Musik Pada Masa Nabi SAW

Musik Pada Masa Nabi SAW

Musik Pada Masa Nabi SAW

Imam Al-Bukhari meriwayatkan bahwa, secara maknawi, Nabi SAW  pernah suatu ketika mengatakan akan terdapat dikalangan umatnya golongan yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan alat permainan musik. Hadis dengan makna yang hampir sama juga dapat dijumpai dalam Sunan Abu Daud, Ibn Majah, dan Musnad Ahmad. Ibn Hibban menilai bahwa hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari adalah shahih karena perawi-perawinya termasuk perawi yang tsiqah.

Imam Al-Bukhari, dalam riwayat lain, menceritakan bahwa konon pernah suatu ketika Abu Bakar  melarang dan menghardik kedua budak yag sedang bermain rebana. Mendengar hardikan Abu Bakar, Nabi SAW memerintahkan Abu Bakar untuk membiarkan kedua budak itu memainkan rebana.

Selain riwayat Imam Al-Bukhari, Imam Ahmad juga meriwayatkan bahwa  Nabi SAW pernah pada suatu ketika mengatakan demi zat yang jiwaku dalam genggamannya. Pasti akan datang manusia dari ummatku yang bersuka ria, berbuat bodoh, bermain-main, dan bersendau gurau. Kemudian esoknya mereka berubah menjadi kera dan anjing karna perbuatan mereka yang menghalalkan perkara haram dan nyanyian, meminum-minuman keras, memakan riba, dan memakai sutra. Namun, hadis ini dinilai lemah, oleh Al-Araqi dan Ibnu Hajar.

Secara bahasa, kata musik dalam tradisi hadis Nabi SAW seringkali disejajarkan dengan kata Al-Ma’azif. Imam Ibnu Hajar berpendapat bahwa Al-Ma’azif berarti alat-alat musik. Sementara dalam Al-Qamus, kata Al-Ma’azif berarti alat musik sejenis rebab dan gitar. Berbeda dengan Ibnu Hajar, Al-Qurtuby, mengutip Al-Jauhari, memaknai lafadz Al-Ma’azif dengan nyanyian. Senada dengan Ibn Hajar, Al-Zahabi berpendapat bahwa Al-Ma’azif adalah nama bagi setiap alat musik yang dimainkan seperti seruling, rebeb atau gitar, terompet, simbal atau kecrekan.

Secara umum, musik sudah dikenal oleh bang Arab sebelum kedatangan Islam. Bangsa Arab sendiri konon adalah bangsa yang  mahir dalam bersyair, bernyanyi dan berpidato. Bahkan, bernyanyi dan bermain musik saat itu tidak hanya dilakukan kaum laki-laki saja, tetapi juga kaum wanita yang mahir memainkan musik rumah seperti duff (tamborin) qussaba dan muzma (alat-alat musik sejenis seruling).

Musik barangkali menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan Nabi SAW. Nabi sendiri dalam beberapa kesempatan seperti melarang, sementara dalam kesempatan lain Nabi membolehkan. Musik sebagai tradisi Arab tidak serta merta dihapus oleh Nabi SAW. Dalam beberapa kesempatan Nabi SAW melarang musik karena musik menjadi salah satu misalnya kaum Muslim lalai terhadap kewajibannya. Dengan kata lain, pelarangan atas musik selalu identik dengan sebab-sebab lain yang bertentangan dengan nilai-nilai universalisme ajaran Islam seperti kelalaian.

Di dalam Q.S. Lukman ayat 19 misalnya, dikatakan “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara Keledai. Mengomentari ayat tersebut Al-Ghazali dengan mengambil mafhum mukhalafah berpendapat bahwa Allah SWT memuji suara yang baik, atau dengan kata lain Allah SWT membolehkan mendengarkan nyanyian yang baik. Indikasi lain dari narasi Alquran adalah tertuang dalam Q.S. Lukman ayat 6. Dalam ayat tersebut dikatakan “Dan di antara manusia ada yang membeli (menukar) lahwal hadis untuk menyesatkan orang dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya ejekan. Bagi mereka siksa yang menghinakan”.

Musik di dunia modern sangat gampang untuk dijumpai seperti misalnya di tempat-tempat perbelanjaan, warung-warung kopi, dan sebagainya, dengan beragam jenis dari musik jazz, dangdut, hingga pop. Di dunia modern pula musik menjadi bagian dari dakwah Islam. Fenomena misalnya seperti pengikut Habib Syekh dan adanya fenomena shalawat modern seperti Nisa Sabyan, Gambus, dan sebagainya. Selain itu, di dunia modern musik juga bisa menjadi media terapi untuk penyembuhan penyakit-peyakit tertentu.

Hadis-hadis tentang musik secara tekstual menimbulkan pemahaman bahwa  musik tidak diperbolehkan dalam Islam. Musik adalah salah satu tradisi bangsa Arab yang tidak bisa tidak meski dijauhi oleh kaum Muslim. Muslim manapun yang mencoba untuk tidak mengindahkan perkataan sang Nabi SAW berarti  ia menetang hukum Tuhan. Muslim di masa Nabi SAW adalah muslim yang benar-benar taat. Taat kepada Nabi SAW dan hukum Tuhan. Apapun yang Nabi SAW katakan, mereka akan dengan serta merta mengikutinya. Tidak ada satupun yang kemudian mempertanyakan, apalagi menentangnya.

Nabi SAW sendiri kini sudah tidak dapat dijumpai lagi, hanya konon segelintir saja yang dapat menemuinya, melalui mimpi. Tentang pribadi dan ajaran-ajaranya kini hanya bisa dinikmati melalui teks-teks warisan para ulama, sebagian, atau bahkan mayoritas kaum Muslim menyebutnya dengan hadis, landasan otoritatif pertama kaum Muslim setelah Alquran. Tradisi Arab tempat di mana Nabi SAW menghabiskan seluruh masa hidupnya adalah satu-satunya pahatan tentang bagaimana hukum-hukum Tuhan dibentuk dan menjadi cermin bagi kaum Muslim saat ini.

Di dunia modern, musik barangkali sesuatu yang kehadirannya telah dulu ada sejak sebelum misalnya, bayi dilahirkan. Musik di dunia modern ini telah memenuhi dan menemani keseharian kaum Muslim. Tradisi bermusik telah menjadi tradisi manusia modern dalam menemani segala aktivitas kesehariannya. Bahkan di kalangan tertentu, musik merupakan sesuatu yang dapat menjadi alternatif pelepas penat, stres, dan sebagainya. Dengan kata lain, musik merupakan sesuatu yang mendatangkan kebaikan. Meskipun di tempat-tempat tertentu, musik menjadi bagian sesuatu yang tidak diperkenankan agama.

Dengan menimbang aspek ajaran universalisme Islam,yang lebih menekankan pada tatanan moral, ketimbang hukum,  melalui pembacaan atas hadis-hadis Nabi SAW musik di dunia modern ini, tidak serta merta dilarang. Musik yang telah menjadi bagian dari kehidupan dunia modern, merupakan hal yang justru meski dimanfaatkan dan dapat mendatangkan kebaikan.