Menolak Jenazah Akibat Covid-19: Di mana Rasa Kemanusiaan Kita?

Menolak Jenazah Akibat Covid-19: Di mana Rasa Kemanusiaan Kita?

Memberikan tempat untuk peristirahatan terakhir bagi saudara-saudara kita yang meninggal akibat covid 19 merupakan salah satu bentuk kepedulian kita terhadap mereka.

Menolak Jenazah Akibat Covid-19: Di mana Rasa Kemanusiaan Kita?
Jenazah pasien covid 19 hendak disemayamkan. Foto: tagar.id

Selain persoalan memprioritaskan alat-alat keselamatan seperti APD, masker, dan lain sebagainya, rupanya kepedulian kita pada para korban dan paramedis yang menangani virus Corona juga diuji saat ada korban yang meninggal dan hendak dimakamkan di kompleks pemakaman di wilayah kita. Baru-baru ini terdengar kabar bahwa ada masyarakat yang menolak jenazah seseorang yang meninggal karena terjangkit virus Covid-19. Yang pertama di Makassar, kemudian ada juga di Banyumas, Bandar Lampung, dan di tempat-tempat lain.

Penolakan jenazah yang meninggal dengan status positif Covid-19 atau masih sebagai PDP merupakan bukti bahwa sebagian orang kurang memahami masalah virus Corona. Pasalnya penolakan tersebut lantaran masyarakat berpikir bahwa menguburkan jenazah Covid-19 di lingkungan mereka dapat membawa virus tersebut ke wilayah mereka.

Demi memberikan pemahaman pada masyarakat mengenai keamanan pengurusan jenazah korban Covid-19 beberapa Pemda telah melakukan sosialisasi. PBNU dan PP Muhammadiyah juga mengeluarkan himbauan agar kita menghormati jenazah korban akibat virus Corona dengan tidak menolak pemakamannya.

Menurut Kiai Said Aqil Siradj, selama pihak rumah sakit yang menangani sudah betul-betul menjalankan keamanan sesuai aturan medis, maka tidak boleh ada penolakan terhadap jenazah pasien Covid-19. Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat Hasanudin AF juga mengatakan, penolakan jenazah yang terinfeksi virus Corona atau Covid-19 tidak diajarkan dalam syariat Islam, asalkan jenazah tersebut sudah diurus secara aman oleh para petugas medis.

Menurut tata cara medis, saat memandikan jenazah, petugas pemandi jenazah maupun keluarga yang hendak membantu memandikan jenazah wajib memakai alat pelindung diri (APD). Setelah dimandikan dan dikafani atau diberi pakaian, jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah atau dibungkus dengan plastik dan diikat rapat. Jika diperlukan pemetian, peti jenazah ditutup rapat. Pinggiran peti disegel dan dipaku atau disekrup sebanyak 4 sampai 6 titik. Peti jenazah yang terbuat dari kayu harus kuat, rapat, dan ketebalan peti minimal 3 centimeter.

Kepala Departemen Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjadjaran Yoni Fuadah Syukriani menyatakan bahwa jenazah pasien Corona dipastikan aman dan tidak akan mencemari tanah dan air. Bahkan, virus yang sebelumnya berada di tubuh pasien itu dipastikan mati. Sehingga apabila protokol keselamatan dalam menangani jenazah virus Corona sudah terpenuhi maka jenazah tidak akan dapat menularkan virusnya.

Selain itu, Islam sendiri mewajibkan kita untuk mengurus jenazah apabila ia muslim dalam lima hal: memandikan, mengkafani, menyalati, mengantarkan, dan menguburkannya. Sedangkan kepada jenazah non-muslim kita berkewajiban dalam mengantarkan dan menguburkan. Hukum daripada mengurus jenazah ini adalah fardhu kifayah, sehingga menolak menguburkan jenazah maka sama saja melanggar kewajiban untuk mengurus jenazah.

Terlebih, fatwa MUI mengatakan bahwa orang yang meninggal karena virus Corona tergolong syahid akhirat. Syahid akhirat adalah muslim yang meninggal dunia karena kondisi tertentu (antara lain karena wabah/tha’un], tenggelam, terbakar, dan melahirkan), yang secara syar’i dihukumi dan mendapat pahala syahid (dosanya diampuni dan dimasukkan ke surga tanpa hisab), tetapi secara duniawi hak-hak jenazah-nya tetap wajib dipenuhi.

Allah juga berfirman mengenai kewajiban menguburkan jenazah dalam QS. Al- Mursalat ayat 25-26:

أَلَمْ نَجْعَلِ الأرْضَ كِفَاتًا أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا

Bukankah Kami menjadikan bumi (tempat) berkumpul, orang-orang hidup dan orang-orang mati. (Al-Mursalat: 25-26).

Ibnu Abbas mengatakan bahwa kifatan artinya penyimpanan. Mujahid mengatakan bahwa mayat dikebumikan hingga tidak terlihat. Asy-Sya’bi mengatakan bahwa bagian dalam bumi untuk orang-orang mati kalian, sedangkan bagian luarnya untuk orang-orang hidup kalian. Oleh karena itu, siapakah kita berani mencegah bumi Allah SWT untuk digunakan sebagai tempat memakamkan hambanya yang telah meninggal?

Memberikan tempat untuk peristirahatan terakhir bagi saudara-saudara kita yang meninggal merupakan salah satu bentuk kepedulian kita terhadap mereka. Kita memang patut waspada terhadap penyebaran virus Corona, tetapi menolak untuk membumikan jenazah yang diduga akibat dari virus tersebut bukanlah tindakan yang tepat. Selain tidak berhubungan dengan penyebaran virus, ini juga bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang kita miliki. Bayangkan apabila jenazah Anda atau keluarga Anda yang diperlakukan demikian, apakah Anda rela?