Mengenal Rama Guru Syatariyah di Cirebon (2)

Mengenal Rama Guru Syatariyah di Cirebon (2)

Mengenal Rama Guru Syatariyah di Cirebon (2)

Aksara.cirebon

Pada tahun 1707 dibangun langgar, tajug (mushalla), dan keraton. Masyarakat menyebut tempat itu dengan nama Kaprabonan. Tajug itulah tempat belajar al-Qur’an dan agama Islam hingga turun temurun, termasuk dijadikan tempat untuk menyusun perjuangan melawan kolonial pada masa itu.

Dalam perkembangannya, pembelajaran agama di Kaprabonan berubah menjadi lebih khusus lagi, yaitu belajar agama melalui tarekat Syatariyah. Karena itu Kaprabonan disebut sebagai salah satu tempat berguru ilmu tarekat Syatariyah, pengguron. Beberapa kali tempat pengguron berpindah tempat sebelum adanya Kaprabonan ini, sesuai dengan tempat para gurunya.

Kaprabonan sebagai pengguron sendiri pernah berubah menjadi keraton, hal itu berawal dari agenda nasional Festival Keraton se-Nusantara pertama pada tahun 1995 di Solo. Menurut Hempi, Raja Kaprabonan saat ini, dari dahulu juga sebenarnya Kaprabonan itu keraton, sebagaimana Kacirebonan, Kanoman dan Kasepuhan. Pendapat Hempi ini tentu saja masih bisa diperdebatkan.

Berdasarkan kenyataan semacam itu, di Kaprabonan terdapat dua silsilah, pertama silsilah sebagai Raja Kaprabonan dan kedua silsilah pengguron Syatariyah. Menurut pengakuan Hilman yang menjadi Rama Guru, tidak semua Raja Kaprabonan itu otomatis menjadi mursyid Syatariyah atau Rama Guru, sekalipun para Raja Kaprabonan tetap mengakui dirinya sebagai Rama Guru.

Silsilah Kaprabonan dari tahun 1696 hingga sekarang, sebagai berikut:

  1. Pangeran Raja Adipati Kaprabon (1696-1734)
  2. Pangeran Kusuma Waningyum Raja Kaprabon II (1734-1766)
  3. Pangeran Brataningrat Raja Kaprabon III (1766-1798)
  4. Pangeran Raja Sulaiman Sulendraningrat Raja Kaprabon IV (1798-1838)
  5. Pangeran Arifudin Kusumabratawirdja Raja Kaprabon V (1838-1878)
  6. Pangeran Adikusuma Adiningrat Raja Kaprabon VI (1878-1918)
  7. Pangeran Angkawijaya Raja Kaprabon VII (1918-1946)
  8. Pangeran Aruman Raja KaprabonVIII (1946-1974)
  9. Pangeran Herman Raja Kaprabon IX (1974-2001)
  10. Pangeran Hempi Raja Kaprabon, MP. (2001-sekarang)

Adapun dalam silsilah tarekat Syatariyah di Kaprabonan berasal dari jalur Abdullah bin Abdul Qahhar, bukan berasal dari Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan dan Syaikh Abdurrauf as-Singkili Aceh yang selama ini dianggap sebagai jalur utama penyebar Syatariyah di Jawa dan Nusantara sejak abad ke-17/18.

Silsilah Syatariyah di Kaprabonan Cirebon sebagaimana dalam naskah Syatariyah dan Muhammadiyah, berbeda dengan silsilah Syatariyah di Keraton Kanoman dan Kacirebonan yang berasal dari Syaikh Abdurrauf as-Singkili dan Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan.

Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa persebaran tarekat Syatariyah di keraton Cirebon sangat dinamis dan tidak tunggal. Dinamika itu pula dapat mencerminkan keragamaan bertarekat di Cirebon, sekalipun dengan nama tarekat yang sama, Syatariyah.

Ternyata, keragaman Syatariyah di Cirebon di atas, sekalipun berasal dari Abdullah bin Abdul Qahhar, tidak tunggal hanya Syatariyah dan Muhammadiyah saja, sebab berdasarkan naskah kuno lainnya, terdapat nama tarekat Syatariyah Rifaiyah dan Syatariyah Qadariyah.

Betapa beragamnya tarekat Syatariyah di Cirebon. Hal itu belum lagi dengan silsilah Syatariyah di Pesantren Buntet yang mengambil jalur dari Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah, yakni Kiai Asy’ari. Karena itu tidak salah jika tarekat Syatariyah di Cirebon disebut sebagai melting pot Syatariyah di Nusantara. []

Mahrus eL-Mawa, Dosen Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Pendiri Pusat Studi Budaya dan Manuskrip ISIF Cirebon.