Mengenal Para Sastrawan Khawarij

Mengenal Para Sastrawan Khawarij

Sebagai bangsa Arab yang hidup serta bergelut dengan budaya syair dan sastra, sudah selayaknya ada beberapa pengikut Khawarij yang ahli dalam bidang ini.

Mengenal Para Sastrawan Khawarij

Kaum Khawarij sudah sering diperbincangkan di berbagai diskursus dan literasi. Ratusan buku mengenai mereka mungkin sudah banyak dicetak dan tersebar. Kaum yang memiliki syiar “Laa Hukma Illallah” (kalimatnya benar, namun maksudnya salah) ini pun memiliki anggota dari berbagai kalangan. Di antara mereka ada yang ahli hadis, ahli fikih, sastrawan ulung, dan masih banyak lagi.

Secara historis, bangsa Arab tidak pernah terlepas dari pergulatannya dengan sastra, baik syair maupun prosa. Bahkan hal itu sudah mulai ada dan berkembang sebelum Islam datang.

Maka dari itu, kita sering mendengar pembahasan syiir jahiliyyah dalam pelajaran adab wan naqd, yaitu pembahasan syair sekaligus para penyairnya sebelum risalah Nabi datang.

Ruang lingkup pembahasan syair mereka tak lepas dari beberapa tema tentang keberanian, dorongan untuk pemberontakan, meratapi pasukan yang terbunuh, mengkafirkan kelompok yang berbeda dengan mereka, serta duka cita karena perselisihan.

Sebagai bangsa Arab yang hidup serta bergelut dengan budaya syair, sudah selayaknya ada beberapa pengikut Khawarij yang ahli dalam bidang ini. Dalam kitab Al-Khawarij Adabuhum wa Tarikhuhum disebutkan beberapa penyair dari kalangan khawarij, Berikut biografi singkatnya.

1. Imron bin Khitton

Ia adalah seorang keturunan dari ‘Amr bin Syaiban bin Dzahl bin Tsa’labah bin Ukabah bin Sha’b bin Ali bin Bakr bin Wail. Penyair dari golongan as-Sufriyah, salah satu kelompok pecahan Khawarij. Kunyahnya adalah Abu Samak.

Penyair ini hidup di masa bani Umayyah dan tumbuh di Basrah. Ia juga sangat cinta kepada ilmu dan hadis, sehingga ia pernah meriwayatkan dari sahabat yang masih hidup ketika itu. Di antaranya pernah meriwayatkan hadits dari Ummul Mukminin Siti Aisyah, Abu Musa Al-‘Asy’ari, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar.

Ia memang tidak lihai dalam memegang pedang dan berperang, namun ia menggunakan lisannya sebagai senjata andalannya untuk membuat propaganda yang mampu mengajak orang-orang pada jalan pemikirannya.

Salah satu syairnya ia buat saat berada dalam pelarian hingga sampai di suatu kaum dari kalangan Azdi dan menetap di sana hingga akhir waktunya pulang keharibaan Allah Swt.

نزلنا بحمد الله في خير منزل # نسرّ بما فيه من الأُنس والخفر

 (nazalna bihamdillahi fi khoiri manzilin # nusarru bima fiihi minal unsi wal khofar)

Kami tinggal di sebaik-baiknya tempat # kami dibuat senang dengan keramahan dan penjagaan.

Pernah ia meratapi kematian Mirdas bin Udiyyah, seorang Khawarij tulen yang sering dikenal dengan Abu Bilal.

يا عين بكيّ لمرداس ومصرعه # يا ربّ مرداس نِ اجعلني كمرداس

(ya ainun bakiyyun li Mirdasin wa mashro’ih # ya robbi Mirdasin nij’alni ka Mirdasin)

“Wahai mata yang menangis karena Mirdas dan kematiannya # wahai Tuhan Mirdas jadikanlah aku sepertinya”

2. At-Tirmah bin Hakim

Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Al-Aghoni, beliau memiliki kunyah Abu Nafr atau Abu Dhobyah. Ia tumbuh besar di negri Syam kemudian pindah ke Kufah. Ia adalah penganut sekte Azariqoh, salah satu pecahan dari kelompok Khawarij, namun ada yang mengatakan beliau dari sekte As-Sufriyyah. Wafat sekitar tahun 105 H.

Ia termasuk penyair islam yang sangat fasih, satu-satunya penyair Khawarij yang syairnya dijadikan diwan, yaitu kitab kumpulan syair miliknya.

Ketika ia melewati masjid Basrah dalam keadaan sangat khawatir, tiba-tiba ada seorang yang memanggilnya, “Siapa gerangan orang yang sangat khawatir ini?”

Tirmah menjawab, “Aku adalah orang yang berkata,

لقد زادني حبا لنفسي أنّني # بغيض إلى كلّ امرئ غير طائل

(laqod zadani hubban linafsi annani # bagidhun ilaa kulli imriin ghoiri thoilin)

Kebencianku kepada orang yang tak berguna menambah kecintaanku pada diriku

3. Qithri bin Fujaah

Dari sekte Azariqoh, sekaligus memimpin sekte itu setelah Nafi’ bin Azroq. Ia dianggap sebagai pemimpin terakhir orang-orang kuat dari kaum Khawarij. Ia memiliki dua kunyah, ketika waktu perang kunyahnya adalah Abu Muhammad dan di waktu selain peperangan kunyahnya adalah Abu Nu’amah.

4. Ar-Rohin Al-Murodi

Ia tidak mengenal sekte dan tidak bergabung dengan sekte apapun. Sangat pintar nan pandai. Imam Thobari mengatakan bahwa Rohin memiliki derajat yang sama dengan Imron bin Khitton dalam kecerdasan, kemampuan bersyair dan pemahaman.

5. Abu Hamzah Al-Khoriji

Nama aslinya adalah Mukhtar bin Auf Al-Azdi, warga Basrah. Ia getol sekali dalam mengajak orang-orang untuk memerangi Marwan bin Muhammad dan keluarganya. Sebagaimana ditulis dalam kitab Al-Khawarij Adabuhum Wa Tarikhuhum, ia meninggal pada tahun 130H setelah digempur oleh Bani Umayyah dan disalib. Mayatnya masih menggantung di salib hingga kedaulatan dipimpin oleh Bani Abbasiyyah, kemudian mayatnya diturunkan dan dikubur.

Selebihnya terdapat nama-nama seperti Isa bin Fatik Al-Habthi, Yazid bin Habna dari kalangan Azariqoh, ‘Amr bin Dzukainah, seorang khawarij yang hidup pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Penyair wanita dari Khawarij pun ada, yaitu Laila binti Thorif.

Para tokoh-tokoh ini menunjukkan bahwa perbedaan aliran tidak mengendurkan semangat mereka dalam berkarya. Mereka adalah aset-aset Islam di bidang sastra walaupun memiliki aliran yang berbeda dengan kita.