Ada yang unik dalam tradisi haji masyarakat Indonesia. Bagi para calon jamaah haji dari Indonesia, pemerintah melalui Kementrian Agama menyediakan semacam pelatihan ibadah haji, atau biasa disebut manasik haji. Biasanya pelatihan atau manasik haji ini bertempat di daerah masing-masing dan dipimpin oleh seorang pembimbing.
Tak hanya orang yang akan melakukan haji, anak-anak kecil yang duduk di Sekolah Dasar, bahkan Taman Kanak-Kanak pun mulai dikenalkan dengan manasik haji oleh para guru di sekolahnya, terutama ketika mulai memasuki musim haji.
Perilaku masyarakat Indonesia ini jarang sekali kita temui di belahan dunia lain, termasuk pada masa Rasul SAW. Pada masa Rasul SAW sendiri, para sahabat belajar tata cara berhaji langsung dari Rasul SAW melalui praktek di tempat saat melakukan haji.
Masa Rasul SAW lebih tepatnya tidak memiliki tradisi pelatihan atau manasik haji sebagaimana tradisi dan perilaku warga atau jamaah haji asal Indonesia. Lalu apa kegunaan dan manfaat manasik haji?
Setelah ditelurusi, kata manasik merupakan fi’il madi dari nasaka–yansuku–naskan. Melalui kata ini, manasik memiliki empat arti. Pertama, manasik diartikan sebagai peribadatan (ibadah) secara umum. Arti ini sebagaimana pengertian dalam firman Allah: “Katakanlah; sesungguhnya salat, ibadah (nusuk), kematian dan kehidupanku itu adalah menjadi otoritas Allah yang menguasi alam semesta.” (Al-An’am: 163). Kedua, bisa berarti sembelihan yang ditujukan untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah Swt.
Dalam pengertian fiqih, manasik merupakan rukun haji yang terdiri dari berniat, berpakaian ihram, thawaf, sa’i lalu wuquf di padang Arafah, mabit di Muzdalifah dan melontar jumrah, serta rangkaian manasik haji lainnya.
Manasik haji ini bertujuan untuk melatih diri agar mengetahui dan terbiasa dengan hal-hal yang harus dilakukan selama menunaikan ibadah di sana. Serta sebagai penyesuaian dengan segala hal yang akan kita gunakan selama beribadah haji sehingga saat menunaikan ibadah haji tidak lagi merasa kebingungan atas tata cara pelaksanaannya.
Dengan memahami rangkaian dan tata cara ibadah haji, maka kecil kemungkinan ibadah haji yang kita lakukan akan rusak atau batal, sehingga kita tidak perlu mengulanginya di musim haji berikutnya. Walaupun ada pembimbing haji, namun biasanya seorang pembimbing hanya memberikan pemahaman global kepada para jama’ah.
Oleh karena itu bagus sekali bila setiap jamaah haji memiliki bekal ilmu tentang haji tersebut (selain bekal-bekal lainnya), setidaknya dengan mengikuti pembekalan manasik haji yang diadakan oleh Kelompok Bimbingan Ibdah Haji (KBIH) atau tranvel haji/umrah tempat di mendaftar, sehingga saat melalui rangkaian manasik haji di tanah suci tidak terlalu mengandalkan bimbingan orang lain.
Disarikan dari buku “Panduan Lengkap Ibadah Menurut Al-Qur’an, Al- Sunnah dan Pendapat Para Ulama” karya Muhmmad Bagir