Mengkritisi Tuduhan Syi’ah Quraish Shihab

Mengkritisi Tuduhan Syi’ah Quraish Shihab

Era media sosial adalah era di mana banyak sekali orang yang melakukan tuduhan dan merasa paling benar sendiri. Termasuk tuduhan Syiah yang dialamatkan kepada Quraish Shihab.

Mengkritisi Tuduhan Syi’ah Quraish Shihab

 “Sejatinya kita adalah saudara dan tidak perlu saling menimbulkan ketegangan. Surga terlalu luas sehingga tidak perlu memonopolinya hanya untuk diri sendiri” – Prof. Dr. M. Quraish Shihab, M.A. (Pengantar Buku Putih Madzhab Syi’ah).

Ada kebiasaan buruk yang dilakukan oleh beberapa kelompok Islam dalam menyikapi perbedaan pemahaman antar golongan Islam. Kelompok ini oleh banyak kalangan dijuluki sebagai kelompok takfiri. Julukan ini muncul karena dari kebiasaan mereka yang sering mengkafir-kafirkan dan menyesat-sesatkan kelompok lain.

Mereka menuduh golongan Islam dengan pemahaman yang berbeda dengan tuduhan sesat dan bukan bagian dari Islam. Kelompok Islam yang sering menjadi sasaran tuduhan-tuduhan mereka adalah kelompok muslim minoritas. Diantara mereka adalah Syi’ah dan Ahmadiyah. Bahkan, tak jarang tuduhan-tuduhan tersebut berujung kepada tindak kekerasan dan bahkan pembunuhan.

Bahkan, tak tanggung-tanggung, mereka juga menuduh ayahanda jurnalis dan host cerdas Najwa Shihab, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, M.A sebagai Syi’ah. Tentunya tuduhan tersebut sangatlah sembarangan dan keliru. Mereka menuduhkan bahwa kitab tafsir Al-Misbah yang sejumlah 17 jilid itu adalah bukti bahwa Prof. Quraish adalah Syi’ah. Mereka menuduh bahwa kitab tersebut dipengaruhi oleh kitab tafsir Al-Mizan (21 jilid) karya ulama’ Syi’ah. Hal itu kemudian sudah diklarifikasi sekaligus dijernihkan oleh Prof. Nadirsyah Hosen. Prof. Nadir menjelaskan bahwa, kitab tafsir karya Prof. Quraish dipengaruhi oleh banyak kitab tafsir lainnya. Dan justru malah ada banyak hal dalam tafsir tersebut yang berbeda pandangan dengan kitab tafsir  Al-Mizan –kitab tafsir yang mereka tuduhkan sebagai kitab tafsir Syi’ah.

Perilaku tuduh-menuduh sesat maupun kafir oleh beberapa kelompok Islam tersebut sangatlah berbahaya. Bisa diambil contoh kasus yang dialamatkan kepada Prof. Quraish seperti di atas. Mereka secara sembarangan dalam menilai pihak tertentu dengan label sesat. Padahal, seperti yang kita ketahui semua, bahwa kitab tafsir Al-Misbah karya Prof. Quraish adalah karya akademis seseorang ulama’ besar lulusan doktoral Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Artinya, karya tersebut bukanlah karya biasa yang remeh. Tentunya, kitab tersebut dapat lahir karena kapasitas ilmu seseorang akademisi yang tak main-main.

Akan tetapi, sebuah karya akademis seperti kitab tafsir Al-Misbah-nya Prof. Quraish dituduh oleh pihak tertentu yang barangkali kapasitas akademik tidak pernah mengenyam bangku akademik secara teratur sebagaimana Prof. Quraish tersebut. Barangkali mereka yang menuduh Prof. Quraish secara sembarangan tersebut adalah seorang muslim yang baru belajar tentang Islam dari media sosial ataupun kajian keislaman yang singkat.

Kita semua sangat menyayangkan, kenapa beberapa kelompok Islam ini sangat mudah menuduh kelompok yang berbeda dengan mereka sebagai sesat maupun kafir. Kenapa ketika mereka memiliki pandangan keislaman yang berbeda dengan kelompok mereka tidak memperdebatkan perbedaan pemahaman tersebut secara bermartabat dan berwibawa. Kenapa ketika mereka menuduh karya Prof. Quraish tidak menandinginya dengan melahirkan karya kitab tafsir baru ataupun menuliskan kritik mereka secara akademis.

Daripada bersusah payah untuk belajar kajian Islam secara mendalam dan melalui prosedur akademis, mereka lebih suka melabeli secara sembarangan orang lain dengan tuduhan sesat maupun kafir. Dan tak jarang, aktivitas mereka tersebut berujung kepada tindakan-tindakan kekerasan kepada pihak yang mereka tuduh sebagai kelompok Islam yang sesat. Dengan demikian, pada dasarnya perilaku mereka tak lain adalah keangkuhan dalam beragama yang merasa paling benar sendiri. Padahal, sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Quraish Shihab bahwa kita (Islam) itu semuanya bersaudara. Dan untuk penutup, sebagaimana dikatakan Prof. Quraish di atas bahwa “surga terlalu luas sehingga tidak perlu memonopolinya hanya untuk diri sendiri”. Wallahu a’lam.

M. Fakhru Riza, Penulis adalah pegiat di Islami Institute Jogja.