Menikahi Orang dengan Tujuan Menguasai Hartanya, Bolehkah?

Menikahi Orang dengan Tujuan Menguasai Hartanya, Bolehkah?

Janganlah anda menjadikan kekayaan dan harta calon pasangan sebagai cita-cita saat menikah. Jadikanlah pernikahan sebagai kunci rejeki.

Menikahi Orang dengan Tujuan Menguasai Hartanya, Bolehkah?

Tulisan ini berawal dari sebuah pertanyaan yang diajukan oleh salah seorang jama’ah pengajian yang diasuh oleh seorang Kiai. Orang tersebut bertanya, “Pak Kyai, calon istri saya berparas cantik, dari keluarga miskin, anak seorang bakul sayur di pasar tradisional. Namun, teman-teman menganjurkan saya agar memilih calon istri dari keluarga kaya yang kelak dapat membantu dan meringankan beban hidup dalam berumah tangga. Mana yang harus saya pilih?”

Sang Kiai menjawab, “Janganlah anda menjadikan kekayaan calon istri sebagai idaman untuk pernikahan. Jadikanlah pernikahan sebagai kunci rejeki.”

Allah Swt. berfirman:

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui. (an-Nur : 32)

Ibn Abbas berkata, “Allah menganjurkan pernikahan serta menyuruh manusia agar menikahkan orang-orang merdeka dan hamba sahaya. Allah menjanjikan akan memberikan kecukupan berupa kekayaan kepada orang-orang yang telah berkeluarga.”

Dalam sebuah hadis riwayat Imam Tirmidzi, Nabi bersabda:

Ada tiga macam orang yang mana Allah berkewajiban untuk menolongnya, yaitu orang yang berperang di jalan Allah, hamba sahaya yang berusaha memerdekakan dirinya dengan membayar tebusan kepada tuannya, dan orang yang menikah dengan tujuan memelihara kesucian dirinya. (HR. Tirmidzi)

Dalam hadis riwayat At-Thabrani Rasulullah saw. mewanti-wanti umatnya agar meluruskan niat dalam mengarungi pernikahan. Bahkan mencela orang yang menikahi perempuan karena melihat kekayaannya. Sabda beliau:

حَدَّثَنَا عَبْدُ السَّلَامِ بْنُ عَبْدِ الْقُدُّوْسِ عَنْ إِبْرَاهِيْمَ ابْنِ أَبِيْ عَبْلَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُوْلُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ :  مَنْ تَزَوَّجَ امْرَأَةً لِعِزِّهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلَّا ذُلًّا وَمَنْ تَزَوَّجَهَا لِمَالِهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلَّا فَقْرًا. (رواه الطبراني)

“Barang siapa menikahi perempuan karena memandang kedudukan, maka Allah tidak akan menambah padanya kecuali kehinaan. Dan barang siapa menikahi perempuan karena hartanya, maka Allah akan menjadikannya melarat.” (HR. Thabrani)

Menikahi perempuan kaya dengan tujuan memanfaatkan hartanya justru akan membuat si istri menjadi sombong, kikir dan menghina suami. Semula harta yang diinginkan tetapi dia justru hanya akan mendapatkan kerendahan diri dan penghinaan dari istri dan dari orang lain. Mengapa anda takut menikah dengan calon istri yang miskin padahal ia mulia dalam beragama, berakhlak dan cantik ? renungkanlah firman Allah Swt.

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui. (an-Nur : 32)

Jika semua orang menikahi perempuan-perempuan miskin, rejeki dari Allah Yang Maha Luas akan diberikan kepada mereka. Pemberian manusia kepada manusia hanya terbatas dan bisa terputus. Sedangkan pemberian Allah Mahaluas dan tidak akan terputus, diberikan kepada siapa pun sesuai niat dan maksud tujuannya.

Ketika ada pertanyaan, “Apakah rejeki itu harus berbentuk harta benda saja atau ada bentuk-bentuk yang lainnya ?” Maka jawabannya, Rejeki yang diberikan oleh Allah Swt. kepada kita bukan hanya yang berupa harta atau benda saja. Rejeki dapat pula berupa kesehatan, kekuatan tubuh, keterampilan, atau bahkan gerak langkah dalam kehidupan.

Suatu ketika anda tidak punya uang, lalu anda berkata, “Saya tidak bisa menyumbang karena saya tidak punya uang” padahal menyumbang bisa dengan berbagai macam cara, bisa dengan tenaga, ilmu pengetahuan, keterampilan yang semuanya untuk kepentingan masyarakat.

Allah Swt berfirman di dalam surah Al-Baqarah ayat 3:

 (yaitu) mereka yang berimankepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. (al-Baqarah)

Arti rejeki dari ayat dia atas yaitu segala apa yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat. Oleh karena itu, di dalam mengarungi bahtera rumah tangga kita diwanti-wanti oleh baginda Nabi saw. untuk selalu menata hati jangan sampai tujuan kita hanya materi dan kemuliaan duniawi karena ujung-ujungnya akan membuat kita kecewa dan menderita. Kita diperintahkan agar supaya membangun rumah tangga dengan niat mencari ridlo Allah Swt agar kita menggapai bahagia dunia hingga akhirat, amin ya rabbal alamin.

Wallahu a’lam

*) Penulis adalah pegiat Komunitas Literasi Pesantren (KLP), tinggal di Sidoarjo