Mimpi saat tidur merupakan aktifitas alam bawah sadar yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Karena itulah orang tidur dikatagorikan orang yang tidak terkena beban untuk menjalankan perintah dan menjauhi larangan (mukallaf).
لقوله صلى الله عليه وسلم:”رفع القلم عن ثلاثة وذكر منهم النائم حتى يستيقظ” أخرجه أبو داود.
Rasulullah Saw bersabda: diangkatnya pena (tidak terhitung sebagai mukallaf) dari tiga orang, salah satunya adalah orang yang tidur sampai ia bangun. (HR. Abu Daud)
Mengenai hukum mimpi basah ini dapat ditemukan dalam sebuah riwayat Abu Daud, bahwa mimpi basah dikategorikan sebagai perkara yang tidak membatalkan puasa.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا يفطر من قاء ولا من احتلم ولا من احتجم.
Nabi Muhammad Saw. bersabda, ” tidaklah batal puasa seseorang yang muntah, mimpi basah dan bekam.” (HR. Abu Daud)
Imam Tirmidzi mengometari hadis di atas sebagai hadis dhaif karena kredibilitas salah satu perawinya yang lemah. Akan tetapi hadis tersebut memiliki beberapa jalur sanad yang saling menguatkan sehingga Imam Nawawi dan Imam Albani menghukuminya shahih.
Terlepas dari itu mengenai hukum mimpi basah di siang hari ramadhan, ulama bersepakat bahwa hal yang demikian dinilai tidak membatalkan puasa. Sekalipun hal tersebut menyebabkan keluarnya mani.
Namun tetap wajib baginya bersuci alias mandi besar saat masuk waktu shalat,
لقوله تعالى: وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا )سورة المائدة – (6.
dan jika kamu junub maka mandilah. (Q.S. Al-Maidah:6)
Jadi, karena mimpi merupakan sesuatu yang diterjadi di alam bawah sadar dan susah untuk dihentikan, maka menurut Ibnu Qudamah bahkan jika sebelum keluar mani tersebut didahului dengan berkhayal maka itu tetap tidak batal juga tidak kena kafarat. Namun yang demikian termasuk hal yang makruh dilakukan saat puasa. Demikian menurut jumhur ulama berdasarkan sabda Nabi Saw.:
إن الله تجاوز لأمتي ما حدثت به أنفسها ما لم تعمل أو تكلم .متفق عليه
Sesungguhnya Allah akan mengampuni ummatku atas sesuatu yang terjadi pada dirinya asalkan sesuatu tersebut tidak ia lakukan atau katakana. (HR. Muttafaq Alaih)
Berbeda halnya jika keluar mani disebabkan karena melakukan rangsangan fisik atau kontak mata yang berulang sehingga menggerakkan syahwat dan dilakukan saat terjaga maka hal tersebut membatalkan puasa dan ia wajib mengqadha puasanya pada hari itu. Tapi dia tidak kena kafarat, karena kafarat diwajibkan bagi seseorang yang bersetubuh di siang hari ramadhan. Wallahu Alam.