Meninggal dalam Keadaan Mabuk, Jenazah Ini Jasadnya Dililit Ular

Meninggal dalam Keadaan Mabuk, Jenazah Ini Jasadnya Dililit Ular

Meninggal dalam Keadaan Mabuk, Jenazah Ini Jasadnya Dililit Ular

Satu waktu, Abdul Wahib bin Zaid pernah melakukan perjalanan ke Romawi untuk ikut berperang. Namun, di salah satu daerah yang ia lewati, ia melihat ada sekelompok orang yang sedang mengurus jenazah. Seketika itu, ia ingin ikut nimbrung di sana. Saat itu jenazah tertutup dengan kain dan disiapkan untuk segera dimandikan.

Abdul Wahib tertarik untuk membuka kain yang menutupi wajah jenazah tersebut. Ternyata, ketika dibuka, di tubuh si jenazah ada ular yang melilitnya. Ular itu bukan sembarang ular. Bentuknya ular, namun kepalanya mirip dengan kepala anjing. Benar-benar aneh bin ajaib. Ia pun membuka/mengecek mata luar itu dan ternyata mirip dua karang.

Ular itu tiba-tiba berkata kepada Abdul Wahib, “Wahai Abdul Wahib, engkau menyerahkannya kepada Yahudi dan Nasrani”

“Jika engkau memang ular yang diperintahkan Allah, maka sekarang menyingkirlah sebentar. Beri waktu kami untuk mengerjakan apa yang menjadi haknya sebagai jenazah (dimandikan, dikafani, dishalati, dan dimakamkan). Setelah itu, terserah kamu mau berbuat apa kepadanya,” jawab Abdul Wahid tegas.

Sontak, ular itu pun bergerak menuju pojokan rumah. Jenazah pun diperlakukan sebagaimana mestinya. Namun ular itu terus memantau/mengintai si jenazah.

Saat perut si jenazah ditekan (untuk dikeluarkan kotoran-kotorannya), ternyata ada khamar (arak/minuman keras) yang keluar darinya. Jenazah pun dimandikan. Setelah itu, sesuai kesepakatan dengan Abdul Wahib, ular pun langsung melilitnya kembali. Jezanah itu pun lantas dikafani dan dimakamkan bersama ular yang melilit tubuhnya itu.

Setelah pengurusan jenazah selesai, Abdul Wahib merasa penasaran dengan apa sebenarnya yang telah dikerjakan oleh si jenazah tersebut semasa hidupnya, sehingga dia mendapat balasan seperti itu tadi.

“Ia meninggal dalam keadaan mabuk,” jawab salah seorang yang ada di sana menjelaskan.

Kisah di atas terdapat dalam kitab al-Nayl al-Hatsits fii Hikayat al-Hadits karya Abu Hafs Umar bin al-Husain Al-Samarqandi Lewat kisah ini kita menjadi paham betapa khamar/arak/minuman keras itu hendaknya ditinggalkan. Allah SWT berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS. Al-Maidah [5]: 90)

Dalam tafsir al-Nukat wa al-‘Uyun, al-Mawardi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “keji” dalam ayat di atas adalah haram. Sedangkan frase “termasuk perbuatan setan” maksudnya adalah ia merupakan perbuatan atau hal-hal yang diperintahkan oleh setan. Setan, lanjut al-Mawardi, selalu menyuruh untuk berbuat maksiat dan selalu melarang dari ketaatan.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ ، وَمَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ فِي الدُّنْيَا فَمَاتَ وَهُوَ يُدْمِنُهَا لَمْ يَتُبْ ، لَمْ يَشْرَبْهَا فِي الآخِرَةِ

“Setiap yang memabukkan adalah khamer, dan setiap yang memabukkan adalah haram. Barangsiapa meminum khamer di dunia -kemudian ia mati- sedangkan ia biasa meminumnya, niscaya tidak akan diterima taubatnya dan tidak akan meminumnya di akhirat.”
(HR. Muslim)

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami betapa khamr (apapun bentuk dan jenisnya) adalah hal yang haram, yang karenanya harus ditinggalkan oleh setiap muslim. Selain agama melarangnya, para pakar kesehatan juga telah mengingatkan juga tentang betapa bahayanya khamr bagi tubuh manusia. Semoga kita terhindar dari khamr dan sejenisnya. Amin ya Rabb al-‘Alamin.

 

Sumber:

Al-Mawardi, Abu al-Hasan. al-Nukat wa al-‘Uyun. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, n.d.

Al-Naisaburi, Abu al-Hasan Muslim bin al-Hajjaj bin al-Qusyairi. Shahih Muslim. Beirut: Dar al-Jail, 1334 H.

Al-Samarqandi, Abu Hafs Umar bin al-Husain. al-Nayl al-Hatsits fii Hikayat al-Hadits. Kairo: Dar al-Fajr li al-Turats, 2000.