Nama Islam atau Nama Arab?

Nama Islam atau Nama Arab?

Nama Islam atau Nama Arab?

Sering kali kaum Muslim menganggap bahwa pemberian “nama-nama Arab” dianggap sebagai “nama-nama Islam”. Maka tidak heran jika mereka memberikan nama anak-anak mereka seperti Abdullah dan abdu-abdu yang lain, abu ini dan itu, ibnu ini dan itu dan seterusnya. Yang perempuan Muslimah juga sama menggunakan “nama-nama Arab” yang mereka anggap atau percayai sebagai “nama-nama Islam”. Betulkah demikian? Jawabnya singkat: “Tidak”.

Bahwa nama-nama itu dipakai masyarakat Muslim Arab memang ya tapi kaum non-Muslim Arab (baik yang beragama maupun bukan, Kristen atau Yahudi) juga menggunakan nama-nama yang sama. Ya jelas donk mereka menggunakan nama-nama Arab wong itu memang bahasa mereka, masak pakai nama Bejo, Slamet, Subur, Makmur dlsb. Jika nama-nama yang saya sebut diatas itu eksklusif “nama-nama Islam” tentunya masyarakat Arab non-Muslim tidak memakai nama-nama itu, bukan? Kenyataanya tidak demikian.

Yang sering dilupakan oleh masyarakat Islam zaman kini adalah bahwa kawasan Arab itu baru mengenal Islam pada abad ke-7 M. Sebelumnya, masyarakat Arab itu ya memeluk agama Yahudi, Kristen atau berpegang teguh pada agama-agama suku Arab. Kaum Yahudi Arab atau Arab Yahudi sudah sangat lama di kawasan ini berabad-abad sebelum Islam datang. Umat Kristen juga sama. Sudah sejak abad ke-1 M, mereka hadir di daerah Jazirah Arab dan menjadi agama utama di kawasan Arab sejak kekuasaan Kerajaan Byzantium di adad ke-4 M. Baik Yahudi maupun Kristen kan lahir di Timur Tengah, jadi ya wajar kalau mereka lebih dulu menjamah Jazirah Arab, tempat dimana Islam dilahirkan.

Karena sesama etnik Arab, maka tidak heran jika masyarakat Arab non-Muslim dulu juga menggunakan nama-nama yang persis dengan Arab Muslim. Misalnya data-data hasil ekskavasi arkeologis atas kuburan-kuburan kuno Kristen era pra-Islam, baik di Yordania maupun di Najran (Arabia selatan) yang dulu menjadi salah satu pusat umat Kristen, didapatkan banyak nama-nama batu nisan bertuliskan “Abdullah” yang secara bahasa berarti Hamba Allah. Bukankah nama ayah Nabi Muhammad sendiri yang jelas bukan Muslim juga Abdullah?

Pada era kerajaan pra-Islam seperti Kerajaan Himyar dan Askum juga banyak para tokoh Arab Kristen dan Yahudi yang nama-namanya sangat “Islami”, eh maap, sangat “sangat Arab” atau bahkan “sangat Yahudi” sebut saja Abdullah bin Abu Bakar bin Muhammad, seorang panglima Kristen yang gagah perkasa yang menjadi martir di Najran pada 523 M. Begitu pula Al-Harith yang dikenal dengan nama Santo Arithas yang juga tokoh Arab Kristen terkemuka pra-Islam. Sejarawan Muslim Ibn Hisham dan Ibnu Ishaq juga mencatat nama-nama tokoh Arab Yahudi seperti yang terkenal adalah Dhu Nuwas alias Yusuf Ibn Sharhabil, seorang warlord dari Yaman. Nama “Yusuf” memang “sangat Yahudi” bukan “Islami” karena Yusuf adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Yahudi.

Selain Abdullah, ciri-ciri nama-nama Arab Kristen lain adalah menggunakan kata “Abdul Yasu’, Abdul Masih, dlsb. Salah satu tokoh heorik Arab Kristen pada waktu perang sipil Libanon bernama Kamil Nimr Shamun. Nama-nama beken Arab Kristen lain seperti Ilyas Syakur (Uskup Yarusalem), Makram Khouri (artis), Amil Habibi (penulis), Dawud Turki (sastrawan), Hisyam Zuraik (sutradara), dlsb. Coba perhatikan, nama-nama mereka ini “sangat Islam” atau “sangat Arab”? Nama-nama Arab Kristen yang dipengaruhi tradisi Roma-Eropa baru muncul belakangan seperti George Habbash (seorang tokoh Arab Kristen di Palestina yang mendapat sebutan “al-Hakim”) atau Charles Halu (mantan Presiden Libanon yang seorang Arab Kristen Maronite).

Jadi, soal nama ini yang penting adalah “maknanya” bukan “bahasanya”. Mau pakai nama Arab atau bukan silakan saja hak masing-masing. Yang penting maknanya baik dan mengandung doa yang baik. Jangan mentang-mentang pengin Islami terus memberi nama anaknya “Abu Jahal” (“Bapak Tolol”) atau “Maratul Jarimah” (“Perempuan Kejahatan”). Juga jangan sekali-kali merasa kalau namanya sudah Arab terus ge-er kalau “sudah Islami” apalagi menganggap Muslim yang menggunakan nama-nama non-Arab dipandang “tidak Islami”. Kualitas keagamaan seseorang bukan diukur dari nama tapi dari moralitas dan perilaku individual dan sosial kita. Semoga bermanfaat.

Kent Vale, Singapore