Dalam Islam, air memiliki kedudukan yang penting di mana air menjadi alat bersuci yang paling utama. Bahkan secara istilah, agama memakai term syari’ah yang artinya tempat ke sumber air yang digunakan untuk minum. Allah menjadikan air sebagai bahan baku kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan sebagaimana menjadikan syari’ah sebagai penyebab kehidupan jiwa insani. Begitu pentingnya air bagi kehidupan sehingga Nabi pernah bersabda bahwa sedekah yang paling utama adalah sedekah air. Sabdanya:
أَخْبَرَنَا أَبُو عَمَّارٍ الْحُسَيْنُ بْنُ حُرَيْثٍ عَنْ وَكِيعٍ عَنْ هِشَامٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ سَقْيُ الْمَاءِ
Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Abu ‘Ammar Al Husaini bin Huraits dari Waki’ dari Hisyam dari Qatadah dari Sa’id bin Al Musayyab dari Sa’d bin ‘Ubadah ia berkata: “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling utama?” Beliau menjawab: “Memberi minum air.” (HR. Nasa’i).
Sayangnya, kerusakan alam yang terjadi semakin masif seiring perkembangan peradaban manusia turut menyebabkan degradasi sumber daya air. Perbuatan seperti pengambilan air tanah yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan dan privatisasi atas sumber daya air oleh segolongan kelompok pengusaha juga membuat masyarakat di sekitarnya sulit untuk mengakses air.
Menjamurnya air minum isi ulang merupakan fakta bahwa air bersih bukanlah lagi barang gratis yang bisa didapatkan bebas di alam. Dan karena itulah krisis air tercipta. Dengan menciptakan krisis, kapitalisme masuk untuk mengkomodifikasi air. Air yang sudah diolah dan dikemas akhirnya dapat dijual dan memberi keuntungan bagi pemodal.
Syarat agar air dapat dijual adalah menjadikannya barang privat dan dikuasai sumber airnya agar perusahaan air tersebut dapat terus mengambil keuntungan. Akhirnya air baik itu berasal dari mata air maupun air tanah dikeruk dan dieksploitasi sedemikian rupa sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan serta ketersediaan air bagi masyarakat di sekitarnya.
Padahal air merupakan barang publik yang dapat dinikmati oleh semua orang dan seharusnya tidak dimiliki oleh segelintir orang. Nabi Muhammad saw juga mengakui bahwa air adalah kebutuhan pokok bagi manusia dan mengelompokkannya dalam barang-barang yang menjadi milik umum dan tidak boleh dimiliki oleh perseorangan.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ لَا يُمْنَعْنَ الْمَاءُ وَالْكَلَأُ وَالنَّارُ )رواه ابن ماجه)
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Yazid berkata: telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abu Az Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tiga hal yang tidak boleh untuk dimonopoli: air, rumput dan api.” (HR. Ibnu Majah).
Hadits tersebut menunjukkan bahwa Muhammad SAW telah berusaha membangun sebuah tatanan sosial yang egaliter. Sebuah tatanan di mana alat-alat produksi mendasar (air, rumput, dan api) dikuasai umum dan dimanfaatkan oleh semua orang secara kolektif (Munir Che Anam, 2008).
Yusuf Al-Qardhawy dalam Malamih Al-Mujtama’ Al-Muslim aladzi Nansyuduhu mengatakan berkenaan dengan kepemilikan umum bahwa Islam membolehkan kepemilikan oleh individu akan tetapi jika sesuatu itu merupakan hajat hidup orang ramai maka kepemilikannya menjadi milik jama’ah (umum), sehingga benda tersebut tidak boleh dikuasai oleh seseorang atau sebagian orang saja, mereka mengambil manfaat hanya untuk mereka sendiri, sementara tindakan ini akan mengakibatkan kemudzaratan kepada masyarakat umum (Sulaiman Jajuli, 2014).
Manfaat air juga tidak hanya penting bagi kelangsungan hidup manusia melainkan juga seluruh makhluk hidup yang ada di muka bumi ini. Maka termasuk tanaman, hewan, tanah sekalipun berhak atas air. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. An-Nahl: 10.
هُوَ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗۖ لَّكُم مِّنۡهُ شَرَابٞ وَمِنۡهُ شَجَرٞ فِيهِ تُسِيمُونَ ١٠
Artinya: Dialah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu.
Dengan mengutamakan kebutuhan mendasar akan air untuk seluruh makhluk hidup (manusia, hewan, tanaman, dll), Nabi SAW mencoba mendudukkan air sebagai barang sosial, bukan barang ekonomi. Barang sosial (social goods) adalah suatu benda yang berguna bagi tidak hanya individu, tapi juga penting bagi kehidupan masyarakat dan makhluk hidup lainnya. Tersedianya air bersih secara luas dan terjangkau adalah vital bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk hidup di muka bumi.
Umi Ma’rufah, penikmat kajian Tafsir dan Hadis.