Salah satu kewajiban ibadah haji ialah niat melaksanakan haji yang dilakukan di tempat-tempat yang sudah ditentukan, yang disebut sebagai miqat haji. Diantara miqat-miqat tersebut ialah:
Dzulhulaifah
Terletak di sebelah utara kota Mekkah dan merupakan miqat terjauh. Miqat ini lebih di kenal dengan nama Bir ‘Ali. terletak di kota Madinah, jarak antara Mekkah dan Bir ‘Ali kira-kira 450 Km. Dzulhulaifah adalah miqatnya penduduk Madinah.
Al- Juhfah
Al-Juhfah adalah miqatnya penduduk Syam, jarak Al-Juhfah sampai kota Mekkah kurang lebih sekitar 157 Km.
Yalamlam
Dibawah Al-Juhfah yaitu di sebelah selatan kota Mekkah ada miqat Yalamlam. Yalamlam adalah miqat bagi penduduk negeri Yaman, jarak Yalamlam ke Mekkah kira-kira 130 Km.
Qarn Al-Manazil (as-Sail al-Kabiir)
Qarn Al-Manazil terletak timur kota Mekkah. Qarn Al-Manazil adalah miqat bagi penduduk Najed. Jarak antara Qarn Al-Manazil dengan kota Mekkah kira-kira 80-90 Km. Inilah miqot terdekat yang jaraknya sekitar 2 marhalah.
Dzatu ‘Irq
Dzatu ‘Irq adalah miqat bagi penduduk Iraq. Jaraknya kira-kira sejajar dengan Qarn Al-Manazil, yakni 80-90 Km. Penentuan Dzatu ‘Irq sebagai miqat ini merupakan ijtihad dari Sahabat Umar RA agar jamaah haji dari Iraq tidak perlu memutar ke Qarn Al-Manazil terlebih dahulu.
Miqat-miqat ini meliputi seluruh sisi-sisi Mekkah baik arah utara, timur, selatan maupun barat. Sehingga bagi siapapun yang masuk ke Mekah pasti melewati salah satu dari miqot-miqot tersebut atau yang sejajar dengannya, dengan ketentuan: Jika melewati arah utara, mereka pasti melewati Madinah. Jika melewati timur Mekkah pasti mereka akan bertemu dengan Qarn Al-Manazil. Jika melewati selatan kota Mekkah maka akan bertemu dengan Yalamlam. Jika lewat barat laut mereka akan bertemu dengan al-Juhfah.
Lantas bagaimana dengan jamaah haji Indonesia? Jamaah haji dari Indonesia terbagi menjadi dua gelombang keberangkatan. Gelombang pertama adalah yang mendarat di Madinah terlebih dahulu untuk kemudian berangkat ke Makkah. Untuk jamaah haji semacam ini maka jelas miqatnya adalah Dzulhulaifah atau Bir Ali, sebagaimana penduduk Madinah.
Gelombang kedua adalah jamaah haji Indonesia yang mendarat di Jeddah untuk kemudian menuju ke Makkah dan nanti baru sesudah prosesi haji berakhir, mereka akan menuju Madinah. Penentuan Miqat bagi jama’ah haji gelombang kedua inilah yang kemudian menjadi polemik, mengingat dalam daftar diatas, tidak tersebut nama Jeddah sebagai miqat.
Ada pendapat bahwa karena posisi Indonesia ada di sebelah selatan Arab Saudi, maka miqatnya adalah sama dengan penduduk Yaman, yakni di Yalamlam. Bagaimana melaksanakan ihramya? Dilakukan diatas pesawat saat pesawat melintas diatas Yalamlam.
Pendapat kedua adalah pendapat yang diamini oleh Majelis Ulama Indonesia melalui Fatwa MUI tanggal 29 Maret 1980 dan 19 September 1981, yang membenarkan jamaah haji Indonesia yang dari Jeddah ke Mekkah (Gelombang Kedua) mengambil miqat di Bandara King Abdul Azis Jeddah.
Pandangan ini sesuai dengan pendapat Imam Ibnu Hajar Al haitamy:
يُتَصَوَّرُ بِالْجَائِي مِنْ سَوَاكِن إلَى جِدَّةَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَمُرَّ بِرَابِغٍ وَلَا بِيَلَمْلَمَ؛ لِأَنَّهُمَا حِينَئِذٍ أَمَامَهُ فَيَصِلُ جِدَّةَ قَبْلَ مُحَاذَاتِهِمَا، وَهِيَ عَلَى مَرْحَلَتَيْنِ مِنْ مَكَّةَ فَتَكُونُ هِيَ مِيقَاتَهُ
“Bisa dibayangkan seseorang yang datang dari Sawakin (suatu kota di Sudan) menuju Jeddah tanpa melewati Rabigh (al-Juhfah) dan Yalamlam, karena keduanya di hadapannya. Maka ia sampai di Jedah sebelum sejajar dengan keduanya (Rabigh dan Yalamlam), dan jarak Jedak ke Mekah adalah 2 marhalah, maka Jeddah menjadi miqot baginya” (Tuhfatul Muhtaaj 4/42)
Dari dua pendapat diatas, pada dasarnya keduanya adalah sama-sama persoalan ijtihadi. Miqat diatas pesawat saat melintasi Yalamlam merupakan ijtihadi, dan miqat di Jeddah pun ijtihadi. Dua-duanya memiliki argumentasi dan dalil yang kuat. Bagi penulis, keberadaan dua pendapat ini merupakan kekayaan yang membuat para jama’ah memiliki lebih banyak pilihan. Miqat di pesawat boleh, di bandara pun boleh. Enak bukan?