Mengenal Fungsi Al-Quran dan Hadis

Mengenal Fungsi Al-Quran dan Hadis

Mengenal Fungsi Al-Quran dan Hadis

Sejak agama yang dibawa Muhammad lahir di tanah Arab hingga sekarang, Al-Qur’an, hadis, dan ijma memiliki posisi yang cukup penting dalam kehidupan muslim sehari-hari. Lalu, apa dan bagaimana peran dari Al-Qur’an, hadis, dan ijma itu sendiri. Apakah kedudukan Al-Qur’an dan hadis itu setara, dan bagaimana dengan ijma apakah juga memiliki porsi dan peran yang sama. Jawaban sederhananya adalah bahwa tradisi muslim merekamnya sedemikian rupa hingga melahirkan kekayaan intelektual yang luar biasa.

Al-Qur’an

Al-Qur’an memiliki posisi sentral dalam Islam. Ia menjadi yang pertama sebagai rujukan dalam segala hal. Dalam tradisi sumber tradisional sebagaimana dikatakan Syed Hossein Nasr, Al-Qur’an dikenal dengan tiga buah nama, yaitu Al-Qur’an, al-Furqan, dan Ummul Kitab. Secara umum Al-Qur’an dikenal sebagai bacaan yang berisi ide dan pikiran yang tidak hanya sebagai pedoman kebenaran, akan tetapi juga kebijaksanaan.

Muslim sepakat bahwa Al-Qur’an merupakan kitab pedoman. Kebenaran ayat-ayatnya adalah mutlak. Kesan utama yang ditinggalkan Al-Qur’an, menurut Fazlur Rahman, adalah suatu kehendak terpadu dan terarah yang menciptakan ketertiban di dalam semesta.

Senada dengan Rahman, Syed Hossein Nasr juga mengatakan bahwa di samping berisi aturan Tuhan, Al-Qur’an juga mengandung metafisika, kosmologi dan ajaran tentang dunia dan akhirat, dalam ekspresi dan formulasinya yang apa adanya.

Syed Hossen Nasr menambahkan setidaknya ada tiga jenis petunjuk yang berikan Al-Qur’an. Petunjuk jenis pertama adalah doktrin. Al-Qur’an memberi petunjuk tentang struktur kenyataan dan posisi manusia di dalamnya. Doktrin itu berisi pertunjuk moral dan hukum yang menjadi dasar syariat yang mengatur kehidupan manusia sehari-hari. Doktrin itu juga mengandung metafisika tentang Tuhan, kosmologi tentang alam semesta serta kedudukan berbagai makhluk dan benda dindalamnya, dan pembahasan kehidupan diakhirat.

Petunjuk jenis kedua adalah Al-Qur’an berisi perihal yang menyerupai ringkasan sejarah manusia, rakyat biasa, raja-raja, orang-orang suci, dan para Nabi sepanjang zaman dan segala cobaan yang menimpa mereka.

Meski dalam bentuk cacatan sejarah, petunjuk ini lebih ditujukan kepada jiwa manusia. Manusia-manusia yang dinarasikan Al-Qur’an dalam panggung sejarah masa lalu adalah lambang dari berbagai daya yang ada di dalam diri manusia. Al-Qur’an menjadi petunjuk tentang kehidupan manusia, yang diawali dengan kelahiran dan diakhiri dengan kematian dan bahwa semua bersumber dari-Nya.

Ketiga, Al-Qur’an berisi sesuatu yang sulit dijelaskan dalam bahasa modern. Petunjuk ini lebih kepada bahwa ayat-ayat Al-Qur’an menyerupai azimat yang melindungi manusia. Sukar untuk dijelaskan secara rasional.

Selain menjadi kitab petunjuk, Al-Qur’an juga telah melahirkan ribuan lembaran kitab tafsir. Al-Tabari menulis berjilid-jilid Jami Al-Bayan An Ta’wil Ay Al-Qur’an. Begitu pula Ar-Razi, menulis Mafatihul Ghaib atau Tafsir Al-Kabir.

Belum lagi ulama-ulama lain seperti Al-Baidhawi, Ibn Katsir, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, hingga Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Berbeda dengan Al-Qur’an yang kebenaran ayat-ayatnya mutlak, kebenaran tafsir Al-Qur’an lebih bersifat relatif dan tentatif.

Hadis

Secara sederhana, hadis dapat digambarkan dengan beberapa catatan seperti yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari. Semacam kumpulan perkataan Nabi yang kemudian dinarasikan melalui bahasa tulis.

Hadis dalam Islam disebut-sebut sebagai sumber pertama setelah Al-Qur’an. Sebagai perkataan Nabi, hadis bisa menjadi tafsir Nabi atas Al-Qur’an. Hadis juga bisa menjadi sumber hukum dan berbagai persoalan, jika didapati suatu perkara yang tidak ditemui dan atau sukar ditemukan dalam Al-Qur’an. Seperti halnya tentang tata cara shalat misalnya.

Meski demikian, beberapa sarjana modern kerapkali mengesampingkan hadis sebagai rujukan dalam Islam. Tidak saja karena kualitas hadis yang banyak diragukan karena penulisan hadis yang jauh pasca kewafatan Rasul, hadis juga ditengarai sebagai sumber perpecahan dalam Islam, karena perbedaan menggunakan riwayat hadis.

Tidak seperti Al-Qur’an, tingkat kebenaran hadis juga banyak diragukan. Persoalan ini umumnya disandarkan pada kualitas hadis yang masih menuai persoalan. Kitab hadis yang dianggap paling shahih seperti Shahih Bukhari misalnya kini mulai menuai kritik, walaupun banyak juga yang berbondong-bondong membelanya.