Umar Patek, narapidana terorisme yang nyawanya pernah dihargai satu juta dolar oleh pemerintah Amerika, memilih menyudahi kebenciannya terhadap Republik dengan cara menjadi pengibar bendera merah-putih di peringatan kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-72. Ini bukan pertama kali Umar Patek mengibarkan merah-putih, dan ia menyatakan akan tetap mengibarkan merah-putih meski mendapat ancaman dari jaringan lamanya karena dianggap sebagai pengkhianat. Umar Patek menyebutkan bahwa Nasionalisme, Pancasila dan mewujudkan cinta kasih bukanlah berhala yang harus dihindari.
Sejak memilih bergabung dengan NKRI Umar Patek sudah tiga kali menjadi petugas upacara dengan seragam, baju, peci, celana dan sepatu yang ia beli dari uangnya sendiri. Ini menandai kemajuan program deradikalisasi yang dilakukan aparat Kepolisian Republik Indonesia.
Dalam sebuah diskusi bertajuk “Membedah Gerakan Radikalisme – Terorisme dan Solusinya”, Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengatakan, unsur terpenting dari radikalisasi adalah adanya proses transfer ideologi. Proses itu sebenarnya memiliki dampak positif dan negatif terhadap pola pikir seseorang dalam memandang sebuah ajaran atau pemahaman. Radikalisasi bisa berdampak negatif jika meyakini cara kekerasan dalam menyebarkan suatu pemahaman.
Titik vital program deradikalisasi yang adalah kontra wacana. Cara tersebut pernah dilakukan oleh pemerintah Spanyol untuk meredam kelompok radikal yang menggunakan ayat-ayat kitab suci. Cara yang ditempuh pihak BNPT dengan menjadikan Pancasila dan Nasionalisme sebagai kontra opini nampaknya mulai menuai buahnya.
Dalam video yang ada di kanal Youtube bibir Umar Patek tampak bergetar saat ia mengisahkan kebanggaannya mengenakan pin Garuda Pancasila di pecinya. Ia juga ia mengisahkan keterlibatannya dalam bom Bali yang menewaskan 200 orang sebelum akhirnya tertangkap di Abottabad.
Simak videonya di link berikut.