Monitor, Al-Maidah, dan Gus Dur

Monitor, Al-Maidah, dan Gus Dur

Monitor, Al-Maidah, dan Gus Dur

Mark Twain, penulis kenamaan asal Amerika yang dari tangannya melocot Petualangan Tom Sawyer, pernah omong begini. Sejarah memang tak akan terjadi berulang, tapi bisa hadir bermiripan.

Saat ramai-ramai pro-kontra pemimpin non-muslim dan Al-Maidah sekarang ini, kita perlu mengingat kasus Monitor. Tentu saja ada perbedaan konteks dan latar belakang keduanya.

Soal umat yang marah pernah terjadi gara-gara angket di Majalah Monitor tahun 90-an. Angket menempatkan Nabi Muhammad di urutan ke-11. Arswendo Atmowiloto, Pemimpin Redaksi majalah ini, diurutan 10. Umat bereaksi. Belakangan Arswendo masuk bui karena divonis menghina Nabi.

Dalam sebuah wawancara agak panjang, Gus Dur menjawab dengan lincah dan reflektif atas reaksi dan kemarahan sebagian kalangan Islam, termasuk sikapnya tentang angket. Setelah angket dipublikasi, demo berlangsung. SIUPP Monitor minta dicabut. Arswendo didesak dihukum karena menghina Nabi dan umat Islam. Saya cuplik beberapa jawaban Gus Dur ini dari Tabayun Gus Dur (LKiS).

Sikap reaktif seperti itu apa untung ruginya?

Timbul persoalan-persoalan intern. Misalnya sikap menghakimi seaeorang seenaknya, sikap marah-marah pada orang lain. Seperti saya sekarang ini. Pekan-pekan ini setiap hari di masjid-masjid non-NU, kalau kuliah subuh mereka maki-maki saya. Tapi, saya bilang alhamdulillah karena dengn cara itu malah mengurangi dosa saya. Hahahha

Kabarnya sebagian orang NU juga marah terhadap sikap anda ini?

Soal pemarah itu ada di NU maupun di luar NU. Seperti Pak Syaichu dan Pak Syukron, itu kan langganan saya. Apa yang saya buat mereka pasti marah. Pak Syukron boleh maki saya di mana saja. Habib Syeaik Al Jufri Condet, boleh ngamuk di mana saja gara-gara soal monitor dan BPR. Dia bolak balik ngepruki saya. Mari kita lihat nanti, mana yang benar dalam sejarah.

Tanggapan Anda terhadap cendikiawan muslim yang reaktif terhadap Monitor?

Ya mereka perlu mendewasakan diri, jangan gampang ikut aruslah. Justru harus berani menegakan patokan-patokan. Kalau perlu yang tidak populer demi kepentingan bangsa kita dalam jangka panjang.