Pada tahun ke 5 pasca diutus menjadi nabi atau bertepatan pada 615 M, Nabi Muhammad memerintahkan para pengikutnya untuk hijrah ke Habasyah, kerajaan yang penguasa dan rakyatnya beragama Kristen. Hijrah ini dipicu oleh sikap orang-orang Quraisy yang terus menyakiti para pengikut Nabi Muhammad.
Kerajaan Habasyah atau Abisinia bagian dari sekutu kerajaan Romawi yang juga penguasa dan rakyatnya mayoritas memeluk Kristen. Nabi melihat, Raja Habasyah dapat melindungi sahabat-sahabatnya dari kekerasan orang-orang Quraisy. Kepada para sahabatnya, Nabi menyampaikan bahwa di Habasyah rajanya tidak pernah menzalimi seorang pun. Karena itu sangat baik untuk dijadikan tempat berlindung. (Ibnu Ishâq, 1978: 174).
Singkat cerita, pada bulan Rajab, tahun ke 5 setelah Muhammad Saw diutus menjadi Nabi, para sahabat dengan jumlah 11 orang laki-laki dan 4 perempuan hijrah ke Habasyah dengan menyeberang Laut Merah. Orang-orang Quraisy sempat mengejarnya, namun tidak sampai, kapal yang dinaiki para sahabat sudah berlayar. Di Habasyah, para sahabat mendapatkan perlindungan yang sangat baik sesuai yang diharapkan Nabi.
Para sahabat tinggal di Habasyah hanya 3 bulan. Pada bulan Syawal ketika tersebar informasi bahwa orang-orang Quraisy akan menerima pengikut Nabi Muhammad di Makkah, sejumlah imigran segera pulang. Ternyata kabar itu tidak benar, orang-orang Quraisy masih memusuhi para pengikut Nabi Muhammad. Menghadapi kenyataan demikian, para sahabat kembali hijrah ke Habasyah dengan jumlah lebih banyak, yaitu 83 sahabat laki-laki dan 19 perempuan.
Kebaikan orang-orang Kristen Habasyah ini meninggalkan kesan mendalam di hati Nabi Muhammad, hingga di kemudian hari (setelah Nabi dan sahabatnya hijrah ke Madinah) ketika orang-orang Kristen Habasyah sowan kepada Nabi, Nabi menempatkannya di masjid, Nabi menyambutnya dengan hangat dan menyuguhi makanan sendiri.
Ketika ditanya perihal alasan yang mendasari Nabi sangat memuliakan tamu orang-orang Nashrani Habasyah itu, Nabi menjawab:
إِنَّهُمْ كَانُوْا لِأَصْحَابِنَا مُكْرِمِيْنَ، فَأُحِبُّ أَنْ أُكْرِمَهُمْ بِنَفْسِيْ
“Mereka (orang-orang Kristen Habasyah) telah memuliakan sahabat-sahabat kami. Karena itu saya sangat senang memuliakannya dengan (menyambutnya) sendiri.” (Huwaidî, 1999: 66).
Melalui kisah singkat di atas, dapat dipahami bahwa hukum asal hubungan Nabi Muhammad dan pengikutnya (Muslim) dengan penganut agama lain bukan didasarkan pada rasa kebencian atau permusuhan, melainkan perdamaian dan kasih sayang.
Nabi meminta perlindungan kepada Kristen Abisinia karena orang-orangnya baik. Sebaliknya, Nabi dan sahabatnya terpaksa “bermusuhan” dengan kerabatnya sendiri, orang-orang Quraisy, karena orang-orang ini zalim dan menindas orang-orang lemah.
*) Penulis adalah Pegiat Komunitas Literasi Pesantren (KLP), tinggal di Bukit Walisongo Semarang