Mubazirnya Kartu Pra-Kerja, Padahal Berpotensi Zakat Produktif (2)

Mubazirnya Kartu Pra-Kerja, Padahal Berpotensi Zakat Produktif (2)

Kartu Pra Kerja dari kemunculannya sudah menuai kritik dari pemerhati kebijakan pemerintah. Pasalnya, program ini dinilai terjadi konflik kepentingan serta menghambur-hamburkan anggaran negara.

Mubazirnya Kartu Pra-Kerja, Padahal Berpotensi Zakat Produktif (2)

Dalam tulisan sebelumnya, zakat produktif berpotensi besar untuk membantu masyarakat yang belum bekerja (berpenghasilan) menjadi bekerja. Dan hal ini menjadi sebuah solusi untuk meminimalisir anggaran negara untuk program Kartu Pra Kerja. Yang perlu digaris bawahi adalah bukan soal programnya, melainkan anggaran yang begitu besar, konsep, dan waktu yang sangat tidak pas di tengah polemik Covid-19.

Akan tetapi, jika pemerintah ingin membantu masyarakat mendapatkan sebuah pekerjaan yang menjadi tujuan utama dalam program Kartu Pra Kerja, maka zakat produktif bisa menjadi solusi yang juga sudah terbukti khasiatnya. Anggaran yang tidak banyak dikeluarkan dari pemerintah (karena zakat berasal dari individu, lembaga, instansi dll), objek yang hanya tertentu yang boleh mendapatkannya (mustahik), serta potensi yang besar dalam jangka panjang. Mengutip salah satu kalimat orang zaman dulu, nek ono iwak karo tempe jupuk o iwak.

Dilansir dari Tempo pada survei publik mengenai Kartu Pra Kerja, hasil survei dari lembaga Indikator Politik Indonesia menunjukkan sebagian besar responden tidak setuju dengan skema pelatihan online dalam alokasi dana kartu prakerja.

Sebanyak 38,7% menyatakan tidak setuju, 10,2% menyatakan sangat tidak setuju, 25,3% cukup setuju, 4,5% sangat setuju dan 21,4% tidak tahu atau tidak menjawab. Dilihat dari lebih banyaknya menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju, maka hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar publik tidak setuju tentang pelatihan Kartu Pra Kerja. Beberapa responden menyatakan bahwa anggaran Kartu Pra Kerja sebaiknya anggaran tersebut disalurkan untuk sembako dan bentuk uang tunai kepada yang membutuhkan ketimbang memberikan pelatihan online dirasa sangat mubadzir.

Selain itu, anggaran Kartu Pra Kerja juga sebaiknya bisa digunakan yang bersifat praktis di lapangan, bukan sekedar teoritis virtual. Apalagi jika melihat UMKM yang sedang bobroknya di tengah wabah Covid-19, seharusnya pemerintah bisa mengalokasikan pada sektor rill.

ICW (Indonesia Corruption Watch) juga menganalisa bahwa terdapat beberapa masalah baru saat diluncurkannya Kartu Pra Kerja, salah satunya adalah soal peran ganda platform digital yang merangkap sebagai lembaga pelatihan program Kartu Pra Kerja. Jika merujuk pada Pasal 50 Permenko 3/2020, platform digital bertugas melakukan kurasi, pengawasan, dan evaluasi penyelenggaraan pelatihan. Sederhananya adalah bagaimana suatu lembaga yang sama menyelenggarakan pelatihan, pengawasan, evaluasi terhadap lembaganya sendiri? Dan hal ini sangat berpotensi adanya konflik kepentingan menguat.

Lalu bagaimana dengan zakat? Dalam model pengelolaan, menghimpun, pengawasan zakat di Indonesia setidaknya tidaklah hanya BAZNAS. Lembaga lainnya seperti LAZISNU, LAZISMU, Rumah Zakat Indonesia, Dompet Dhuafa, dll. Dan semua lembaga yang ada tersebut telah memiliki standarisasi yang harus terpenuhi melalui naungan pemerintah Kementerian Agama. Artinya kesemua lembaga berkah mengelola, menghimpun zakat. Dan dalam pengawasan pemerintah Kementerian Agama melalui daring data zakat yang ada. Bulanan, triwulan, atau tahunan.

Dalam beberapa tahun terakhir, zakat dengan berbagai instrumennya termasuk zakat produktif terbukti telah membantu mengatasi kemiskinan dan memberikan dampak baik pada masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan. Penelitian yang saya lakukan tentang zakat dan kemiskinan yaitu pada fase tahun 2001-2019 dengan jumlah kemiskinan sebagai variabel Y dan Zakat, Infak, Sedekah sebagai variabel X menunjukkan bahwa zakat mempunyai pengaruh yang positif untuk menurunkan kemiskinan. Hal ini dengan cara memberikan zakat secara menyeluruh (mustahik) dan berbagai instrumen. Salah satu instrumen yang sangat berpengaruh adalah zakat produktif.

Jadi, dalam praktiknya zakat produktif sangat berpotensi besar dalam membantu masyarakat menengah ke bawah, khususnya bagi masyarakat yang belum mendapatkan pekerjaan. Dan hal ini tentu harus berjalan beriringan dengan program pemerintah. Dan yang perlu digaris bawahi tentang zakat produktif adalah, minimnya anggaran pemerintah keluar, dampak positif pada sektor rill, dan menjalankan syariat agama bagi orang-orang, lembaga, instansi yang wajib membayar zakat.