Mengenal Isu-isu Keperempuanan dan Islam dalam Satu Buku

Mengenal Isu-isu Keperempuanan dan Islam dalam Satu Buku

Buku ini mencoba memberikan perspektif yang agak anti-maintsream tentang topik-topik keperempuanan dalam Islam, terutama ketika kini semakin banyak tafsir diskriminatif dan membatasi gerak ruang perempuan.

Mengenal Isu-isu Keperempuanan dan Islam dalam Satu Buku

Buku ini menurut saya adalah salah satu buku yang mencoba memberikan perspektif yang agak anti-maintsream tentang topik-topik keperempuanan dalam Islam, terutama ketika kini semakin banyak tafsir diskriminatif dan membatasi gerak ruang perempuan.

Dibagi menjadi tiga tema besar, yakni: Islam dan Kepemimpinan Perempuan; Islam dan Seksualitas Perempuan; serta Perempuan, Islam, dan Negara, seluruh artikelnya merupakan respon dari berbagai permasalahan sosial perempuan yang mengemuka di ruang publik.

Dari keresahan Neng Dara terkait kekerasan yang dialami kaum hawa dalam kehidupan rumah tangga hingga kontroversi kepemimpinan perempuan di level birokrasi. Tak ayal, buku ini kaya akan berbagai pembahasan kritis namun mendalam tentang kehidupan perempuan yang selalu dinamis.

Diawali dengan catatan menarik berjudul “Islam dan Keperempuanan”, tulisan ini mengingatkan kita kembali bahwa Islam adalah agama yang seadil-adilnya dalam melihat persoalan gender. Ajaran Islam sudah sedari dulu menitikberatkan bahwa derajat manusia di hadapan Rabb-nya adalah sama, dan tidak berbeda, kecuali kualitas keimanan dan ketakwaan.

Dari landasan ini, idealnya bila kita menerapkan nilai-nilai Islam secara kaffah tentu para muslimah di berbagai belahan dunia kondisinya tidak akan jauh berbeda dengan kaum lelaki. Namun nyatanya, kondisi perempuan di negara-negara mayoritas Muslim justru malah kian tertinggal. Bukan hanya dari tingkat pendidikan, namun juga taraf kesehatan.

Lebih lanjut dalam uraiannya, menurut pengajar tetap Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia/UNUSIA, diberikannya peluang perempuan memimpin suatu daerah diharapkan akan membuka kesempatan yang lebih luas bagi sesama perempuan untuk mengembangkan dan memberdayakan diri. Realitanya, di beberapa daerah sudah terlihat bahwa para pemimpin perempuan juga dapat berprestasi dan bisa membawa daerahnya unggul dan kesejahteraan masyarakatnya pun meningkat.

Sayangnya, kasus seperti ini tidak banyak. Budaya patriarki yang menganggap laki-laki lebih superior dibanding perempuan membuat alam bawah sadar kolektif masyarakat cenderung terkotak-kotakkan dan menolak kepemimpinan perempuan di ranah publik.

Kendala lainnya adalah konsep “qawwam” pada ayat Alquran sering kali dimaknai tunggal sebagai pemimpin atau penguasa, tanpa memperhatikan konteks ruang dan waktu. Sehingga gaung kepemimpinan perempuan hanya sebatas regulasi kuota, tanpa adanya dorongan sosial dari masyarakat untuk memilih pemimpin perempuan.

Kondisi yang kompleks tersebut tentu semakin menurunkan tingkat partisipasi perempuan di bidang sosial dan politik. Padahal, jika kita mau menggali lebih dalam nilai-nilai Alquran, sesungguhnya prinsip dasar Islam adalah Allah menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan untuk menjadi pemimpin (Inni ja’ilun fil ardhi khalifah). Jadi, tidak mengherankan bila Khadijah diberikan kesempatan Rasul untuk menopang ekonomi keluarga dan merelakan hartanya untuk jihad fii sabilillah.

Bukan hanya Khadijah saja yang diberikan kemerdekaan untuk memilih ladang amal terbaik, Aisyah bahkan pernah memimpin pasukan muslim dalam perang Waqiatul Jamal (perang unta). Sehingga, terasa aneh sekali bila umat Islam dewasa ini masih mempersoalkan kepemimpinan perempuan, terlebih bila perempuan yang mendapatkan amanah memiliki kompetensi tinggi dan dapat memberikan banyak manfaat kepada masyarakat.

Selain menyuguhkan opini menarik tentang gejolak politik dan kepemimpinan perempuan, buku yang terbit dua tahun lalu ini juga berhasil memberikan suguhan bangunan pengetahuan Islam sekaligus kajian sejarah sosiologis dengan pendekatan keperempuanan.

Disamping itu, penuturan topik berat dengan bahasa sederhana membuat orang yang awam tentang politik gender akan jauh lebih mudah memahami apa yang ingin disampaikan oleh sang penulis. Oleh karenanya, buku setebal 200 halaman patut menjadi bahan bacaan utama bagi pemerhati isu keperempuanan dan orang-orang yang tertarik untuk mendapatkan sudut pandang berbeda tentang gender dari aspek religi.

Selamat membaca!

 

RESENSI BUKU

Judul Buku: Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas

Pengarang: Neng Dara Affiah

Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Tahun terbit: 2017

Tebal buku: xii + 200 halaman