Mengenal Aliran Bahaiyah

Mengenal Aliran Bahaiyah

Mengenal Aliran Bahaiyah

Telah jamak diketahui, bahwa di dalam Islam banyak terdapat aliran. Entah itu aliran teologis, fikih, tasawwuf. Banyaknya aliran dalam Islam bermunculan Aliran-aliran tersebut bisa dibagi kepada beberapa periode. Periode klasik (abad 8-18 M), pada periode ini lahir aliran seperti corak teologis, metafisika klasik. Aliran-aliran klasik seperti Khawarij, Murji’ah, Asyariyah, Maturidiyah merupakan aliran-aliran yang lahir periode abad ini. Periode kedua yaitu aliran yang muncul pada periode abad modern abad 18. Aliran kelompok ini seperti Wahabiyah, Bahaiyah, Ahmadiyah-Qadiyaniah.

Di antara aliran tersebut adalah aliran Bahaiyah. Aliran ini merupakan aliran yang baru muncul sekitar 150 tahun belakang. Aliran ini banyak dikaji oleh para pemerhati agama-agama dunia. Keberadaannya sendiri tidak terlepas dari kontroversi. Di antaranya ada yang menolak keberadaannya, menilai bahwa Bahaiyah merupakan ajaran ‘sesat’, ‘menyimpang’, dst. Akan tetapi, ada juga yang menerima eksistensinya, dengan alasan ia sama dengan ajaran, kepercayaan menghimpun seluruh doktrin agama-agama monoteistik. Itu artinya, ia adalah kepercayaan baru.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk masuk ke ranah “menghakimi” apakah ia sesat atau bukan. Tapi setidaknya, ada baiknnya mengenal terlebih dahulu siapa dan apa doktrin yang diajarkan dalam kepercayaan aliran ini.

Kemunculan dan Doktrin Bahaiyah

Aliran Bahaiyah telah banyak dikaji oleh para teolog, ahli agama dan sebagainya. Salah satu rujukan yang penulis gunakan di sini adalah kitab tarikh al-Madzahib al-Islamiyah karya Abu Zahrah dan buku The Essentials of Baha’I Faith.

Menurut Abu Zahrah, Bahaiyah tak lain sebagai aliran yang muncul dari salah satu aliran Itsna Asyariyah Syiah. Memang, bahwa aliran ini muncul dari dalam Islam, akan tetapi dalam perkembangannya menjadi sebuah aliran kepercayaan tersendiri. Dalam bahasa Abu Zahrah, Bahaiyah itu telah memilih keluar dari prinsip-prinsip Islam yang telah disepakati oleh kaum Muslimin.

Kemunculan mazhab yang lahir dari Itsna Asyariyah kelompok Syiah terlihat dari background pendirinya Mirza Ali Muhammad al-Sirazi. Pendiri mazhab teologis yang berdiri di Iran tahun 1820 M ini, sebelunya merupakan penganut mazhab Itsna Asyariyah.

Mafhum bahwa Itsna Asyariyah memercayai  akan datang seorang Messiah, al-Mahdi di akhir zaman. Seorang penyelamat ini, merupakan seorang Imam yang menghilang di salah satu gua saat masih muda. Pandangan ini nantinya, membuat para pengikut Mirza Ahmad menyebut dirinya sebagai ‘Babullah’, gerbang Tuhan. Kata Babullah memiliki signifikansi semantik terhadap doktrin bahwa Mirza ahmad merupakan juru kunci bagi petuah-petuah dan kemunculan Mahdi al-Muntazhar.

Mirza Ali al-Sirazi sendiri memiliki kecerdasan yang hebat, pandangan kepribadian yang mendalam. Saat masih muda, ia terkenal sebagai pribadi yang cerdas dan memiliki pandangan reflektif tentang keberagamaan. Banyak dari penduduk Persia, kala itu, yang terkesan dan bermadzhab dengan pandangannya.

Abu Zahrah menulis bahwa salah satu pandangan ‘nyeleneh’ aliran Babullah, adanya pandangan Hulul bil Fi’l, Pandangan Hulul berarti turunnya Sang Pencipta kepada tubuh seseorang. Pandangan ini agak sedikt berbeda dengan pandangan Hulul al-Halla. Menurut al-Hallaj, hulul merupakan dengan sifat. Pandangan ini dalam salah satu aliran tasawwuf dikenal dengan wahdat al-Wujud, Menyatu. Pandangan terakhir, berpendapat bahwa seluruh objek pengetahuan, eksistensi tak lebih adalah penyatuan sifat dan kasih sayang Tuhan kepada seluruh hamba. Agaknya, pandangan pertama mungkin perlu diperdebatkan dalam konteks apa, motivnya, dan seterusnya.

Setidaknya, dalam Essential of Baha’i’s Faiths disebutkan ada tiga tahap formasi dari kemunculan hingga perkembangan aliran ini. pertama, yang dibangun oleh Babullah, Mirza Ali. Kedua, Bahaullah yang dikenal dengan nama Mirza Husein Ali. Ketiga, Abdull Baha’, ia merupakan anak tertua dari Mirza Husein al-Sirazi. Ia juga dikenal dengan nama Abbad Effendi.

Bahai dalam perkembangannya meyakini bahwa semua ajaran agama monoteis diakomodir. Pandangan tentang kasih sayang, pandangan hulul bil fi’il dalam keyakinan Abbas Effendi berimplikasi pada pandangan bahwa semua agama monoteisme terdapat pada setiap doktrin, ajaran para nabi.

Beberapa doktrin Bahai di atas mendapat respons yang beragam dari para ulama. Ada yang menyatakan bahwa Bahai merupakan aliran yang telah memilih keluar dari Islam. Sebagaimana disebutkan oleh Abu Zahrah. Di sisi lain, ada yang menilai bahwa Bahai sebagai aliran kepercayaan. Artinya aliran ini tidak termasuk salah satu aliran dalam Islam.

Pada kondisi real, banyak masyarakat muslim masih tidak mampu membedakan Islam dengan ajaran kepercayaan di dalam Islam, akan tetapi berkembang menjadi sebuah kepercayaan tersendiri. Sehingga dengan adanya ketidak pemahaman semacam itu, kerap melakukan persekusi terhadap kepercayaan lain yang berbeda.

Dalam sebuah buku Essentials of Baha’I Faiths disebutkan bahwa keberadaan penganut aliran ini di dunia berkisar 5 juta orang. Keberadaan mereka telah diakui di berbagai Negara, baik itu di Eropa seperti Inggris, yang pemeluknya berjumlah 6000 orang, atau di Pakistan dan Negara-negara Timur Tengah. Di Indonesia sendiri keberadaan aliran ini telah diakui sebagai aliran kepercayaan tersendiri. Jumlah penganutnya lebih kurang 300 orang.