Mengapa Wudhu Harus Menggunakan Air?

Mengapa Wudhu Harus Menggunakan Air?

Tetesan air wudhu yang jatuh ke kepala dan wajah dapat menghilangkan pusing dan kegelisahan jiwa.

Mengapa Wudhu Harus Menggunakan Air?

Ada tiga instrumen yang dapat digunakan untuk bersuci: air, tanah dan batu. Air digunakan untuk mandi besar, wudhu dan bersuci setelah buang air besar atau air kecil. Tanah digunakan sebagai pengganti air (tayammum), sedangkan batu untuk bersuci setelah buang air kecil atau buang air besar.

Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa di antara tujuan Allah menurunkan air ke bumi adalah untuk dijadikan sebagai sarana bersuci. Allah berfirman:

إِذْ يُغَشِّيكُمُ النُّعَاسَ أَمَنَةً مِنْهُ وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً لِيُطَهِّرَكُمْ بِهِ وَيُذْهِبَ عَنْكُمْ رِجْزَ الشَّيْطَانِ وَلِيَرْبِطَ عَلَىٰ قُلُوبِكُمْ وَيُثَبِّتَ بِهِ الْأَقْدَامَ

(Ingatlah) ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan mesmperteguh dengannya telapak kaki (mu).” (QS. al-Anfal [8]:11)

Perintah Syari’ (Allah) untuk beribadah, seperti wudhu, adalah untuk kemaslahatan umat manusia. Tidak satu pun syari’at yang telah ditetapkan-Nya kecuali mengandung hikmah dan maslahah untuk manusia. Allah tidak akan mensyari’atkan sesuatu yang sia-sia, sebagaimana Dia tidak akan menciptakan sesuatu dengan kebatilan.

Dalam al-Bajuri, Syaikh Ibrahim al-Bajuri menyebutkan beberapa pendapat ulama di antaranya bahwa hikmah dikhususkannya air sebagai alat untuk berwudhu bersifat ta’abbudi (paketan dari syari’ yang tidak dapat dirasionalisasikan).

Kita sebagai hamba Allah yang taat wajib melaksanakan perintah-perintah-Nya tanpa harus mempertanyakan hikmahnya. Sementara ulama lain mengatakan bahwa hikmah berwudhu dengan air, terkait dengan sifat air yang halus dan lembut, tidak seperti benda-benda yang lain.

Mengenai sifat air ini, Jalal Muhammad Syafi’i mengatakan bahwa tetesan air yang jatuh ke kepala dan wajah dapat menghilangkan pusing dan kegelisahan jiwa. Ia menjelaskan bahwa seorang ilmuan bernama Izzenberg dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa tetesan air yang jatuh ke wajah dan bagian tubuh lainnya sudah mencukupi dan tidak memerlukan alat lain untuk melancarkan sirkulasi darah dan memijit otot. Akibatnya, air ini mampu meredam seseorang dari rasa marah, tersinggung dan gelisah.

Itulah mengapa Rasulullah SAW. menganjurkan kita untuk segera mengambil air wudhu jika kita sedang marah. Dengan berwudhu luapan emosi akan dapat diredam. Dalam sebuah hadis disebutkan:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: إِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ. رواه أحمد وأبو داود والطبراني

Rasululah SAW bersabda, “Sesungguhnya marah itu munculnya dari syaitan, dan sesungguhnya syaitan itu tercipta dari api, dan api hanya bisa dimatikan (diredam) dengan air. Ketika salah seorang dari kalian marah maka berwudhulah.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan al-Thabarani)

Air juga menyejukkan dan dapat dijadikan sebagai alat terapis. Shalih Ahmad Ridha dalam bukunya al-I’jaz fi al-Sunnah al-Nabawiyyah mengatakan bahwa suhu panas yang terkandung di dalam air dapat mencegah berkembangbiaknya kuman-kuman yang menyebabkan terjadinya penyakit.

Unsur-unsur dalam air juga tidak dapat membantu perkembangan kuman-kuman penyakit. Sebaliknya, air justru dapat mencegah penyakit bahkan dapat membunuh kuman-kuman penyakit tersebut, tentunya dengan catatan air yang digunakan merupakan air yang bersih dan suci.

Wallahu a’lam.

 

Sumber Rujukan:

  1. Ibrahim al-Bajuri, al-Bajuri. Beirut: Dar al-Fikr, 1997.
  2. Jalal Muhammad Syafi’i, The Power of Shalat, terj. Romli Syarqowizain. Bandung: MQ Publishing, 2006.
  3. Shalih Ahmad Ridha, al-I’jaz fi al-Sunnah al-Nabawiyyah. Riyadh: Maktabah al-Abikan, 2001.