Menyoal Bahtiar Nasir Sebagai Tokoh Perbukuan Islam 2017

Menyoal Bahtiar Nasir Sebagai Tokoh Perbukuan Islam 2017

Menyoal Bahtiar Nasir Sebagai Tokoh Perbukuan Islam 2017

Pada tanggal tiga Mei 2017, Islamic bookfair bekerja sama dengan IKAPI mengumumkan pemenang penulis dari berbagai kategori. Dalam kategori Tokoh Perbukuan Islam 2017 diberikan kepada Bachtiar Nasir. Tokoh-tokoh lain yang juga mendapat perhargaan adalah Wikan Satriati dalam kategori anak, Tere Liye kategori fiksi dewasa, Fuad Abdurrahman kategori non fiksi anak, Maneger Nasution kategori non fiksi dewasa, dan Eugene Rogan kategori terjemahan.

Dalam beberapa kategori pemenang yang diberikan oleh Islamic bookfair terdapat keganjalan di dalamnya. Keganjalan ini terletak pada kategori tokoh perbukuan Islam 2017 yang jatuh pada Bachtiar Nasir. Bagaimana proses seleksi dan apa saja kategori menjadi pemenang tidak akan kita bahas dalam tulisan ini, namun yang jelas kita akan lihat beberapa kontroversi yang menyertai keberhasilan Bachtiar Nasir untuk meraih penghargaan tersebut.

Jika kita lihat buku-buku yang sudah ditulis oleh Bachtiar Nasir dalam google terdapat tiga buku yang pernah ia tulis. Di antaranya ialah Anda Bertanya Kami Menjawab (2012), Tadabbur Al-Qur’an (2013), dan Masuk Surga Sekeluarga. Buku-buku ini memperlihatkan kapasitasnya sebagai tokoh agama dan pejuang Islam.

Bandingkan dengan buku-buku karangan yang sejenisnya seperti Quraish Shihab, Komaruddin Hidayat, Zuhairi Misrawi, Husein Muhammad, dan lain-lain. Tokoh-tokoh ini sudah banyak menerbitkan berbagai buku dengan pendeketan keilmuan yang mereka punya. Hasilnya, dikalangan akademisi dan masyarakat umum buku-buku yang mereka tulis mampu menambah khazanah keilmuan Islam secara umum dan khususnya di Indonesia.

Dalam pandangan penulis, penghargaan yang diberikan kepada Bachtiar Nasir tidak lepas dari perjuangan selama berbagai aksi bela Islam yang diperjuangkannya. Selama ini Bachtiar Nasir berhasil mengawal penuh setiap aksi yang dilakukan oleh umat Islam yang menuntut agar Basuki Tjahaja Purnama dipenjarakan. Sebagai dampaknya, nama Bachtiar Nasir mulai dikenal secara luas oleh publik.

Ketika sudah dikenal lebih oleh publik, mungkin ini yang menjadi point plus dan menjadi alasan tersendiri atas terpilihnya sebagai pemenang pembukuan Islam dari Islamic bookfair. Jika memang demikian, maka penilaian yang dilakukan oleh Islamic bookfair sudah dipengaruhi oleh politik bukan didasarkan dari seberapa jauh buku karangan penulis berpengaruh kepada masyarakat luas.

Agaknya memang aneh kenapa Bachtiar Nasir yang mendapat penghargaan semacam itu bukan tokoh-tokoh lain. Sebab, beliau hanya bermodal tiga buku saja dan dengan mudah mendapat penghargaan dari Islamic bookfair. Padahal masih banyak penulis-penulis Islam lain yang bukunya jauh lebih banyak dan kontribusinya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan Islam di Indonesia cukup besar. Misalnya Zuhairi Misrawi, ia pernah menulis buku yang di antaranya Madinah, Makkah, Jerussalem, Al-Qur’an Kitab Toleransi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ary: Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan.

Di sisi lain, jika dilihat dari segi pengaruhnya terhadap masyarakat luas akan ditemukan beberapa ucapan yang mengusik ketentraman warga negara, Seperti mudah mengkafirkan orang lain yang non muslim dan pelarangan memilih pemimpin non muslim. Padahal kita tahu bahwa dengan anggapan seperti itu akan mudah memicu timbulnya konflik, baik dari pihak muslim maupun non muslim.

Dengan beberapa alasan inilah penghargaan yang diberikan oleh Islamic bookfair kepada Bachtiar Nasir dirasa kontroversi. Sebab, dalam beberapa kesempatan beliau memperlihatkan ketidaksukaanya terhadap kelompok lain. Di samping itu juga masih banyak tokoh-tokoh Islam saat ini yang lebih layak mendapat penghargaan karena hasil bukunya mengandung nuansa menyatukan dan mendamaikan guna mewujudkan Islam rahmatan lil alamin. Wallahhu a’lam.

Muhammad Mujibuddin, penulis adalah aktivis di Islami Institute dan Gusdurian Jogja.