Dalam Islam ada sebuah hukum yang berlaku, bahwa di antara saudara sepersusuan berlaku hukum mahram (HR Bukhari & Muslim), dan di antaranya dilarang menikahi saudara sepersusuan. Lalu bagaimana jika ada seorang suami yang meminum air susu istrinya saat bercumbu? Apa juga akan berlaku hukum mahram dan merusak ikatan pernikahan?
Mungkin bagi beberapa pasangan, teknik yang itu-itu saja terkadang membuat pasangan jenuh dan akhirnya hubungan intim terasa stagnan dan monoton. Cumbuan-cumbuan suami terhadap istri adalah hal yang biasa dilakukan dalam ajang bercinta. Misalnya, mencumbu payudara istri. Demikian menurut Ibnu Qudamah dalam al-Mughni.
Jadi mempraktekkan bermacam-macam teknik bercinta sah-sah saja bagi suami. Hal itu dibolehkan selama senggama tidak dilakukan saat istri haid atau lewat ‘ventilasi belakang’. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt. yang tertera dalam surat al-Baqarah ayat 222:
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid.Katakanlah,’Haid itu adalah suatu kotoran’.Oleh karena itu hendaklah engkau menjauhkan diri dari wanita di waktu haid,dan janganlah kamu mendekati mereka,sampai mereka suci.Apabila mereka telah suci,maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu”.
Jadi tidak ada dalam syariat islam suami mencumbu payudara istri. Adapun jika saat mencumbu payudara sang istri, ikut tertelan air susunya, maka hal tersebut tidak serta merta menyebabkan berlakunya hukum mahram dan merusak ikatan pernikahan dikarenakan sebab yang akan diuraikan berikut ini.
Allah Swt. berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 233, “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” Al-Baghawi mengatakan dalam Tafsir al-Baghawi, bahwa dua tahun merupakan batas menyusu bagi seorang anak. Ini menunjukkan setelah dua tahun tidak berlaku hukum persusuan. Maka dalam hal ini suami tidak bisa menjadi anak susuan istri dan lantas merusak ikatan pernikahan.
Hal tersebut juga ditegaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, dari Aisyah ra. bahwa suatu ketika saat Nabi Muhammad Saw. masuk ke dalam rumah di sampingnya terdapat seorang lelaki. Lalu Air mukanya terlihat berubah sekan ia tidak menyukainya. Lalu Aisyah berkata, “Ia adalah saudara sepersusuanku.” Lalu Rasul Saw. menimpali, “Perhatikanlah siapa saudara sepersusuanmu itu. Karena sesungguhnya sepersusuan itu karena lapar.”
Yang menyusu karena lapar hanyalah bayi yang masih belum bisa mengkonsumsi makanan kasar dan hanya boleh meminum air susu. Dan berdasarkan hadis ini Imam Malik dalam Muwaththa’ berpendapat bahwa tidak berlaku hukum penyusuan kecuali bagi yang disusui sewaktu kecil dan tidak ada hukum penyusuan bagi orang yang sudah dewasa.
Demikian pula yang dikatakan Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni, bahwa meminum ASI yang menyebabkan berlakunya hukum hanya jika dilakukan oleh anak kecil di bawah umur dua tahun, dan inilah pendapat mayoritas ahli fiqih.
Jadi dengan demikian, meminum air susu istri tidak merubah status suami menjadi anak susuan sang istri serta tidak otomatis pernikahannya harus dibubarkan dengan dalih suami telah menjadi mahromnya.