Naisabur saat ini merupakan salah satu kota di provinsi Khurasan, di negara Islam Iran. Kota yang terletak di timur laut Iran ini, merupakan satu di antara empat kota besar yang terletak di wilayah Khurasan pada masa dahulu bersama Herat, Balkh (Afghanistan) dan Marw (Turkmenistan).
Nama Naisabur berasal dari bahasa Persia abad pertengahan yaitu New-Syabuhr, yang mempunyai arti kota Syapur yang baru. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Mu’jam al-Buldan, selain pengucapan dengan Naisabur, kota ini juga sering diucapkan dan ditulis dengan Nishapur, Nishabur, dan Neyshabur.
Sebelum dikuasai oleh pasukan Islam, Naisabur merupakan kota yang berada di bawah kendali kekuasaan Dinasti Sasanid. Sebelum akhirnya Kota ini ditaklukan oleh pasukan Islam pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan, melalui gubernur Bashrah yang bernama Abdullah bin Amir bin Kuraiz pada tahun 31 H (651/652M). Kota yang letaknya berada di sekitar sungai Jihun di Asia Tengah ini, merupakan kota yang termasuk dalam sebutan Maa Wara’a an-Nahr.
Naisabur merupakan salah satu kota yang menjadi saksi kejayaan peradaban Islam di Asia Tengah. Di masa Dinasti Abbasiyah, Naisabur merupakan kota yang sangat terkenal dengan pendidikannya, budayanya, perdagangannya serta arsitekturnya. Selain itu, kota ini juga pernah menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan Dinasti Samaniyah (Samanid) selama kurang lebih 150 tahun.
Kota yang pernah diguncang gempa pada tahun 540 H ini, merupakan salah satu kota besar pada abad pertengahan yang menjadi jalur perdagangan dari Transoxiana, Tiongkok, Irak dan Mesir. Sekaligus tempat tinggal beragam etnis dan agama. Sebelum akhirnya diluluhlantahkan oleh pasukan Mongol pada tahun 1221 M.
Naisabur merupakan kota penting dalam peta sejarah peradaban Islam. Dari kota ini, lahir ulama-ulama besar Islam dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, dengan Madrasah Naisabur sebagai pusat kajian keilmuannya.
Sejarah mencatat, ada sekitar 3000 ulama dalam berbagai bidang keilmuan yang lahir dan muncul dari kejayaan peradaban Islam di Naisabur.
Di antara ulama-ulama besar Islam yang lahir dari Naisabur adalah Imam Muslim (204-261 H), Kemudian ada Ibnu Huzaimah (223-311 H), Al-Hafidz Al-Hakim (321-405 H), Ibnu Hibban (270-354 H), Imam al-Baihaqi (384-458 H), Imam Haramain (419-478 H), Imam Al-Qusyairi (346-465 H), Abu Utsman as-Shabuni yang merupakan Imam Ahlussunnah pada abad ke-5 H.
Selain para ulama di atas, masih ada ulama-ulama lain yang lahir dari kota yang bernama Naisabur, di antaranya adalah Ishaq Ibn Rahwayh, Omar Khayyam, Faridudin Atthar, Asad bin Furat, Ibrahim Ibn Thohman, Abu Ja’far bin Abdullah bin Razin, Abu Sa’id Muhammad bin Yahya pengarang kitab al-Inshaf fi al-Masa’il al-Khilaf, dan lain sebagainya.
Ibnu Batuta dalam rihlahnya ke Naisabur mengatakan bahwa Naisabur sebagai Damsyiq Shoghiroh (Damaskus Kecil). Hal itu dikarenakan di Naisabur banyak kebun buah serta air yang berlimpah.
Selain itu, ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa di Naisabur lah, pertama kali didirikan sebuah lembaga pendidikan Islam yang bernama Madrasah, yaitu Madrasah Miyan Dahiya, yang didirikan oleh Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad 165 tahun sebelum berdirinya Madrasah Nizamiyah dan Madrasah al-Baihaqiyah yang didirikan oleh Abu Hasan Ali al-Baihaqi.
Naisabur dalam literature dunia tasawuf, juga dikenal sebagai kota yang banyak melahirkan para sufi perempuan selain Bashrah. Selain terkenal sebagai kota yang melahirkan ulama-ulama besar Islam dan melahirkan para sufi perempuan, Naisabur juga terkenal sebagai kota yang indah akan batu pirusnya. Serta penghasil keramik, yang memadukan seni keramik Dinasti Sasanid dan seni Asia Tengah. Bahkan di Naisabur juga terdapat Museum Keramik yang bernama Museum Seni Metropolitan.
Sebagaimana kota-kota bersejarah lainnya, di Naisabur juga terdapat tempat-tempat bersejarah. Di antaranya adalah Makam Omar Khayyam, Universitas Islam Naisabur al-Hurrah, Masjid Naisabur, Sahah Omar Khayyam, dan Makam Faridudin Attar.
Wallahu A’lam.