Mengikat Solidaritas di Hari Pahlawan

Mengikat Solidaritas di Hari Pahlawan

Mengikat Solidaritas di Hari Pahlawan

Pada tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingati sebagai Hari Pahlawan. Peringatan ini didasarkan atas semangat juang para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan NKRI. Mempertahankan dari tangan-tangan penjajah yang sebetulnya tidak ingin Indonesia merdeka. Tidak hanya para tentara atau politisi nasional saja yang ikut berperang melawan penjajah, akan tetapi para kyai dan santri juga terlibat di dalamnya.

Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus bangsa sudah sepatutnya memperingati hari pahlawan. Setidaknya kita merenungkan generasi terdahulu tentang perjuangannya mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dengan harapan dari renungan tersebut kita bisa belajar banyak hal terutama tentang ikatan yang menjalin satu sama lain, melebur menjadi satu kekuatan besar yang mampu mempertahankan kemerdekaan ini.

Mempelajari sejarah pahlawan bukan berarti kita semua diwajibkan untuk menyiapkan diri untuk siap berperang secara fisik. Akan tetapi, hikmah yang bisa kita ambil dari pembelajaran itu adalah adanya rasa solidaritas antar sesama. Jika dulu lawan mereka jelas yakni penjajah, namun saat ini lawan kita bukan lagi penjajah melainkan orang kita sendiri. Bung Karno pernah mengatakan bahwa musuh negara saat ini sangat mudah karena jelas dari negara lain yang ingin menguasai Indonesia dan kita tinggal mengusirnya saja, akan tetapi di zaman nanti musuh kalian sulit untuk dikalahkan karena dari orang-orang sendiri.

Pernyataan Bung Karno di atas memang terjadi saat ini. Di saat Indonesia sedang membangun negeri agar lebih baik akan tetapi ada gangguan dari orang-orang sendiri. Mulai dari tindak pidana korupsi mulai yang terkecil hingga pejabat pusat, penyimpangan ideologi dari Pancasila seperti HTI, dan sebagainya.

Oleh karena itu, peringatan hari pahlawan setidaknya mengingatkan kita bagaimana beratnya perjuangan para pendahulu kita. Di momen ini juga bisa memperkokoh lagi ikatan solidaritas kebangsaan kita. Mengintegrasikan semua komponen bangsa untuk bersatu dalam membangun Indonesia adalah sebuah upaya kita untuk menghargai perjuangan para pendahulu.

Ikatan solidaritas yang kuat ini untuk melawan dari berbagai ancaman hegemoni maupun ideologi dari negara lain. Meskipun tidak kelihatan secara kasat mata, akan tetapi mereka menggunakan strategi posisi. Menurut Anthonio Gramsci perang posisi lebih berbahaya daripada perang manuver. Jika perang manuver menggunakan fisik dan telah dibuktikan oleh generasi dulu untuk melawan penjajah, namun peran posisi memperebutkan simpati masyarakat dengan berbagai hegemoni, seperti tragedi Aksi Bela Islam. Ke depannya, perang posisi ini akan terus dilakukan oleh sekelompok orang yang memiliki kepentingan. Terutama para politisi.

Jika generasi saat ini tidak memiliki semangat juang seperti para pendahulu, maka mereka akan kalah dalam perang posisi. Sebagai konsekuensinya, kepercayaan terhadap negara lama-kelamaan akan terkikis dan mereka akan bertindak membentuk sistem baru sesuai keinginannya.

Maka dari itu, pentingnya memperkuat ikatan solidaritas yakni untuk melawan mereka yang ingin menguasai Indonesia atas nama satu golongan. Silahkan menggunakan ruang publik untuk perang wacana atau perang posisi karena hal itu dijamin oleh negara, asalkan tau batasan-batasannya. Wallahhu a’lam.