Salah satu tugas terpenting Rasulullah diturunkan ke bumi adalah menyempurnakan Akhlak. Tapi, selain itu, kedatangan beliau juga untuk mempersatukan bangsa yang terpecah belah dan terkoyak. Baik karena perbedaan pendapat maupun etnis dan suku.
Dalam sejarahnya, ketika Muhammad masih muda dan belum diutus menjadi Rasulullah, terjadilah banjir besar di Mekah yang meruntuhkan dinding Ka‘bah. Kemudian kaum Quraisy berusaha membangun kembali dan tentu Muhammad pun ikut bekerja, membantu pembangunan kembali bangunan yang porak poranda.
Setelah segalanya selesai, kaum Quraisy akan meletakkan Hajar Aswad di tempatnya semula. Maka, mulai timbul perselisihan. Siapa yang paling berhak di antara mereka? Menjadi peletak Hajar Aswad di tempatnya yang semula?
Perselisihan itu parah dan hampir menyebabkan peperangan antar suku. Llau, Abu Umayah bin Mughirah, salah seorang tetua Quraisy mengajak untuk mengajak yang berselihih bersepakat untuk membuat sebuah aturan, barangsiapa yang datang pertama kali ke ka’bah, maka ia yang berhak untuk memutuskan siapa yang layak.
Kemudian sejarah mencatat, orang terpilih itu adalah Muhammad. Bukannya memilih untuk meletakkan Hajar Aswad sendirian, ia justru meletakkan sorbannya dan mengajak para pihak yang bertikai untuk bersama-sama menjunjung Hajar Aswad ke tempat semula, sekaligus sebagai penanda persatuan. Beliau pun diberi gelar Al Amien yang bermakna orang yang terpercaya.
Belum lagi traktar Piagam Madinah yang beliau telurkan guna menjadi pedoman hidup di Madinah yang plural. Traktat itu menjadikan Madinah sebagai representasi kota modern di zamannya dan mengatur kehidupan bersama, tidak hanya umat islam tapi juga umat lain, bahkan Yahudi.
Dalam hidup beliau yang cuma 63 tahun tersebut, banyak sekali kita temukan pelajaran penting terkait upaya untuk mempersatukan bangsa yang terkoyak dan tercerai berai. Tentu saja kita tidak bisa melupakan bagaimana beliau memaafkan seluruh warga Makkah yang memusuhi dia dalam peristiwa Fathul Makkah.
Peristiwa Fathul Makkah ini dicatat sejarah sebagai tonggak penegasan Islam sebagai rahmah (kasih sayang). Padahal, bisa saja Rasulullah membumi-hanguskan kota tersebut yang selama bertahun-tahun memusuhi dan membuat Nabi beserta pengikutnya sengsara.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada bagi kamu pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat, serta yang berzikir kepada Allah dengan banyak (QS. AL Ahzab: 21
Untuk itulah, mengikuti jejak Nabi, hendaklah senantiasa menjadi rahmah bagi orang lain, bahkan turut andil dalam mempersatukan kembali bangsa yang terkoyak seperti yang kita lihat akhir-akhir ini, seperti halnya Doa KH Maimoen Zubair di Lombok beberapa pekan lalu, “Jadikanlah kami ini mengikuti jejak Nabi, mempersatukan bangsa yang terkoyak.”