Kiamat sudah dekat, saudara. Tanda-tandanya sudah terlihat jelas di depan mata. Mulai dari paramiliter ormas Islam yang membakar bendera Tauhid, para komedian yang menista agama, hingga yang terakhir acara color run di Bukittinggi yang disusupi LGBTQ karena ada unsur warna-warni pelanginya.
Tapi mari kita fokuskan pembahasan pada satu titik saja. Mengingat pembakaran bendera Tauhid sudah banyak yang membahas dan acara color run di Bukittinggi sudah terselesaikan berkat walikota setempat yang cerdas, bijak bestari, dan logis telah membatalkan izin acara, jadi mari kita bicarakan soal penistaan agama.
Beberapa waktu lalu, dua stand up comedian bernama Tretan Muslim dan Coki Pardede membuat gerah umat kita. Pasalnya, dengan muka tanpa dosa, mereka membuat konten youtube memasak daging babi dicampur sari kurma. Belum lagi setelah daging siap saji, dicampurilah madu dengan kemasan bertuliskan bahasa Arab. Astaghfirullah!
Bagaimana bisa, makanan yang haramnya sampai DNA itu dicampur dengan makanan khas Timur Tengah dan madu yang dibungkus dengan tulisan berbahasa Arab? Ya Allah. Padahal kan bahasa Arab sudah niscaya selalu identik dengan Islam. Sedangkan Timur Tengah adalah wilayah suci di mana semua yang dihasilkan dari sana selalu baik dan berkah.
Kalau ada yang bilang orang-orang Kristen Koptik juga fasih berbicara bahasa Arab, bahkan menyebut Tuhannya dengan Allah, itu pasti hoaks yang sengaja disebar oleh komplotan Liberal Cyber Army. Dan kalau ada yang bilang bahwa semua yang berbau Arab belum tentu baik seperti otoritarianisme keluarga kerajaan Arab yang memutilasi wartawan, ya itu kan memang demi stabilitas kekuasan Bani Saud yang dirahmati Allah, demi kebaikan lah intinya!
Jadi, sesungguhnya yang dilakukan Muslim dan Coki telah auto-mengolok-olok Islam alias menistakan agama. Ini sama menistakannya seperti kalau kita punya kulkas berstempel halal dari MUI tapi untuk menyimpan daging babi. Atau seperti kalau kita punya kosmetik halal tapi meminjamkannya pada perempuan-perempuan kafir. Pokoknya Islam kami harus kaffah.
Kami sebagai umat yang berdiri paling depan dalam membela agama merasa perlu bersuara dalam persoalan ini. Konten memasak di akun Muslim, Last Hope Kitchen, adalah persoalan serius yang perlu menjadi sorotan umat. Hal ini lebih urgen daripada urusan korupsi pakai kode juz, korupsi pengadaan Alquran, korupsi dana haji, apalagi cuma sekadar menipu uang jamaah umroh untuk berfoya-foya.
Ya gimana ya, kalau para pejabat seperti Pak Suryadharma Ali kan levelnya sudah Menteri Agama, jadi beliau pasti sudah paham betul tentang Islam, kalau pun beliau korupsi dana haji mungkin itu sebuah kekhilafan semata. Rasanya tidak masuk akal kalau Menteri Agama menistakan agama.
Sedangkan Pak Yudi Widiana Adia yang tersandung kasus suap dengan memakai juz Alquran dan bahasa Arab sebagai kode korupsinya itu memang tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Lha bagaimana, kan seorang politisi PKS seperti beliau pasti sudah sangat islami sehingga Alquran dan bahasa Arab diresapi betul dalam kehidupan sehari-harinya.
Nah, tapi kalau menjadikan agama sebagai bahan bercandaan seperti Muslim dan Coki, kami terpaksa harus mengambil tindakan tegas. Dua komika dengan selera humor yang tidak ukhrowi sama sekali itu sepertinya ndak mudeng caranya melucu sesuai sunnah. Apalagi katanya mereka tergabung dalam manajemen bernama Majelis Lucu Indonesia atau MLI. MasyaAlloh. Sesungguhnya mereka tidak sadar, bahwa MLI dalam bahasa Ibrani berarti “Aku Yahudi”. Nama adalah doa, saudara!
Banyak media mengatakan bahwa yang dibawakan oleh Muslim dan Coki adalah dark comedy alias komedi gelap. Dari namanya saja kita sudah bisa tahu kalau yang gelap-gelap itu pasti tidak disukai Allah. Jadi, tontonan seperti video-video MLI sebenarnya sangat tidak berfaedah dan banyak madharat-nya. Masih banyak sinetron religi di teve yang lebih layak untuk ditonton, sebab tayangan yang bagus adalah tayangan yang bisa mendekatkan diri kita pada-Nya.
“Lha tapi kan sinetron-sinetron religi seperti azab itu yang sebenarnya mempermainkan agama. Pahala dan dosa serta kesakralan dan religiusitas jadi malah terkesan bercanda. Yang mau tobat malah jadi ngakak.”
Halah! Itu kan cuma komentar miring mereka yang hatinya sudah keras. Lagi pula mereka sepertinya tidak paham soal dunia pertelevisian dan media. Dengan lugunya, mereka tidak tidak bisa menangkap maksud sutradara yang tulus ingin menunjukkan kekuasaan Tuhan. Ya kan tidak mungkin saja kalau para kru sinetron religi itu cuma ingin mengejar rating dan uang. Mustahil.
Sekali lagi, duo akhir zaman itu sudah seharusnya mendapatkan ganjaran setimpal. Mereka belum tahu kekuatan massa bela agama kami yang bersih tanpa kepentingan politik. Mereka belum paham juga meski kami telah memberi pelajaran pada rekan-rekannya, seperti Uus, Joshua Suherman, dan Ge Pamungkas. Mereka pasti juga belum tahu rasanya “diahokkan”. Ingat, kami adalah mayoritas yang pantas menghakimi siapa pun di negara ini. Tapi kalau masih segolongan, ya, kami lindungi.
Tapi kalian, wahai Muslim dan Coki, Anda dan Anda bukan golongan kami! Hiya.. Hiya.. Hiya..
Mohammmad Pandu, penulis adalah pegiat aktif di Islami Institute Jogja.