Dalam pendidikan sejarah Islam, kita seakan-akan disuguhi cerita heroik dan kegagahan para pemimpin perang umat Islam. ada nama Khalid bin Walid, penakluk Byzantium atau Thariq bin Ziyad, sang panglima atas kemenangan di Andalusia (spanyol). Penyuguhan fakta-fakta sejarah ‘penaklukan’, memang tak sepenuhnya keliru. Tapi bisakah kita sedikit belajar untuk move on dari cerita heroik peperangan dan penaklukkan?
Di kalangan umat Islam, nama Ibnu Khaldun adalah sejarawan yang progressif pada masanya dalam historiografi (seni penulisan sejarah). Sosiolog muslim ini pernah menjelaskan bahwa ilmu sejarah adalah disiplin ilmu yang agung mazhabnya, mulia tujuannya, berjibun faedahnya. Dengan ilmu sejarah, kita bisa mengenal akhlak para nabi beserta ceriteranya, raja-raja bersamaan dengan kekuasaan dan model politik pemerintahannya. lewat sejarah kita mampu mengambil ibrah (pelajaran).
Mulanya sejarah diartikan dengan kumpulan berbagai cerita yang senantiasa diperbincangkan oleh masyarakat. Dalam tubuh umat Islampun, cerita-cerita yang tak valid kadang sudah disebut “sejarah”. Tapi, itu hanya cerita, bukan sejarah. Karena menurut Ibnu Khaldun kebenaran cerita itu bisa dikritik dengan keadaan, kondisi, demografi, geografi saat ini (pada masa Ibnu Khaldun).
Model penulisan sejarah lain yang sangat menarik, misalnya, model historiografi annales yang populer di Prancis di mana ia tidak mengambil model sejarah politik. Akan tetapi, berangkat dari sejarah lokal beserta temporalitas kejadiannya. Model ini akan mendekatkan kita untuk memahami peristiwa dari masyarakat lokal. Model ini juga telah didahului oleh Ibnu Khaldun ketika menafsirkan masyarakat arab badui.
Pentingnya ilmu sejarah bagi umat Islam tidak diragukan lagi. Seperti pepatah arab mengatakan “orang yang tak punya sejarah, tak akan pernah memiliki masa depan”. Dengan masa lalu kita belajar untuk memahami masa kini dan meramalkan masa depan. Dengan begitu, mengenal sejarah Islam harus dipahami dalam menentukan masa depan umat Islam. Di konteks masyarakat muslim Indonesia, mengenal sejarah pendahulunya berarti menentukan dalam masa depan.
Dalam sejarah Indonesia, kita selalu disuguhin sejarah politiknya untuk tak mengatakan bahwa sangat jarang tentang sejarah lokal masyarakat. Padahal, Ibnu Khaldun sendiri telah menulis sejarah kehidupan masyarakat arab badui beserta kekhasan karakternya. Di antara kekhasan wataknya adalah keberanian. Karena itulah kemudian kenapa sifat pemberani dianggap paling mampu untuk dijadikan pemimpin. Sebagaimana hadis nabi, al-aimmatu min qurays (para pemimpin negara berasal dari kabilah qurays).
Tentu setiap masyarakat mempunyai kekhasan sifat, watak dan karakternya. Seyogyanya kitapun juga terlebih dahulu mempelajari sejarah masyarakat kita. Karena mengenal sejarah masyarakat berarti mengenal watak, karakter dan identitas nya. Dalam hal ini, kita mesti belajar dari Ibnu Khaldun. []