Di antara orang-orang mu’min di kalangan umat, ada yang menempati kedudukan mulia pada mathlab muttaqin. Mereka ini yang diisyaratkan oleh al-Qur’an, dimana kitab suci ini menjadi “hudân lilmuttaqîn” (QS. Al-Baqarah ayat 2), yaitu kepada merekalah Al-Qur’an itu menjadi hudân. Orang-orang beriman diperintahkan dan didorong agar senantiasa bertaqawa, di antaranya disebut dengan “ittaqûllôh” (QS. al-Ahzab ayat 70, QS. Ali Imron ayat 102; dan HR Tirmidzi pada kitab ah-Sholah), “in tattaqûllôh” (QS. Al-Anfal [8]: 29), “fattaqûlloh” (QS. at-Taghobun [64], 16) dan “waman yattaqillâh” (QS. ath-Tholaq [65]: 2).
Orang muttaqin, secara umum adalah mereka yang patuh menjalankan perintah-perintah Alloh dan menjauhi larangan-Nya, sehingga orang yang berpuasa Ramadhan itu dimaksudkan agar menjadi orang bertaqwa (QS. Al-Baqoroh [2]: ). Dari sini, semua mereka yang berbuat kebaikan dan beriman, secara umum bisa dimasukkan ke dalam golongan orang yang bertaqwa. Sebagaimana orang beriman, secara umum Alloh juga mengatakan “innalloha waliyyul mu’minîn”, tetapi juga mengkhususkan di antara orang-orang beriman itu ada yang memiliki derajat auliya’, yang juga senantiasa mendapat pertolongannya. Demikian pula, muttaqin secara khusus juga digunakan untuk menyebut mereka yang melakukan amal shaleh tertentu, dan ini menjadi mathlab seorang mu’min yang mulia di sisi Alloh.
Mereka, para muttaqin itu adalah orang-orang beriman, lantaran di dalam hatinya membenarkan adanya Alloh, hari akhir, diutusnya Nabi Muhammad dan apa yang dibawa, kepada yang gaib, malaikat-malaikat Alloh, kitab-kitab dan para Nabi, hari akhir, juga qodho dan qodar Alloh. Dari sisi ini, para muttaqin termasuk ahli tashdiq, yang membenarkan di hatinya, tetapi mereka ini melangkauh jauh dari itu untuk menyempurnakan imannya. Dan, dari sudut itu, taqwa itu menjadi pakaian terbaik dari orang-orang beriman, “walibâsut taqwâ dzâlika khoir” (QS. Al-A’rof [7]: 26).
Mereka yang menempati pada mathlab muttaqin dalam artian khusus, adalah mereka yang memiliki amal saleh tertentu secara ajeg, sebagaimana Alloh menyeru mereka dengan seruan: “wa sâri`u ilâ maghfirotin” dalam ayat ini: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa (QS. Ali Imron [3]: 133). Dengan amalan-amalan khusus, orang-orang muttaqin adalah orang yang bersegara mengharap ampunan Alloh dan menyongsong janji Alloh, dengan surga.
Amal-amal shaleh yang dimasukkan pada mathlab muttaqin ini, disebutkan dalam surat Ali Imron ayat 134-136. Mereka di antaranya dari kalangan “amwalan”, yaitu orang-orang yang menunggang dengan harta-harta mereka di kala sempit ataupun lapang untuk sedekah/infaq. Dan, karenanya dari sudut ini, mereka termasuk ahli shodaqoh, yang menempati dan merasakan keutamaan ahli shodaqoh, dengan kekhususan-kekhususannya, yang disebut oleh Al-Qur’an dengan perlipatan 7, dari 7 dilipatkan menjadi 100, sampai tidak terhingga (QS. Al-Baqoroh [2]: 261); dan disebut “tatsbîtân min anfusihim” atau memperkuat nafs mereka untuk mengenal dan teguh kepada Alloh (QS. Al-Baqoroh [2]: 265). Sementara di kalangan orang miskin, infaq dan sedekah, oleh beberapa hadits Nabi dapat dijalankan dengan kalimah thayyibah dan sholawat, dengan niat yang baik untuk sedekah.
Selain ahli shodaqoh, para pendaki pada mathlab muttaqin, adalah orang-orang yang mampu secara kuat menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang yang pernah berbuat tidak baik kepadanya, dan mengembalikannya kepada Alloh. Dari sudut ini, mereka termasuk orang-orang yang pemurah, kelompok “sakhôwatun nafs”, orang yang pemurah hatinya. Dan, karenanya para muttaqin itu, yang melalui pendakian dengan laku pemurah dan pemaaf ini, akan memeperoleh kekhususan-kekhususan dalam kelembutan “sakhôwatun nafs”, yang disebut oleh Nabi Muhammad kepada Imam Ali dalam kitab Washiyatul Musthafa, sebagai salah satu komponen wali Alloh yang memperoleh keridhoan dan rahmat-Nya. Tidak semua mumin yang beramal shaleh, akan sanggup berlaku pemurah dan pemaaf, dan karenanya ini mathlab khusus bagi seorang muttaqin yang ada di jalan ini, dengan keunggulan-keunggulan yang indah.
Matlab muttaqin juga diduduki oleh orang-orang yang disebut dalam Al-Qur’an dengan, ayat: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui” (QS. Ali Imron [3]: 153).
Mereka adalah orang-orang yang memiliki kesadaran, bahwa manusia itu bukan malaikat yang selalu benar dan bukan iblis yang selalu dalam berisan kejahatan, tetapi memiliki dua potensi itu. Dalam kedua potensi itu mereka adalah orang yang bersegera memohon ampun Alloh manakala berbuat salah, baik dosa besar atau dosa kecil; dan selalu bersyukur menakala dapat melaksanakana kebaikan. Mereka selalu istighfar dan cepat kembali kepada Alloh apabila lupa, dengan kebaikan dan itghfar, dan ini adalah ciri orang yang telah menempati derajat khusus di sisi Alloh. Mereka tidak lama dalam ghoflah mereka, yang ini berbeda dengan kalangan “Man Anab” yang tercebur lama dalam kemaksiatan dan hanya punya keinginan kembali, tetapi dalam realitasnya mereka tidak juga kembali: hanya punya keinginan, dan mereka yang berangkat dari “Miqot Man Anab” ini akan dibahas sendiri.
Pada ayat lain, mereka yang ada pada mathlab muttaqin, atau yang memakai “wa libâs taqwa dzâlika khoir”, adalah mereka yang “al-mûfûna bi`ahdihim idzâ `âhadû (QS. Al-Baqoroh [2]: 177). Mereka ini adalah para penepat janji dalam perjanjian yang dibuat di antara manusia. Orang yang kokoh dalam perjanjian-perjanjian yang dibuat, yaitu perjanjian yang di dalamnya didasarkan pada nilai-nilai yang diafirmasi oleh Alloh dan Rasul, meski tidak harus secara simbolnya dinamakan dengan Arab dan Islam. Menepati janji ini adalah bagian dari komponen orang beriman, tetapi tidak semua orang beriman sanggup melakukannya sebagai jalan yang ditempuhnya, seperti dalam ayat: “Yâ ayyuhalladzîna âmanû aufû bil `uqûd” (QS Al-Maidah ayat 1); dan “aufu bil ‘uqud” (QS. Al-Isra ayat 34).
Di dalam hadits riwayat Muslim, secara khusus mereka yang ada pada mathlab muttaqin ini, juga disebutkan dengan dua amalan, bertaqwa dari keburukan dunia; dan bertaqwa dari nafsu jahat kepada perempuan, dengan kata-kata: “Fattaqûd dunya wattaqunnisâ’ (HR. Muslim). Bertaqwa dari dunia adalah berzuhud, mencarinya secara halal dan menggunakan seperlunya, dan ditunaikan hak-haknya dalam harta; dan bertaqwa dari perempuan adalah menjaga nafsu dari yang tidak halal dan tidak dihalalkan kepada perempuan.
Dalam surat at-Taubah ayat 108, mereka yang ada pada matahlab muttaqin, juga adalah mereka yang disebut “rijâlun yuhibbûna an yatathohharû”, sebagai dasar orang yang memakmurkan mesjid dengan dasar taqwa. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa melanggengkan wudhu dan bersuci, al-muktsu fil masjid untuk i’tikaf disertai dengan akhlak yang baik dan niat yang baik. Mereka itu suka untuk mensucikan dirinya terus menerus melalu berdiam di masjid”, karena merasa kotor dan tidak merasa suci diri, sehingga dia faqir untuk mendekat kerpada Alloh.
Kekhususan mereka dari kalangan “rijâlun yuhibbûna an yatathohharû”, atau mereka yang bersuci lahir batinnya, disebut oleh hadits Nabi Muhammad melalui Imam Ali yang disebut dalam Kitab Washiyatul Musthafa, akan didoakan malaikat terus menerus selama ia berwudhu dan suci; dan mereka ini karena al-muktsu fil masjid, akan memperoleh keutamaan i’tikaf; sementara mereka berjalan ke mesjid untuk berjama’ah, memperoleh keutamaan dalam perjalanan menuju mesjid, yang menurut sebuah hadits dari Tirmidzi disebut dapat menjadi kaffarôt dari dosa-dosa yang telah dilakukan.
Selain kekhususan dengan keutamaannya masing-masing yang ada pada jenis-jenis amal kaum muttaqin itu, para mu’min yang menempati mathlab muttaqin ini, disebut oleh Alloh dengan “waj`alnâ lilmuttaqîna imâmân” (QS. 25:72); dan disebut dengan iman dan percaya kepada hari akhir diberi, “yaj`al lahu makhrojâ” dan “wayarzuqhu min ghoiri lâ yahtasib” (QS. Ath-Tholaq [65]: 2-3); dan bila dia menambah dengan tawakkal kepada Alloh diberi “fahuwa hasbuhu” (QS. Ath-Tholaq [65]: 3), Alloh akan menanggungnya dengan mencukupinya, dari berbagai jalan yang mudah; dan Alloh menyebut “yaj`al lakum furqônân, wayukaffir `ankum sayyiâtikum, wa yaghfir lakum (QS. Al-Anfal, [8]: 29); dan dalam hadits riwayat Tirmidzi dalam al-Birr was Shishilah, disebut: “ittaqillâha haitsuma kunta, wattabi`issayyi’âta al-hasanah tamhuhâ,” dapat menghapus dosa-dosa.
Oleh karena itulah, mu’min yang ada pada mathlab muttaqin disebut “yang paling mulia di antara kamu” menurut Alloh (QS. Al-Hujurat [49]: 13); atau disebut oleh sabda Nabi melalui riwayat Imam Ahmad dengan kata “engkau tidak akan baik dari orang yang berkulit hitam sampai engkau mengungguli mereka dengan takwa (HR. Ahmad); atau melalui riwayat Imam Bukhori disebut: “…man akromannâs: qôla atqôkum”.
Jadi, mathlab muttaqin adalah “kemulian di sisi Alloh”, bukan kemuliaan di sisi manusia. Akan tetapi di antara mereka juga banyak dimuliakan di sisi manusia, karena ketaqwaan mereka dan kebagusan akhlaknya, dan didudukkan oleh Alloh sebagai imam di kalangan qoum; dan imam di kalangan qoum adalah khodimnya qoum, “sayyidul qoum khodimuhum,” bukan sebaliknya. Wallohu a’lam.
*) Nur Kholik Ridwan