Menggapai Kun Fayakun dalam Doa

Menggapai Kun Fayakun dalam Doa

Kun Fayakun adalah teknik doa dan kita seharusnya memiliki itu

Menggapai Kun Fayakun dalam Doa

Tidak terkabulnya do’a menimbulkan banyak tafsir atasnya. Ada yang meninjau dari cara berdo’a, seperti tata krama, syarat dan rukun yang terkandung di dalamnya. Dikatakan oleh sebagian ulama’ bahwa orang yang berdo’a harus terbebas dari keharaman, meliputi pakaian yang dipakai serta makanan yang masuk ke dalam perutnya harus halal. Maka apabila do’a tidak terkabul, orang harus melihat kembali kepada dirinya, adakah sesuatu yang “haram” tersebut pada dirinya? Jika ada, apa saja?

Kemudian dikatakan pula tentang tata krama dalam urusan do’a. Meminta kepada yang memiliki segalanya tentulah harus dengan tata krama yang baik. Tutur kata, kondisi hati, bahkan terhadap apa yang dimintakan apakah sudah layak? Caranya pun sudah ada yang merumuskan bahwa untuk berdo’a, selain menyebut nama Tuhan harus mengucap shalawat serta bacaan hamdalah. Karena shalawat adalah kunci untuk membuka pintu hubungan antara si pendo’a dan yang dimintai do’a. Namun, apabila semua itu sudah terpenuhi dan ternyata masih belum juga terkabul. Apa yang harus dilakukan? Apakah sabar? Ataukah berusaha ikhlas dikarenakan memang sudah putus asa atas do’a-do’a yang dipanjatkan tidak kunjung dikabulkan?

Dalam surat Yasin ayat ke 82, “innama amruhu idza arooda syaian ayyaquula lahu kun fayakun”. Ada kalimat terakhir yang selayaknya kita pelajari dan dalami, yaitu Kun Fayakun yang artinya Jadilah, maka akan jadi. Kalimat itu selama ini diartikan bahwa ketika Tuhan menghendaki sesuatu, tinggal mengucap Kun, maka “cling”, akan langsung terwujud seketika itu juga. Kun dalam bahasa arab adalah fi’il amr (kata perintah) yang artinya jadilah! sedangkan Fayakun adalah fi’il mudlori’ (kata kerja) yang artinya maka “akan” terjadi.

Sehingga bisa ditarik pemahaman bahwa ketika Tuhan memerintah dengan kata Kun yang artinya jadilah! diteruskan dengan kata Fayakun yang artinya maka akan terjadi, disitu ada dua peristiwa. Yang pertama, perintah atas kejadian. Yang kedua, proses terjadinya kejadian tersebut. Kecuali jika dalam ayat 82 tersebut hanya berhenti pada Kun tanpa Fayakun, maka dalam menciptakan segala sesuatu, tidak akan pernah ada yang namanya proses.

Maka ketika kita telah selesai mengantarkan do’a. Kemudian Tuhan mendawuhkan perintah “terkabullah!”, otomatis diteruskan dengan “maka akan terkabul”, yang artinya berlangsunglah proses menuju terkabulnya do’a yang kita pinta. Entah proses itu sebentar atau lama, yang pasti semua telah bekerja dan berlangsung untuk mewujudkan perintah Tuhan yang bernama “terkabul”. Sehingga kita mengerti bahwa pada hakikatnya semua do’a dikabulkan. Dan pada akhirnya, benarlah dawuh Tuhan.

 “Ud’uniy astajib lakum”. Berdo’alah, niscaya Kukabulkan!