Sebab apa “Sang Pembela Islam” (Hujjatul Islam) Imam Ghazali masuk surga? Kita mungkin akan mendaftar lebih dari sepuluh amalan ulama besar Islam dari abad kesebalas ini. Karena keulamaan dan sikap lepas dari ketergantungan duniawi (zuhud); karena karya-karyanya yang mencerahkan umat seperti Ihya Ulumuddin (Kebangkitan ilmu-ilmu Agama); karena keilmuannya sehingga ia didapuk sebagai guru besar madrasah berkelas internasional bernama An-Nizhamiyah di Bagdad.
Tapi, bagi sebuah riwayat yang dimuat pada Syarah Nashaihul Ibad (Nasihat-nasihat ‘bagi’ Para Pengambi), ulama kelahiran Thus Iran ini masuk surga lantaran perkara “sepele” saja: membiarkan lalat minum.
Begini kisahnya. Seorang saleh pernah bermimpi dan berjumpa dengan pemilik nama Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’i ini. “Apa yang telah Allah lakukan pada Anda?” tanya si Saleh pada Imam Ghazali.
Imam Ghazali lalu bercerita. Dirinya pernah ditanya Allah. “Apa yang engkau persembahkan untuk-Ku?” Penulis kitab Tahafut al-Falasifah (Kerancuan Filsafat) itu lalu menyebut satu-satu amalan yang pernah dilakukan semasa di dunia. “Aku tak menerima amalan-amalan itu,” jawab Allah sembari memberi tahu satu hal ini.
“Yang Aku terima justru perbuatan Engkau membiarkan seekor lalat hinggap di mata pena yang tengah Engkau genggam saat tengah asyik-asyiknya menulis. Karena iba, Lalat itu Engkau biarkan menenggak tinta hingga kenyang.”
Mungkin kisah ini banyak diragukan validitasnya dan karenanya dikategorikan dhaif (lemah). Tapi, saya meyakini Muhammad Nawawi bin Umar Al-Jawi –populer dikenal dengan Imam Nawawi—penulis Syarah Nashaihul Ibad memiliki maksud sendiri mengapa tetap mengutip bahkan meletakannya pada halaman-halaman awal.
Imam Nawawi mengisahkan kisah tersebut setelah penjelasan satu hadis populer ini : Orang-orang penyayang disayang Sang Maha Penyayang, Mahasuci lagi Mahatinggi. Irhamu man fi al-ardh yarhamukum man fi as-sama’, Sayangilah siapa yang ada di bumi, niscaya kalian disayangi makhluk Allah yang ada di langit (malaikat).
Dengan mengisahkan kisah Imam Ghazali, ulama Nusantara itu jelas sekali hendak menegaskan pelajaran ini: kasih sayang dan keramahan adalah salah satu inti ajaran Islam. Ajaran inti ini bahkan tak hanya ditujukan pada pada makhluk berakal. Pada makhluk tak berakal macam lalat sekalipun Islam mengajarkan kasih sayang.
Jadi, jika selama puasa ini kita justru makin tak ramah, mudah emosi lihat orang yang tak puasa dan membuka warung, tipis rasa kasih sayang pada sesama makhluk, mungkin segera pikirkan langkah-langkah berikut sambil menunggu beduk Magrib ditabuh:
- Cari gelas kosong dan kopi
- Isi dengan air mendidih
- Aduk pelan-pelan agar kekentalan kopi sempurna
- Seruput kopi itu perlahan-lahan. Rasakan kenikmatannya!
Salam,
Alamsyah M. Dja’far
Penulis, Peneliti The Wahid Institute dan Penyuka Rhoma Irama.