Mukjizat Saat Batu Besar Menghujam Kepala Rasulullah

Mukjizat Saat Batu Besar Menghujam Kepala Rasulullah

Apa itu mukjizat yang dialami Rasulullah kali ini?

Mukjizat Saat Batu Besar Menghujam Kepala Rasulullah

Thariq As-Shaidani datang dan bicara tiba-tiba ketika gerombolan orang musyrik berkumpul di rumah Abu Jahal. “Betapa gampang membunuh Muhammad seandainya kalian sepakat dengan omonganku.”

Sorot mata orang-orang tertuju pada Thariq. Penasaran dengan gagasan muslihat pemuda satu ini.

Muhammad tengah bersandar di dinding Ka’bah. Kalau saja salah seorang dari kita pergi membawa batu besar lalu melemparkannya dari atas Ka’bah, Muhammad pasti tewas seketika,” papar Thariq.

Syihab, salah satu peserta dalam persekongkolan jahat itu pun berdiri dan berucap, “Jika kalian mengizinkan, pasti aku akan membinasakan Muhammad.”

Syihab beraksi. Ia naik ke atas Ka’bah sambil membawa batu yang sangat besar yang lantas ia hempaskan ke bawah tepat ke arah tubuh dan kepala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

“Blek!”

Dalam kitab Al-Aqthâf ad-Daniyyah fî Mawâ’idlil Ushfûriyyah dijelaskan, batu tersebut tak langsung terjun ke tanah. Tiba-tiba saja benda berat itu menjauh dari dinding Ka’bah dan tertahan di udara. Baru setelah Rasulullah bangkit dari lokasi sandarnya, batu itu patuh pada hukum gravitasi bumi, jatuh lalu menggelinding ke tempat asalnya.

Syihab yang menyaksikan peristiwa ajaib itu hanya bisa melongo. Nyaris tak percaya dengan kejadian di depan matanya. Seketika ia turun dari atas Ka’bah lalu menghampiri manusia suci itu. Rasulullah tidak marah, bahkan menyambut hangat Syihab yang menyatakan diri masuk Islam. Thariq As-Shaidani, inisiator percobaan pembunuhan Nabi pun turut jadi muallaf, berikut kawan-kawannya yang lain.

Para anggota geng musyrikin Quraisy tersebut beruntung, kala hati mereka membatu dan dipenuhi kebencian terhadap Islam yang menawarkan peradaban luhur, ada mukjizat yang mampu melunakkan hati keras mereka. Persekongkolan jahat menjadi tak berkutik di depan fenomena menakjubkan di luar hukum alam dan batas kemampuan manusia.

Yang jauh lebih beruntung—dan tentu berat—sesungguhnya adalah mereka yang hidup di zaman modern tetapi mau beriman dan menempuh jalan Islam meski tanpa pernah bertatap muka dengan Nabi atau menyaksikan peristiwa adikodrati.

*bisa dibaca juga di sini