Menjadi Muslim Ramah Lingkungan di Era Krisis Ekologi

Menjadi Muslim Ramah Lingkungan di Era Krisis Ekologi

Menjadi Muslim Ramah Lingkungan di Era Krisis Ekologi
Sedekah oksigen dengan menanam dan merawat tanaman termasuk bagian dari sedekah jariyah (Freepik)

Lingkungan merupakan salah satu dari isu aktual di era kini yang menarik perhatian banyak orang, khususnya di tengah pesatnya teknologi informasi. Hal  ini  dikarenakan  kemajuan masa kini membawa dampak serius terhadap kelestarian lingkungan.

Pola pikir masyarakat modern yang  cenderung  didominasi  oleh  materialisme  dan konsumerisme telah  menggiring  sikap  masyarakat  dan  pelaku  industri, menjadi acuh terhadap kelestarian lingkungan.

Perubahan lingkungan hidup dapat menyebabkan perubahan perilaku manusia untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungannya. Perubahan perilaku manusia ini selanjutnya bisa menyebabkan perubahan dalam lingkungan hidup. Hal ini diafirmasi oleh Cendekiawan Muslim terkemuka Dr. Yusuf Al-Qardhawi (W. 2022 M) dalam salah satu karyanya:

إِنَّ فَسَادَ الْبِيْئَةِ إِنَّمَا هُوَ مِنْ فَسَادِ الْإِنْسَانِ وَلَنْ تَصْلُحَ الْبِيْئَةُ إِلاَّ إِذَا صَلُحَ الْإِنْسَانُ، وَلَنْ يَصْلُحَ الْإِنْسَانُ إِلاَّ إِذَا صَلُحَتْ نَفْسُهُ الَّتِيْ بَيْنَ جَنْبَيْهِ أَيْ صَلُحَ عَقْلُهُ وَضَمِيْرُهُ

“Penurunan kualitas lingkungan itu disebabkan karena perilaku manusia, lingkungan tidak akan berkualitas baik kecuali dengan tingkat kesadaran manusia yang baik pula, begitupun sebaliknya, manusia tak akan memiliki kesadaran tanpa didukung dengan keseimbangan antara dua aspek yang dimilikinya yakni kecerdasan intelektual dan spiritualitas.” [Yusuf Al-Qardhawi, Ri’ayah Al-Bi’ah Fi Syariah Al-Islam (Kairo: Dar Asy-Syuruq), h. 222]

Berangkat dari pernyataan Al-Qaradhawi tersebut, penanggulangan  terhadap  krisis  ekologi  yang kini tengah melanda dunia tentunya tak hanya merupakan persoalan teknis, ekonomi, politik, maupun sosial-budaya semata, akan  tetapi  diperlukan  upaya  penyelesaian  dari  berbagai  sudut pandang, termasuk diantaranya perspektif agama sebagai upaya meneguhkan Islam berwawasan ramah lingkungan.

Bagaimana cara menjaga lingkungan menurut prespektif Islam?

Menggalakkan Penghijauan Lingkungan

Pada dasarnya, program penghijauan lingkungan merupakan termasuk tujuan manusia diturunkan di muka bumi ini. Sebagaimana tertera dalam firman-Nya:

هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا

“Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya. (Q.S. Hud [123]: 61)

Mufassir terkemuka asal Cordova Spanyol, Imam Al-Qurthubi (W. 671 H) mengungkapkan: “Kata ista’mara bermakna bahwa Allah Swt. menjadikan manusia agar mengelola dan memakmurkan bumi dengan pertanian, perkebunan, penanaman, pemeliharaan serta mengatur dan menjalankan sistem tersebut dengan baik. Sehingga dengan adanya manajemen yang baik dalam memakmurkan bumi, manusia dapat memberikan kemanfaatan untuk memenuhi segala kebutuhannya. Diantaranya ialah dengan membangun dan menanam pepohonan.” [Al-Qurthubi, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah), vol. 5, h. 34]

Penghijauan lingkungan juga dianjurkan oleh Rasulullah Saw. meski manfaatnya dirasakan oleh makhluk lain, dalam satu redaksi hadis disebutkan:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلَّا كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً، وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ، وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ مِنْهُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ، وَمَا أَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ، وَلَا يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلَّا كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ

“Tidaklah seorang muslim menanam pepohonan, melainkan apa yang dimakan darinya adalah sedekah, apa yang dicuri darinya adalah sedekah, apa yang dimakan binatang buas darinya adalah sedekah, dan apa yang dimakan burung adalah sedekah.” (H.R. Muslim)

Ibn Bathal (W. 449 H) menjelaskan bahwa hadis diatas mendorong agar rajin menanam pohon, sebab menanam pohon sangat bermanfaat bagi lingkungan hidup, generasi selanjutnya, hewan dan ekosistem alam. Nabi Saw. menganjurkan umatnya agar menanam tumbuh-tumbuhan. Karena, dengan melakukan penghijauan selain dapat menciptakan lingkungan yang indah, juga dapat memberikan kemanfaatan terhadap alam itu sendiri. [Ibn Bathal, Syarh Sahih Al-Bukhari (Riyadh: Maktabah Ar-Rusyd), vol. 4, h. 456]

Penanaman pohon dapat menghasilkan oksigen yang segar serta melindungi lapisan ozon yang kian hari makin menipis akibat pencemaran udara. Menipisnya lapisan ozon bukan suatu hal yang bisa dianggap sepele, karena bisa berdampak terhadap peningkatan suhu dan terjadi penguapan air yang tidak stabil sehingga pada ujungnya akan menciptakan musim penghujan atau kemarau yang berkepanjangan.

Begitu pentingnya penanaman pohon ini, Hujjah Al-Islam Imam Al-Ghazali (W. 505 H) mengecam keras terhadap pelaku illegal loging (penebangan liar) beliau sampai mengategorikan para pelaku sebagai orang yang kufur nikmat terhadap makhluk Allah yang berupa tumbuh-tumbuhan. Karena, pada dasarnya, pepohonan diciptakan oleh Allah Swt. guna suatu kemanfaatan tertentu, karenanya tindakan illegal loging tidak selaras dengan tujuan dari diciptakannya pepohonan itu sendiri. [Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah), vol. 4, h. 125-126]

 

Mengurangi Sampah Plastik

Salah satu faktor penyebab global warming (pemanasan global) diantaranya ialah sampah plastik. Penggunaan plastik yang tidak ramah lingkungan dapat menyebabkan masalah lingkungan yang cukup serius, bukan hanya di perkotaan namun juga merembet ke sungai dan lautan. Sampah plastik tidak hanya memberikan ekses negatif terhadap kesehatan manusia, namun juga dapat membunuh hewan, serta mencemari lautan dengan sampah-sampah yang tidak terurai.

Dalam Islam, tindakan pencemaran lingkungan dengan membuang sampah sembarangan dikategorikan sebagai mafsadah (kerusakan) yang harus dicegah dan ditanggulangi dengan baik. Allah Swt. dalam Al-Quran menegaskan:

وَلاَ تُفْسِدُوْا فِيْ الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاَحِهَا

“Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik.” (Q.S. Al-A’raf [206]: 56)

Imam Asy-Syaukani (W. 1250 H) dalam tafsirnya menjelaskan lebih lanjut maksud daripada bentuk kerusakan yang dilarang oleh Allah Swt:

نَهَاهُمُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ عَنِ الْفَسَادِ فِي الْأَرْضِ بِوَجْهٍ مِنَ الْوُجُوهِ، قَلِيلًا كَانَ أَوْ كَثِيرًا، وَمِنْهُ قَتْلُ النَّاسِ، وَتَخْرِيبُ مَنَازِلِهِمْ، وَقَطْعُ أَشْجَارِهِمْ وَتَغْوِيرُ أَنْهَارِهِمْ

“Allah Swt. melarang kerusakan di muka bumi dengan cara apapun, sedikit atau banyak, di antaranya ialah membunuh manusia, merubuhkan tempat tinggal, menebang pepohonan dan mengeringkani sungai.” [Asy-Syaukani, Tafsir Fath Al-Qodir )Damaskus: Dar Ibn Katsir(, vol. 3, h. 47]

Dari beberapa pendekatan dalil yang telah diungkapkan diatas, fukaha kemudian merumuskan bahwa membuang sampah sembarangan hukumnya adalah haram, apabila nyata-nyata (tahaqquq) atau diduga kuat (dzan) dapat membahayakan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini selaras dengan pernyataan salah satu ulama terkemuka mazhab Syafii Syekh Syamsuddin Ar-Ramli (W. 1004 H):

إلْقَاءِ الْقُمَامَاتِ وَالتُّرَابِ وَالْحِجَارَةِ وَالْحُفَر الَّتِي بِوَجْهِ الْأَرْضِ وَالرَّشِّ الْمُفْرِطِ فَإِنَّهُ لَا يَجُوزُ (قَوْلُهُ: بِخِلَافِ إلْقَاءِ الْقُمَامَاتِ) أَيْ وَإِنْ قَلَّتْ (قَوْلُهُ: فَإِنَّهُ لَا يَجُوزُ) أَيْ لِأَنَّهُ مَظِنَّةٌ لِإِضْرَارِ الْمَارَّةِ

“Membuang sampah, tanah, bebatuan, galian di atas bumi serta percikan air yang berlebihan maka sesungguhnya hal tersebut tidak diperbolehkan. Maksud membuang sampah tersebut ialah meski sedikit maka hukumnya tidak diperbolehkan sebab dapat berpotensi membahayakan terhadap pengguna jalan.” [Ar-Ramli, Nihayah Al-Muhtaj Ila Syarh Al-Minhaj (Beirut: Dar Al-Fikr), vol. 14, h. 450]

 

Meyakini bahwa kerusakan lingkungan dapat membahayakan manusia

Walhasil, Islam menganjurkan untuk bergerak aktif dalam pelestarian dan penghijauan lingkungan serta melarang berbuat kerusakan (mafsadah) seperti membuang sampah sembarangan, tidak memilah sampah, illegal loging (penebangan liar) dan lain sebagainya, sebab selain membahayakan orang lain juga dapat mencemari lingkungan sekitar. Padahal sebagai seorang muslim kita dianjurkan untuk berusaha tidak merugikan pihak lain. Rasulullah Saw. bersabda:

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

“Tidak boleh berbuat yang membahayakan (diri sendiri) dan tidak boleh berbuat yang membahayakan (orang lain).” (H.R. Malik & Ibn Majah)

Relasi antara manusia dan lingkungan bersifat kesalingan yang membutuhkan satu  sama lain, alam memberikan segala kebutuhan manusia begitupula sebaliknya manusia harus mengolah alam dengan sebaik-baiknya. Karenanya, kita memiliki kewajiban untuk terus merawat dan melestarikan lingkungan. (AN)

Wallahu A’lam Bisshawab.