PERTI sedari dulu memuja persatuan, gandrung kepada persatuan sehingga namanya pun, Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Dalam riwayat hidupnya, PERTI tidak pernah menyendiri, selalu ingin bersatu dan selalu mengusahakan persatuan itu.

PERTI ikut bersama-sama dalam setiap aksi bersama, PERTI ikut dalam Kongres Rakyat Indonesia menuntut Parlemen di zaman kolonial. PERTI ikut bersama-sama di dalam Majelis Islam Tinggi pada zaman Jepang.  PERTI ikut bersama-sama BKMI (Badan Kongres Muslimin Indonesia) yang dibentuk di Yogyakarta bulan Desember 1949, PERTI ikut aktif dalam Liga Muslimin Indonesia, PERTI ikut dalam musyawarah partai-partai politik yang didirikan tahun 1952.

PERTI ikut aktif sekarang dalam BAMPORI (Badan Musyawarah Partai dan Organisasi Islam) yang baru-baru ini didirikan. Dan juga PERTI ikut aktif dalam mewujudkan suatu Konferesi Islam Asia Afrika di Indonesia dengan tujuan untuk mempersatukan umat Islam yang 500 juta banyaknya di Asia-Afrika guna melawan dan menentang imperialisme dan kolonialisme di Asia-Afrika dengan obor semangat Bandang dan juga untuk memperkuat dakwah Islamiyah di seluruh dunia.

Kesimpulannya dapat diambil, bahwa PERTI tidak pernah absen mewujudkan sesuatu persatuan yang berfaidah untuk agama dan negara, baik yang bersifat nasional dan maupun yang bersifat internasional.

Kalau ada orang yang mengatakan PERTI tidak menginginkan persatuan, bahwa PERTI selalu memejah, maka itu adalah fitnahan yang dibuat oleh orang atau golongan, yang kami dari PERTI tidak mau mengikuti hawa nafsu dan kemauannya.

Bertalian dengan soal persatuan ini, baik juga dinyatakan terus-terang, bahwa PERTI menyokong dan bahkan sedari dulu sudah mengamalkan anjuran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno, yaitu mewujudkan di tengah-tengah masyarakat Indonesia Persatuan Nasional yang berporoskan NASAKOM.

Karena PERTI yakin sedari dulu bahwa persatuan nasional yang semacam itulah yang dapat diharapkan dalam mentsabilisasikan politik dalam negeri sehingga tujuan revolusi masyarakat adil dan makmur dapat dicapai dengan segera.

Ada orang yang membisik-bisikan bahwa PERTI menjadi komunis dengan menyokong ide persatuan nasional berporoskan Nasakom yang dianjurkan oleh Bung Karno itu.

Bisikkan itu sangat berbahaya, bukan saja kepada PERTI, tetapi juga kepada kedudukan Bung Karno sebagai Kepala Negara. Karena beliau dianggap menganjurkan sesuatu hal yang bersifat komunistis.

Saudara-saudara

Dapat saya tegaskan di sini, untuk dipegangi dan dipedomani oleh sekalian yang berkepentingan bahwa:

  1. PERTI adalah muslim, menganut paham Ahlussunnah wal Jama’ah yang kokoh dan fanatik dalam arti kata yang baik.
  2. PERTI adalah non-komunis dan non-kristen, tetapi bukan anti komunis dan anti kristen dengan arti tidak bermusuhan dengan kedua golongan itu.
  3. PERTI adalah muslim nasionalis, tetapi PERTI menganggap bahwa agama di atas segala-galanya.
  4. Natijahnya, PERTI sebagai seorang muslim dan nasionalis yang baik dapat bekerjasama untuk membangun negara dan bangsa dengan semua golongan, tegasnya PERTI mendukung ide persatuan nasional yang berporos Nasakom.

Itulah yang PERTI dulu, PERTI sekarang, dan PERTI yang akan datang.

Saudara-saudara

Sekarang sampailah saya pada persoalan yang hangat dihadapi oleh pemerintah dan rakyat Indonesia, yaitu soal neo-kolonialisme Malaysia.

Malaysia adalah bikininan imperialis Inggris yang direncanakan di London pada tahun 1950, yaitu pada waktu kabinet Atlee dengan Ernes Bell sebagai Menteri Luar Negerinya, dengan maksud untuk dijadikan alat mempertahankan kekayaan Inggris di Asia Tenggara dan juga dijadikan tukang pukul melawan apa yang dianggap Inggris bahaya dari utara dan bahaya dari selatan.

Surat kabar Inggris tahun 1950 telah banyak membicarakan ide untuk membangun sebuah dominion Inggris yang kuat di Asia Tenggara dengan menggabungkan menjadi satu daerah: Singapura, Malaya, Hongkong, Sabah, Brunai, dan Serawak.

Kekhawatiran timbul karena melihat kemenangan yang dicapai oleh rakyat Tiongkok di utara dalam menghalau imperialis Inggris dan Amerika Serikat dan kaki tangannya Tjiang Kai Sek dari daratan Tingkok, kemenangan-kemenangan yang dicapai oleh rakyat Indonesia di selatan dalam menghalau imperialis Belanda di Indonesia.

Tetapi pendirian Dominion Federasi itu belum urgent ketika itu, karena antara daerah jajahan Inggris di Asia Tenggara dan RRT masih ada kekuasaan Perancis di Vietnam, apalagi nampaknya RRT tidak ada minat untuk mengambil Hongkong dan Indonesia masih sibuk dengan soal Irian Barat yang belum selesai.

Pada tahun 1955, surat kabar Inggris mulai melangkah dengan Dominion ini, yaitu setelah melihat kenyataan bahwa Ho Chin Min di Vietnam dapat melikwidasi kekuasaan imperialis Perancis dengan menawan tentara Perancis sebanyak 70 ribu di benteng Dien Bien Phu.

Inggris mulai melangkah dengan menghadiahkan Kemerdekaan kepada feodalis-feodalis Malaya dan feodalis-feodalis Singapura dan Brunai dengan tujuan untuk dijadikan dasar bagi pembentukan sebuah federasi yang akan dijadikan alat untuk mempertahankan tanah jajahan itu. Hal ini menjadi mendesak bagi imperialis Inggris pada tahun 1963, karena melihat kemenangan rakyat Indonesia dalam mengusir Belanda di Irian Barat dan melihat kelemahan-kelemahan yang terdapat pada kaum imperialis di Vietnam Selatan di Laos dan Kamboja di Utara Malaya dan di Utara jajahan Inggris itu.

Maka didirikanlah Negara Boneka Malaysia dengan tidak menghiraukan kehendak-kehendak rakyat yang hendak merdeka di daerah-daerah tersebut, dengan memakai Tengku Abdurrahman sebagai alat dan pion

Tujuan yang betul dari proyek neo-kolonialisme Malaysia adalah untuk menghalangi dan menindas kemauan rakyat untuk merdeka di daerah-daerah tersebut dan juga untuk dijadikan menjadi pangkalan militer di Asia Tenggara untuk mempertahankan kekayaan dan jajahannya dan untuk merong-rong kemajuan rakyat Indonesia dan kemajuan rakyat Vietnam dan RRT di selatan dan di utara daerah Malaysia itu.

Bahaya yang besar dengan terwujudnya Malaysia, adalah bagi negara dan rakyat Indonesia, karena sangat berdekatan sehingga meriam-meriam dari pangkalan militer daerah Malaysia ditodongkan langsung  ke dada negara dan rakyat Indonesia.

Jadi bagi rakyat Indonesia, perjuangan menentang Malaysia adalah prinsipil. Karena tergantung hidup matinya negara dan rakyat Indonesia ratusan tahun ke depan.

Kalau proyek Malaysia itu langsung hidup, maka kita akan terus di bawah nauangan meriam imperialis-Inggris, dan kalau proyek neo-kolonialisme Malaysia itu gagal, maka kita rakyat Indonesia dan anak cucu kita kemudian hari akan hidup aman dan makmur, bebas dari ketakutan dan bebas dari bahaya ancaman senjata kaum imperialis.

Yang kita inginkan, daerah Malaysia dan Kalimantan Utara yang berbatasan dengan kita menjadi merdeka dan Inggris pulang ke negerinya, sehingga kita dapat hidup rukun dan damai dengan tetangga-tetangga itu.

*Klink di sini untuk membaca tulisan selanjutnya