Badan Hak Asasi Manusia di Organisasi Kerjasama Islam (OKI) menolak rencana perdamaian Timur Tengah yang digagas oleh Presiden AS Donald Trump. Menurut Komisi Independen Hak Asasi Manusia Independen OKI (IPHRC) yang dilansir laman arabnews mengatakan bahwa inisiatif perdamaian tersebut hanya akan berhasil ketika mengikuti hak menentukan nasib sendiri tidak dicabut yang telah dijamin oleh hukum internasional dan resolusi PBB. Setiap proses perdamaian perlu memiliki keterlibatan penuh dari Palestina, yang merupakan pihak yang dirugikan.
Rencana Trump telah ditolak tegas oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Hamas, yang saat ini juga memerintah Gaza. Hal ini menegaskan pandangannya bahwa setiap tindakan sepihak untuk mengubah status demografis, geografis dan historis Al-Quds (Yerusalem) tidak hanya melanggar hukum internasional termasuk Konvensi Jenewa tetapi juga bertentangan dengan Dewan Keamanan PBB, Majelis Umum dan Hak Asasi Manusia.
Komisi ini menyambut pernyataan dari PBB dan OKI, memberikan dukungan penuh untuk solusi dua negara dan harus membantu Palestina untuk membangun negara mereka sendiri yang independen dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Para pemimpin dari The Elders sebuah LSM HAM Internasional yang didirikan oleh mendiang Nelson Mandela, mengecam juga rencana perdamaian Presiden AS Donald Trump untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina.
“Rencana itu tidak dapat memberikan solusi yang bisa diterapkanuntuk konflik, “ kata Mary Robinson ketua LSM tersebut dan mantan Presiden Irlandia. Menurut mereka, apabila rencana tersebut diimpelentasikan solusi teruwudnya dua negara menjadi tidak mungkin.
Dalam sebuah pernyataan, kelompok yang sebelumnya diketuai oleh mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan dan Uskup Agung Desmond Tutu itu mendesak masyarakat internasional untuk menekankan bahwa akuisisi wilayah melalui kekerasan adalah ilegal, dan akan menghasilkan tindakan balasan.
Ban Ki-moon, wakil ketua The Elders dan mantan sekretaris jenderal PBB, mengatakan: “Solusi terbaik, paling logis dan adil adalah menyediakan dua negara untuk kedua bangsa, berdasarkan perbatasan 1967 yang diakui secara internasional.”